Thursday, May 30, 2013

Semarangan dalam cerita



                                       BUDAYA SEMARANGAN DALAM CERITA

Semarang adalah salah satu kota di Indonesia yang juga memiliki kebudayaan yang kaya dan cukup unik, di Kota yang berjuluk sebagai kota Lumpia ini, Kita dapat menjumpai berbagai macam tradisi lokal Semarangan yang tentunya cukup menarik bagi orang awam, Hal itu dikarenakan dalam perkembangan seni Semarangan sangat dipengaruhi oleh bentuk seni pembauran yang berasal dari aktivitas berkesenian dari tiga etnis terbesar di kota Semarang, yaitu etnis masyarakat Jawa, Cina, dan Jawa yang hidup saling berdampingan dan adem ayem tanpa anane konflik sing iso agawe urip dumadi runyem ( hidup adem ayem tanpa adanya konflik yang bisa membuat hidup menjadi sulit"). Secara Otomatis, Dengan adanya sikap keterbukaan untuk menerima pembauran dalam budaya, Kehidupan berbudaya ketiga etnis besar ini pun pada akhirnya menciptakan sebuah kebudayaan baru yang tercipta dikarenakan adanya proses akulturasi budaya antara ketiga etnis tersebut, dan berikut ini adalah beberapa budaya Semarangan yang tercipta akibat adanya proses akulturasi budaya Cina, Jawa, Arab :
1.      Warag ngendok


binatang mitologis ini digambarkan sebagai simbol pemersatu tiga etnis mayoritas yang ada di Semarang Bagian-bagian tubuhnya terdiri dari Naga (Cina), Buraq (Arab) dan Kambing (Jawa). Hewan imajiner ini biasanya dijadikan maskot dalam festival Dugderan yang dilaksanakan beberapa hari sebelum bulan puasa.
Selama ini Warak Ngendog dipercaya sebagai buatan waliyullah. Namun pada kenyataannya, belum ada yang menyebutkan secara konkrit siapa sebenarnya penciptanya. Ia bahkan menjadi misteri panjang, hingga detik ini. Sejarahwan Semarang Nio Joe Lan, dalam karya klasiknya "Riwajat Semarang" (1936), dan Amen Budiman dalam serialnya "Semarang Sepanjang Jalan Kenangan" (1976), pun tidak pernah menyebut siapa pencipta warak dan waktu penciptaannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Amen Budiman, diperkirakan binatang rekaan yang menjadi maskot acara itu mulai dikenal masyarakat pada akhir abad ke-19. Asumsinya ini dilihat dari kemunculan mainan warak ngendog dalam setiap perayaan megengan atau dugderan. Tepatnya pada masa pemerintahan Kanjeng Bupati Semarang periode 1881-1897, Ario Purboningrat.
Dalam esainya, Budayawan Semarang, Djawahir Muhammad, pun sependapat dengan pendapat Amen. Menurut Djawahir, kemunculan warak sebagai benda budaya atau karya seni kriya khas masyarakat Semarang bisa didekati secara ilmiah, dengan menunjuk penampilan kali pertama Pasar Malam Sentiling di Mugas, yakni pada tahun 1936. Pada saat itu, keramaian tersebut digelar untuk menyambut ulang tahun ke-100 Ratu Wilhelmina.
Di masyarakat, tersebar pula folklor Warak Ngendok sebagai binatang serupa badak yang ditemukan oleh warga. Saat itu sejumlah warga tengah melakukan babat alas di hutan yang kini menjadi Kampung Purwodinatan. Dari cerita tersebut, kemudian warga di kampung itu banyak yang membuat kerajinan Warak Ngendog dan dijual pada saat Dugderan.
Cermin Akulturasi
Terlepas dari siapa pembuat pertama, Warak Ngendog memiliki makna filosofi yang selalu relevan sebagai pedoman hidup manusia pada zaman apapun. Wujud makhluk rekaan yang merupakan gabungan tiga simbol etnis mencerminkan persatuan atau akulturasi budaya di Semarang. Konon ciri khas bentuk yang lurus dari Warak Ngendog menggambarkan citra warga Semarang yang terbuka, lurus, dan berbicara apa adanya, sehingga tak ada perbedaan antara ungkapan hati dengan ungkapan lisan.
Kata Warak berasal dari bahasa Arab yang berarti suci, sedangkan kata ngendog atau telur disimbolkan sebagai hasil pahala yang didapat seseorang setelah menjalani proses suci berpuasa. Hakekatnya, hewan ini merupakan simbol nafsu manusia. Badannya yang bersisik, mulutnya menganga dan bertaring, serta bermuka seram menggambarkan nafsu yang harus dikalahkan dengan puasa.
Sayangnya, seiring perkembangan zaman, wujud Warak Ngendog dibuat secara asal-asalan tanpa berpedoman dari pakem filosofisnya. Barangkali para pengrajin berusaha mengotak-atik warak tersebut agar terkesan berbeda, namun hal ini justru menghilangkan keelokan makna simbol-simbol di tubuh Warak Ngendog.

2.      Tradisi Nganten Semarangan

                    
               
Semarang ternyata mempunyai tradisi pengantin yang beraneka ragam. Ada perbedaan-perbedaan baik dalam tata upacara maupun busana dan kelengkapannya. Kesamaanya adalah bahwa pada awalnya semua itu bernafas Islam yang kemudian mendapat pengaruh dari Arab, Jawa, Cina dan Melayu. Berbagai ragam tradisi pengantin itu terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, sebagai asset budaya Semarang. Ditengah-tengah arus perkembangan tradisi pengantin di Semarang yang cenderung dipengaruhi budaya modern (barat), sebenarnya Semarang memiliki tradisi khas pengantin yang disebut Pengantin Semarangan . Gaya Pengantin Semarangan ini juga telah mengalami perkembangan dan modifikasi. Supaya kekayaan budaya Semarang tersebut terus dapat diketahui oleh masyarakat dan tidak musnah, maka perlu ada upaya pelestarian atau nguri-uri gaya Pengantin Semarangan. Sebagaimana adat pengantin lain, dalam gaya Pengantin Semarangan juga didahului prosesi lamaran, Srah-srahan Peningset, Upacara Ukupan/Midodareni (Jawa) dan Upacara Ijab Kabul antara pengantin pria dan wanita.
Pengantin Wanita Dalam gaya Semarangan biasa disebut dengan Model nganten Encik Semarangan, yaitu istilah yang berasal dari perpaduan antara Cina dan Arab.Adapun kelengkapan pengantin wanita adalah, memakai alas kaki selop tertutup hitam bludru bersulam mote dengan mengenakan kaos kaki, kaki songket, kebaya bludru hitam bersulam mote model Kraag Shanghai memakai sarung tangan.  Perhiasan yang dipakai : Cincin, Gelang, Kalung Krekang, Subang dan dibagian Kraag-Shanghai memakai kancing yang terbuat dari Emas, dan lengan pakai Klad-Bahu.Untuk pengantin Semarangan di bagian dahi dihiasi dengan beberapa perhiasan yang namanya pilis yaitu :Pilis emas dengan permataPilis hitam yang terbuat dari Bludru dengan payetPilis perakYang atas sendiri Kroon sehingga kelihatan bedanya dengan pengantin yang lain.Pada bagian kanan kiri atas telinga memakai Sumping dari Emas Permata. Untuk sanggulnya biasa memakai sisir kecil. Kembang konde diambil dari Daun Pandan, Sisir besar, Cunduk-Mentul sebanyak kurang lebih 24 buah.Bunganya : bunga Melati, Cempaka Kuning yang ditusuk dengan bunga melati namanya endog remek.
Sedangkan Pengantin Pria Dalam gaya Semarangan disebut dengan Model Nganten Kadji ( Bersurban ).Adapun kelengkapan pengantin pria adalah, memakai alas kaki selop tutup terbuat dari bludru bersulam mote, memakai kaos kaki, celana hitam bludru bersulam mote. Baju yang dikenakan pengantin pria disebut Gamis terbuat dari bahan berkilau, berlengan panjang memakai Kraag Shanghai dan juga memakai baju hitam bludru bersulam dengan Kraag Shanghai, memakai Slempang warna keemasan.Di bagian kepala memakai surban yang dinamakan Kopyah Alfiah dengan Cunduk Mentul satu buah terletak di depan. Pada bagian samping kiri surban memakai bunga Roncean dari bunga Melati, Mawar, Cempaka Kuning dan bunga Jantil.
Kelengkapan lain adalah membawa sebuah Pedang Panjangbewarna putih perak. Pada waktu diarak, pengantin pria diiringi oleh 3 (tiga) orang dibelakangnya. Tiga orang pengiring itu masing-masing memiliki peran sebagai pembawa payung pengantin dan 2 (dua) orang lainnya pembawa Kembang Manggar.

Rombongan Iring-iringan dalam prosesi Ngarak Pengantin Semarangan
Tradisi Iring-iringan pengantin Semarangan disebut juga Ngarak Pengantin. Adapun prosesi Ngarak Pengantin yang biasanya disebut kesenian khas Terbangan, ketentuannya adalah paling sedikit terdiri dari 20 orang. Rombongan ini terbagai dalam 3 (tiga) kelompok yaitu :
o       Sembilan orang Sinoman Terbangan , yang terdiri dari 3 orang Pembawa Terbang (Rebana), 3 orang berjalan mundur ( Mlaku Mundur), 3 orang pembawa Koor ( Jawaban ).
o       Sembilan orang Sinoman Blanten , yang terdiri dari 2 orang pemikul jidur (gong/bas), 1 orang pemukul jidur, 1 orang pembawa/penabuh kendang, 1 orang pembawa/penabuh kentrung, 1 orang pembawa/penabuh kenteng, serta 3 orang pembawa koor (jawaban) 
o       Dua orang pembawa Kembang Manggar (ditambah 1 orang pembawa khusus payung pengantin. Adapun jumlah kembangan manggar banyaknya tidak terbatas
.Maksud Kembang Manggar Kembang manggar disamping untuk kelengkapan Ngarak Pengantin, juga ada maksud tertentu. Yaitu menggambarkan kesenangan semua tamu undangan maupun keluarga pengantin yang disimbolkan dengan kembang manggar

Prosesi Iring-Iringan Pengantin Semarangan
Ada beberapa macam prosesi iring-iringan yang diketahui penulis, beberapa diantaranya adalah :
o       Iring-iringan di Kauman
Dua kembang manggar berjalan dimuka, sedangkan remaja putra-putri pengiring Pengantin putra (ada yang berjalan kaki dan ada pula yang naik kuda) diiringi kerabat keluarga pengantin pria dengan Tembang rodat ataupun musik.terbang Blantenan.
o       Iring-iringan di kampung Pekojan
Arak-arakan Dua kembang manggar diiringi dengan Kesenian kedencongan (sebi pencak silat) , Vocalis maulud rodat, Penabuh maulud rodat dan jidur. Sedangkan Mempelai lelaki (ada yang berjalan kaki, ada pula yang naik kuda). Pada prosesi ini, Kerabat keluarga pengantin pria baik remaja putra-putri maupun para sesepuh dan kedua orang tuanya berjalan bebarengan dengan kelompok Iring-iringan Pembawa kembang manggar dan Kesenian rebana dengan jidur sekitar 30-40 orang penabuh terbang.
Tradisi Arak Nganten yang dipakai masyarakat Semarang pada umunya adalah sebagai berikut :
o       Pembawa kembang manggar (4-6 orang)
o       Kelompok denok-kenang
o       Kembang manggar (2 orang)
o       Vocalis maulud rodat
o       Penabuh tembang rodat dan jidur
o       Iring-iringan orang tua dan sesepuh pengantin

3.      Tradisi Nganten Supit di daerah Bustaman


Kirab pengantin sunat membuka pagelaran Tengok Bustaman yang digelar di Kampung Bustaman RT 4 RW 5, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Sabtu (18/5) malam. Riuh suara rebana dan solawat mengiringi bocah yang akan dikhitan berdandan ala pengantin sunat Semarangan dengan menunggang kuda. 
Rombongan arak-arakan pengantin sunat itu, berangkat dari jalan Mataram, yang kemudian masuk Kampung Bustaman, dan menuju panggung yang ada di ujung gang yang akan menuju jalan Petudungan. 
Di sepanjang arak-arakan, warga terus mengikuti. Tak hanya suara riuh rebana, beberapa suara kembang api dan petasan pun disulut untuk memeriahkan suasana. Sesampainya dipanggung, pengantin sunat, rombongan warga dan penoton disuguhi beragam hiburan. 
Mulai dari tarian tradisional, lagu campur sari, hingga pentas dari Ikatan Remaja Bustaman. Ada pula hiburan seni musik kontemporer dari Gambang Semarang Art Company. 
Pagelaran ini merupakan hasil karya Unidentified Group Discussion (UGD) Semarang dan warga Kampung Bustaman RT 4 dan RT 5, RW 3, Purwodinatan. Lewat kegiatan ini penyelenggara ingin menggali sejarah kampung dengan fokus pada isu seni dan kreatifitas masyarakat untuk menyampaikan wacana, serta gagasan mengenai kampung. 
Sumber : Suara Merdeka

4.     Tari Warag Dugder

  
Mengiringi Patung warak,  sekelompok denok dan k enang Semarangan yang berbusana Semarangan berwarna Merah menyala melenggang lenggok dengan manisnya. Asal kata Dug Der adalah suara bedug Dug Dug dan suara merian Dher. Campuran budaya Islam, Jawa dan Cina melatar belakangi seni ini.

5.     Tari Denok Deblong

Tari ini menggambarkan tentang semangat hidup para denok Semarang

6.     Tari Goyang Semarang


7.     Tari Gambang Semarang


Dalam bidang seni tari Gambang Semarang memiliki tiga ragam gerak baku, yaitu ngondhek, ngeyek, dan genjot yang ketiganya merupakan gerakan yang berpusat pada pinggul. Gerakan tangan ( lambeyan ) yang menyertai ketiga ragam gerak itu merupakan gerakan yang berpangkal pada pergelangan tangan dengan media gerak sebatas pusar hingga pandangan mata.

Pembahasan tersebut melahirkan suatu pengertian bahwa kesan oleh kehadiran penari khususnya dengan alunan pantat dan goyang pinggul yang diiringi dengan nuansa musik dan busana Jawa Mandarin sangat dinikmati sebagai sebuah bentuk yang mempunyai nilai estetis tertentu dan dapat dirasakan sebagai pengalaman seni yang sangat unik.
Tari Gambang Semarang menggambarkan ekspresi gembira empat orang penari di suatu malam saat mereka berkumpul, berdendang dan menari bersama. Gerak tari yang penuh vitalitas dan gairah tanpa disertai emosi yang berlebihan adalah sesuai dengan gambaran masyarakat kota Semarang. Goyangan pinggul dan putaran pantat yang mengalun bila dihayati bagaikan riak gelombang air laut yang menghiasi garis pantai kota Semarang. Unsur gerak tari Jawa pesisiran yang lugas, dinamis dan mengalir membuat tari Gambang Semarang menjadi indah dan nyaman dipandang mata.

8.     Kesenian Musik Gambang Semarang


Kesenian Gambang Semarang merupakan hasil pembauran antara dua etnis, yaitu budaya Cina dan Jawa. Gambang Semarang telah memiliki nilai historis di kota Semarang, karena itu lazim pula apabila diangkat dan dilestarikan sebagai suatu karya seni tradisi kota Semarang yang mengandung nilai estetika serta nilai–nilai simbolik tradisional yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan seni masyarakat Semarang pada khususnya yaitu dengan pertimbangan dapat mewujudkan sebuah karya seni yang dapat diterima sebagai sosok budaya kota pesisir Jawa Tengah.
Pada mulanya Gambang Semarang memang memiliki ciri musikal yang sama dengan Gambang Kromong, tetapi dalam perkembangan ciri – ciri itu semakin memudar dengan ditampilkannya lagu-lagu khusus Gambang Semarang, lagu – lagu daerah Jawa Tengah, lagu-lagu keroncong, dan lagu-lagu pop Jawa. Kalau pada awal perkembangan dalam Gambang Semarang terdapat nuansa Betawi dan Cina, serta nuansa Jawa- Mandarin, dalam perwujudan yang sekarang Gambang Semarang lebih menampakkan nuansa ke-Jawa-annya.
Perlu diketahui bahwa Gambang Semarang mencakup berbagai aspek seni tidak hanya seni musik saja akan tetapi juga seni tari, vokal bahkan seni lawak.
Sedangkan macam alat-alat Musik Gambang Semarang terdiri dari :

1. Kendang (Jawa Barat)

                                         
2. Bonang

                                 
3. Kempul

                                           
4. Suling

5. Kempyang

                                                   
6. Gambang


8. Konghayan


9. Balungan (Saron, Demung )


Catatan: Biasanya kalau tidak ada alat Sukong atau Konghayan kadang diganti dengan alat musik Siter , Cuk Keroncong atau  flute.
  


Gambang Semarang telah memiliki nilai historis di kota Semarang , karena itu lazim pula apabila diangkat dan dilestarikan sebagai suatu karya seni tradisi kota Semarang yang mengandung nilai estetika serta nilai - nilai simbolik tradisional yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan seni masyarakat Semarang pada khususnya yaitu dengan pertimbangan dapat mewujudkan sebuah karya seni yang dapat diterima sebagai sosok budaya kota pesisir Jawa Tengah

9.     Tradisi Sedekah Rewondo di Gua Kreo


Liputan6.com, Semarang: Warga Kota Semarang, Jawa Tengah, memiliki tradisi unik menghormati leluhur seiring Lebaran. Hari ketiga Idulfitri saat warga tidak lagi sibuk halal-bihalal, mereka bersedekah kera atau dikenal dengan sedekah rewondo. Tradisi yang digelar di kawasan wisata Kompleks Gua Kreo, Manyaran, ini dilakukan untuk menghormati jasa kera setempat.
Konon Sunan Kalijaga, salah seorang Wali Songo pernah berada di kawasan hutan ini. Dengan bantuan empat ekor kera penghuni Goa Kreo, Sunan Kalijaga mendapatkan kayu untuk penyangga bangunan Masjid Agung Demak.

                   

Dengan mengenakan busana tradisional, warga lalu beriring-iringan mengikuti prosesi sedekah. Mereka membawa tiga buah gunungan berisi makanan kesukaan kera seperti ketimun, jagung, kacang serta sejumlah sayuran. Prosesi lalu diakhiri dengan meletakkan ketiga gunungan yang langsung diserbu kera liar. Selain gunungan, disertakan pula replika kayu jati besar. Kayu jati itulah yang diyakini pernah dibawa Sunan Kalijaga untuk tiang penyangga Masjid Agung.(MAK/Yudi Sutomo dan Taufan Yudha)

10. Festival Dugderan


Tradisi Dugderan, Dugderan adalah sebuah upacara yang menandai bahwa bulan puasa telah datang, dulu dugderan merupakan sarana informasi pemerintah kepada masyarakatnya tentang datangnya bulan Ramadhan. Dugderan dilaksanakan tepat 1 hari sebelum bulan puasa. Kata Dugder, diambil dari perpaduan bunyi dugdug, dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian diasumsikan dengan derr….. pada tahun 1881 dibawah Pemerintah Kanjeng Bupari RMTA Purbaningrat…..menentukan mulainya hari puasa, yaitu setelah Bedug Masjid Agung dan Meriam di halaman Kabupaten dibunyikan masing-masing tiga kali. Sebelum membunyikan bedug dan meriam tersebut, diadakan upacara dihalaman Kabupaten…..Adanya upacara Dug Der tersebut makin lama makin menarik perhatian masyarakat Semarang dan sekitarnya, menyebabkan datangnya para pedagang dari berbagai daerah yang menjual bermacam0macam makanan, minuman dan mainan anak-anak seperti yang terbuat dari tanah liat ( Celengan, Gerabah), mainan dari bambu ( Seruling, Gangsingan), mainan dari kertas (Warak Ngendog)….. -Disarikan dari Situs Pemkot Semarang.


                    

Kas.... cerito ing dhuwur mau nyeritakno sithik bab kabudayan sing ono ning kutho Semarang sing jejuluk Kutho Lumpia lan Venesia Van Java........Yen kowe ono wektu..ayo podo plesir lan mampir ning Semarang.....dijamin bakal ora nyesel lan  dongkol amargo akeh panggonan wisata lan wujud maneka werno panganan sing ciamikkkkkk lan jos Gandossss tumplek blek ning Kutho Lumpia iki..........( Teman.....cerita diatas tadi menceritakan tentang sedikit kebudayaan yang berada di kota Semarang yang dijuluki sebagai Kota Lumpia dan Kota Venesia Van Java........yang berkunjung dijamin tidak menyesal dan kecewa  dikarenakan banyak tempat wisata dan berbagai macam sajian kuliner yang rasanya enak dan josss gandosssss)


TUKU FANTA NING BAKUL ANGKRANG 
AYO WISATA NING KUTHA SEMARANG

No comments:

Post a Comment