Tuesday, October 22, 2013

KEHIDUPAN ALA ORANG BUKIT

RELIGI DAN KEHIDUPAN EKONOMI ORANG BUKIT
( Terinspirasi oleh Buku " RELIGI ORANG BUKIT " karya Noerid Haloei Radam )



Dalam melakukan kegiatan ekonomi yang dilakukan di kelompok masyarakatnya, orang Bukit masih mempercayai bahwa sistem ladang berpindah merupakan pilihan penggerakan aktivitas ekonomi terbaik yang dapat mereka lakukan dibandingkan aktivitas pekerjaan lain yang sebenarnya sama-sama memanfaatkan alam dikarenakan sudah menjadi tradisi dari nenek moyang mereka yang memang menganggap bahwa tipe dari pekerjaan dengan sistem ladang berpindah dapat meningkatkan kedudukan masyarakat orang Bukit dari yang sebelumnya hanya sebagai masyarakat pengumpul yang hidup berkekurangan menjadi masyarakat peladang yang hidup berkecukupan dari hasil panen mereka yang memadai.
Ketika melakukan aktivitas yang masih ada hubungannya dengan kegiatan berladang, masyarakat orang Bukit masih mempercayai adanya kekuatan ilah atau roh tertentu yang mereka anggap sebagai sebuah kekuatan yang berasal dari Taruna Bintang . Taruna Bintang selalu mereka anggap sebagai hiyang yang membantu orang-orang Bukit dalam mengelola areal lahan mereka hingga dapat memperoleh hasil panen yang melimpah dan bermanfaat bagi orang Bukit. Biasanya sebagai rasa terima kasih orang Bukit kepada Taruna Bintang , mereka akan memberikan sesajen atau persembahan sebagai ucapan syukur berupa padi ketan yang memang mereka tanam khusus dengan areal yang sudah ditentukan sebagai lahan untuk menanam padi khusus sesaji kepada Taruna Bintang .
Dikarenakan masyarakat orang Bukit masih mempercayai adanya ilah dan Hiyang Kuasa (roh) sebagai kekuatan yang menopang setiap kegitan di ladang. Maka dalam melaksanakan kegiatan perladangan selalu diikuti dengan ragam upacara kegiatan yang harus mereka lakukan sesuai dengan tradisi leluhur. Ragam upacara tersebut adalah: Mmuja Tampa ( Meminta restu kepada alat-alat pertanian yang terbuat dari besi agar panen berhasil),Upacara Katuan ( Meminta izin kepada Diyang Sanyana atau pemilik hutan asli sebelum dibuka ladang baru), Upacara Bamula ( Upacara memulai menanam padi), dan Upacara Bawanang ( Semacam upacara panen yang dilaksanakan seusai upacara penuaian padi berakhir).
Dalam memanfaatkan areal lahan yang akan mereka gunakan untuk bercocok tanam, orang Bukit mempercayai bahwa dalam menjalankan aktivitas berladang akan menimbulkan kerusakan alam dan juga pelestarian alam . Kerusakan alam yang terjadi biasanya berupa merusak hutan-hutan perawan dengan cara menebang pohon dan membakarnya untuk membuka lahan baru. Sedangkan bentuk pelestarian yang mereka lakukan adalah dengan kewajiban religius setiap umbun ( keluarga batih) untuk menanam berbagai jenis bambu di ladang-ladang yang baru mereka buka untuk menyeimbangkan kestabilan alam agar tidak terganggu akibat upaya perusakan hutan .
Ketika usaha untuk memanfaatkan areal lahan berpindah berhasil dan menuai hasil panen yang melimpah, Haram hukumnya bagi orang Bukit untuk memperdagangkan padi hasil panen dikarenakan kepercayaaan mereka terhadap mite Datu Bini Badangsanak Walu yang menganggap padi sebagai buah pohon sakral yang turun dari langit yang sama halnya dengan proses kelahiran manusia oleh Datu Bini Kabungsuan. Dalam kepercayaan orang Bukit, Padi hasil panen hanya boleh ditukarkan dengan barang kebutuhan pokok lain yang sepadan dan telah disepakati bersama.
Dalam pola konsumsi, semua padi biasa (bukan padi ketan untuk sesajen) boleh dimanfaatkan oleh orang Bukit atau umbun yang bersangkutan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat,pemenuhan kewajiban masyarakat dan pemenuhan religius mereka. Misalnya saja turut memberikan beras kepada warga lain yang sedang berduka, memberikan beras sebagai upah bekerja kepada orang lain atau memberi beras kepada tamu yang datang tanpa membawa beras sebagai bekal mereka. Jadi dalam memanfaatkan beras yang mereka peroleh, orang Bukit tidak hanya memanfaatkan beras untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pribadi saja melainkan juga dimanfaatkan untuk kebutuhan sosial juga antar masyarakatnya.

Demikianlah review yang dapat Saya tulis Dari bab ini, Saya dapat menyimpulkan bahwa dalam menjalankan kehidupan perekonomiannya, orang Bukit masih percaya pada kekuatan magis diluar kemampuan manusia yang dapat melancarkan kehidupan ekonomi mereka dan dalam memanfaatkan hasil ekonomi ( beras), penyeimbangan antara kebutuhan sosial juga dilakukan bersamaan dengan kebutuhan pribadi akan beras.

No comments:

Post a Comment