RELIGI DAN KEHIDUPAN EKONOMI ORANG BUKIT
( Terinspirasi oleh Buku " RELIGI ORANG BUKIT " karya Noerid Haloei Radam )
Dalam melakukan kegiatan ekonomi yang dilakukan di kelompok
masyarakatnya, orang Bukit masih mempercayai bahwa sistem ladang berpindah merupakan
pilihan penggerakan aktivitas ekonomi terbaik yang dapat mereka lakukan
dibandingkan aktivitas pekerjaan lain yang sebenarnya sama-sama memanfaatkan
alam dikarenakan sudah menjadi tradisi dari nenek moyang mereka yang memang
menganggap bahwa tipe dari pekerjaan dengan sistem ladang berpindah dapat
meningkatkan kedudukan masyarakat orang Bukit dari yang sebelumnya hanya
sebagai masyarakat pengumpul yang hidup berkekurangan menjadi masyarakat
peladang yang hidup berkecukupan dari hasil panen mereka yang memadai.
Ketika melakukan aktivitas yang masih ada hubungannya dengan kegiatan
berladang, masyarakat orang Bukit masih mempercayai adanya kekuatan ilah atau
roh tertentu yang mereka anggap sebagai sebuah kekuatan yang berasal dari
Taruna Bintang . Taruna Bintang selalu mereka anggap sebagai hiyang yang
membantu orang-orang Bukit dalam mengelola areal lahan mereka hingga dapat
memperoleh hasil panen yang melimpah dan bermanfaat bagi orang Bukit. Biasanya
sebagai rasa terima kasih orang Bukit kepada Taruna Bintang , mereka akan
memberikan sesajen atau persembahan sebagai ucapan syukur berupa padi ketan
yang memang mereka tanam khusus dengan areal yang sudah ditentukan sebagai
lahan untuk menanam padi khusus sesaji kepada Taruna Bintang .
Dikarenakan masyarakat orang Bukit masih mempercayai adanya ilah dan
Hiyang Kuasa (roh) sebagai kekuatan yang menopang setiap kegitan di ladang.
Maka dalam melaksanakan kegiatan perladangan selalu diikuti dengan ragam
upacara kegiatan yang harus mereka lakukan sesuai dengan tradisi leluhur. Ragam
upacara tersebut adalah: Mmuja Tampa ( Meminta restu kepada alat-alat pertanian
yang terbuat dari besi agar panen berhasil),Upacara Katuan ( Meminta izin
kepada Diyang Sanyana atau pemilik hutan asli sebelum dibuka ladang baru), Upacara
Bamula ( Upacara memulai menanam padi), dan Upacara Bawanang ( Semacam upacara
panen yang dilaksanakan seusai upacara penuaian padi berakhir).
Dalam memanfaatkan areal lahan yang akan mereka gunakan untuk bercocok
tanam, orang Bukit mempercayai bahwa dalam menjalankan aktivitas berladang akan
menimbulkan kerusakan alam dan juga pelestarian alam . Kerusakan alam yang
terjadi biasanya berupa merusak hutan-hutan perawan dengan cara menebang pohon
dan membakarnya untuk membuka lahan baru. Sedangkan bentuk pelestarian yang
mereka lakukan adalah dengan kewajiban religius setiap umbun ( keluarga batih)
untuk menanam berbagai jenis bambu di ladang-ladang yang baru mereka buka untuk
menyeimbangkan kestabilan alam agar tidak terganggu akibat upaya perusakan
hutan .
Ketika usaha untuk memanfaatkan areal lahan berpindah berhasil dan menuai
hasil panen yang melimpah, Haram
hukumnya bagi orang Bukit untuk memperdagangkan padi hasil panen dikarenakan
kepercayaaan mereka terhadap mite Datu Bini Badangsanak Walu yang menganggap
padi sebagai buah pohon sakral yang turun dari langit yang sama halnya dengan
proses kelahiran manusia oleh Datu Bini Kabungsuan. Dalam kepercayaan orang
Bukit, Padi hasil panen hanya boleh ditukarkan dengan barang kebutuhan pokok
lain yang sepadan dan telah disepakati bersama.
Dalam pola konsumsi, semua padi biasa (bukan padi ketan untuk sesajen) boleh
dimanfaatkan oleh orang Bukit atau umbun yang bersangkutan untuk memenuhi
kebutuhan karbohidrat,pemenuhan kewajiban masyarakat dan pemenuhan religius
mereka. Misalnya saja turut memberikan beras kepada warga lain yang sedang
berduka, memberikan beras sebagai upah bekerja kepada orang lain atau memberi
beras kepada tamu yang datang tanpa membawa beras sebagai bekal mereka. Jadi
dalam memanfaatkan beras yang mereka peroleh, orang Bukit tidak hanya
memanfaatkan beras untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pribadi saja melainkan
juga dimanfaatkan untuk kebutuhan sosial juga antar masyarakatnya.
Demikianlah review yang dapat Saya tulis Dari bab ini, Saya dapat menyimpulkan
bahwa dalam menjalankan kehidupan perekonomiannya, orang Bukit masih percaya
pada kekuatan magis diluar kemampuan manusia yang dapat melancarkan kehidupan
ekonomi mereka dan dalam memanfaatkan hasil ekonomi ( beras), penyeimbangan
antara kebutuhan sosial juga dilakukan bersamaan dengan kebutuhan pribadi akan
beras.
No comments:
Post a Comment