STRUKTUR DAN STRATIFIKASI MASYARAKAT DI BALI
o
Bagaimanakah
Struktur Sosial Masyarakat yang ada di Bali ?
( ajukan pertanyaan ini
kepada tour guide di bis masing-masing agar diperoleh penjelasan langsung dari
si Pemandu yang memang asli warga Bali dan paham tentang seluk-beluk kehidupan
orang Bali )
Jawaban :
Menurut
keterangan dari tour guide lokal di bis yang Saya tumpangi , menuturkan bahwa
untuk struktur sosial masyarakat Bali diatur oleh sistem Lembaga Desa Adat ( atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Desa Pakraman ). Desa Pakraman sendiri adalah sebuah kesatuan dari
sekumpulan orang , wilayah dan sistem sosial-budaya yang hidup bersama berasaskan
pada pandangan hidup Tri Hita Karana, cara hidup ( adat istiadat, sistem
kontrol ( hukuman adat atau yang dikenal dengan istilah awig-awig ), dan sistem
kepercayaan ( agama) yang dimiliki oleh umat Hindu Bali .
Dalam
prakteknya, Susunan desa Pakraman di Bali di bagi menjadi empat, yaitu :
o
Wilayah
desa Pakraman yang hanya terdiri dari satu
Banjar adat
o
Satu
desa Pakraman yang terdiri dari satu atau lebih banjar dinas
o
Satu
keperbekelan atau kelurahan yang terdiri dari beberapa Desa Pakraman
o
Satu perbekel
yang terdiri dari satu desa Pakraman .
Dari seluruh
kategori desa Pakraman diatas , memiliki ideologi yang satu bernama Tri Hita
Karana yang melandasi berlakunya hukum adat di Bali yang tentunya berbeda
dengan hukum adat daerah lain. Sesuai definisinya, Tri Hita Karana sendiri
memiliki arti Tiga penyebab kebahagiaan
yang menjiwai sistem nilai yang ada di Bali, yang terdiri atas :
- filsafat
keharmonisan antara hubungan manusia dengan Tuhannya ( Parhyangan), yang wujud
fisiknya berupa Pura ( tempat suci) untuk pemujaan Ida Sang Hyang Widhi
Wase yang diwujudkan dalam dewa-dewa baik yang universal maupun dewa
lokal.
- Hubungan
manusia manusia dengan alamnya ( Palemahan) yang merujuk pada lingkungan
atau wilayah lokalitas tempat desa Pakraman itu berada dengan
batas-batasnya yang jelas, Desa memiliki palemahan untuk penempatan
bangunan suci, perumahan warga desa, sawah dan perkebunan yang diatur
secara tertib oleh hukum adat agar tidak menimbulkan konflik antar warga .
- Hubungan
manusia dengan manusia lainnya ( Pawongan ) yang merujuk pada interaksi
sosial yang dilakukan oleh umat Hindu Bali dengan masyarakat atau
orang lain di lingkungan sekitar
tempat tinggalnya .
Melihat kenyataan diatas, kita
dapat mengetahui bahwa Ideologi Tri Hita Karana pada dasaranya adalah suatu
sistem panutan yang dijadikan pedoman oleh masyarakat Bali untuk menjalani
hidup yang lebih teratur sesuai dengan ajaran Hindu .
o
Bagaimanakah
Stratifikasi sosial masyarakat yang ada di Bali ?
( ajukan pertanyaan ini
kepada tour guide di bis masing-masing agar diperoleh penjelasan langsung dari
si Pemandu yang memang asli warga Bali dan paham tentang seluk-beluk kehidupan
orang Bali )
Jawaban :
Menurut penuturan dari tour
guide di bis Saya, untuk sistem stratifikasi di Bali dibagi ke dalam dua jenis
yaitu yang berdasarkan wangsa dan yang kedua berdasarkan pada warna atau kasta
. Untuk stratifikasi wangsa tidaklah bisa diubah berdasarkan kekayaan
ataupun pekerjaan dikarenakan sudah garis keturunan yang menentukan seseorang
untuk berada pada satu wangsa tertentu, untuk pembagiannya dibagi menjadi empat
wangsa :
1. Pertama, dikenal dengan wangsa Brahmana,
yakni orang-orang yang tinggal di dalam istana dan merupakan keturunan dari
para pemuka agama atau orang suci di Bali, biasanya nama orang yang berasal
dari wangsa ini akan diawali dengan nama depan Ida ( Ida Bagus untuk yang pria
dan Ida Ayu untuk yang wanita ) , ketika pemilik wangsa ini sudah beranjak
dewasa dan mulai paham tentang konsep becik ala ( baik dan buruk ) , biasanya
mereka akan langsung diangkat untuk menjadi Pedande atau pendeta suci umat
Hindu yang bertugas memimpin berbagai macam upakara besar keagamaan yang rutin
digelar setiap tahunnya .
2. Kedua, dikenal dengan wangsa Ksatria ,
yakni orang-orang yang tinggal di lingkungan istana atau Puri dan merupakan
keturunan dari keluarga Raja , biasanya nama orang yang berasal dari kasta ini
akan diawali dengan nama depan Tjokorda, Anak Agung , dan dewa. Ketika sudah
dewasa, biasanya mereka akan memiliki jabatan penting di dalam lingkungan
kerajaan dan bila tiba saatnya akan menggantikan kedudukan raja yang lama .
3. Ketiga, dikenal dengan wangsa Wesya ,
yakni orang-orang yang tinggal di lingkungan istana dan merupakan keturunan
dari Maha Patih kerajaan , biasanya nama orang yang berasal dari kasta ini akan
diawali dengan nama depan Gusti ( Gusti Bagus untuk anak laki-laki dan Gusti
Ayu untuk nama wanita) . Dan ketika sudah dewasa, orang-orang yang berasal dari
wangsa ini akan sangat berpeluang besar untuk menjadi mahapatih Raja
melanjutkan jabatan mahapatih orang tuanya yang semisal sudah meninggal maupun
sudah sakit-sakitan karena faktor usia .
4. Keempat, dikenal dengan istilah Sudra,
yakni merupakan wangsa untuk orang-orang yang tinggal diluar lingkungan istana
atau yang biasa kita sebut dengan sebutan Rakyat
Biasa , biasanya nama orang yang berasal dari wangsa ini tidak akan
memiliki gelar, melainkan mereka hanya dberi nama
menurut urutan kelahiran saja seperti; Wayan ( untuk anak pertama), Made (
untuk anak kedua), Nyoman ( untuk anak ketiga) dan Ketut ( untuk anak keempat).
Dan Jika ada yg mempunyai lebih dari 4 orang anak namanya akan kembali lagi
keurutan pertama (wayan), begitupun seterusnya. Hingga kini, orang-orang
yang berada pada kasta ini merupakan penduduk mayoritas di Bali yang menggantungkan
hidupnya dari sektor pekerjaan kasar, semisal menjadi buruh, nelayan, dan
petani sawah serta perkebunan skala kecil .
Sedangkan, Sistem Kasta atau
Warna di Bali disinyalir mulai diterapkan ketika masa pemerintahan penjajahan
Belanda mulai memasuki Pulau Bali , istilah kasta sendiri berasal dari kata ” Kastu” yang artinya tingkatan yang ada
dan melekat pada diri tiap orang berdasarkan pekerjaan mereka , Dalam sistem
pelapisan masyarakatnya, sistem kasta memiliki beberapa kesamaan
dengan sistem pelapisan masyarakat berdasar wangsa yakni sama-sama terdiri dari
empat tingkatan kelas dan memiliki nama kelas yang sama , diantaranya :
1. Kasta atau Warna Brahmana yang
pekerjaannya sebagai Pemimpin, contoh nyatanya ada pada Gubernur Bali periode
sekarang yakni Bapak I Made Mangku Pastika yang berasal dari wangsa Sudra,
ketika Ia ada di rumah dan tidak memakai atribut kedinasan , tetangga di
sekitar rumahnya akan berperilaku biasa saja dengan Pak Pastika dikarenakan
dianggap memiliki tingkatan kasta yang sama dengan tetangganya, dan bahasa
harian yang digunakan di lingkungan tempat tinggal akan lebih menjurus ke
penggunaan bahasa Bali Ngasor ( tingkatan bahasa Bali Paling Bawah ) yang
cenderung digunakan untuk bercengkrama dengan orang biasa . Tetapi ketika Pak
Pastika sudah mengenakan atribut kedinasan, Kastanya secara otomatis akan
berubah ke tingkatan Brahmana dikarenakan di lingkungan pemerintahan Ia akan
berperan sebagai pemimpin yang harus mengayomi rakyat Bali, di waktu Ia berada
pada level Brahmana, seluruh masyarakat dan tetangganya akan segan terhadap
dirinya dan menghormati beliau karena Ia sekarang sedang berperan menjadi
seorang Brahmana atau Seorang Pemimpin. Tidak terkecuali para bawahannya yang
semisal bisa saja berasal dari golongan Ksatria, ketika berada di lingkungan
pemerintahan mereka harus menghormati Pak Pastika karena memiliki status paling
utama dalam tingkatan kasta Bali, tetapi ketika telah sampai di rumah bisa saja
hal yang sebaliknya terjadi, yaitu justru Pak Pastika-lah yang akan berbalik
menghormati bawahannya dikarenakan ketika sudah berada dilingkungan rumah, semua
atribut kedinasannya telah di copot dan Ia kembali ke golongan wangsa Sudra
yang kedudukannya lebih rendah dari wangsa Ksatria .
2.
Kasta
atau Warna Ksatria yang pekerjaannya berada di sektor Pemerintahan tetapi
memiliki jabatan di bawah Pemimpin ( atasan) atau yang biasa kita kenal dengan
pegawai biasa atau pegawai rendahan , Semua orang di Bali memiliki kesempatan
atau peluang yang sama untuk menduduki kasta ini di waktu-waktu tertentu saja
atau dalam istilah lain biasa disebut ketika
mereka masih berada di lingkungan kedinasan , diluar itu mereka akan kembali ke
kastanya semula . Untuk menduduki kasta ini, biasanya orang-orang akan
saling bersaing ketat di dalam memajukan ilmu pengetahuannya agar bisa
berpeluang besar untuk menduduki kasta yang satu ini . Contohnya, Semisal Suatu
hari Pak Komang yang berasal dari kasta Sudra ingin menduduki jabatan sebagai
Pegawai negeri di Dinas Pariwisata Kabupaten Ubud, untuk mendapatkan jabatan
itu Ia harus bersaing dengan ratusan kompetitor lain yang ingin menduduki
jabatan yang sama, Hingga di waktu hari pengumuman penerimaan pegawai, ternyata
nama Pak Komang dinyatakan lolos dan memenuhi standar kriteria menjadi pegawai
di Dinas Pariwisata Kabupaten Ubud. Setelah dinyatakan lolos, pada hari itu
juga secara otomatis status kasta Pak Komang yang berasal dari golongan Sudra
kini sudah meningkat ke golongan Ksatria dikarenakan usahanya yang gigih untuk
memperoleh jabatan sebagai pegawai di dinas pariwisata yang derajatnya
disamakan dengan Kasta Ksatria .
3. Kasta atau Warna Waisya yang pekerjaannya
berada di sektor perdagangan dan jasa, untuk memperoleh kasta ini, semua orang dari
berbagai golongan wangsa memiliki peluang yang sama untuk bertengger pada
kategori kasta yang satu ini, Semisal suatu hari Pak Nengah yang berasal dari
wangsa Sudra berkeinginan untuk menjadi pedagang yang sukses dikarenakan Ia
sudah bosan hidup menjadi petani miskin yang hidup susah dan melarat , untuk
mewujudkan mimpinya itu Pak Nengah bekerjasama dengan salah seorang Pengrajin
Perak asal desa Celug untuk membuka cabang usaha di daerah tempat tinggal Pak
Nengah yang sangat berpotensi besar untuk menjual berbagai jenis cenderamata
berbahan dasar perak dikarenakan banyak turis yang selalu datang ke desanya
tetapi belum ada satupun Sentra Penjual Oleh-oleh disana. Ternyata setelah
idenya tersebut ditawarkan, si Pengrajin perak dari Celug tersebut tertarik
dengan usulan Pak Nengah dan memutuskan untuk membuka cabang cenderamata perak
dibekas lahan sawah Pak Nengah yang kini sudah berubah fungsinya sebagai Toko
Art Gallery perhiasan Perak. Ternyata setelah diresmikan, Banyak turis lokal
dan asing yang mampir ke Toko Art Gallery Perak milik Pak Nengah untuk membeli
oleh-oleh perhiasan untuk keluarganya di daerah atau negara lain. Sekarang
,Karena usahanya yang gigih, kehidupan Pak Nengah yang berasal dari wangsa
sudra bisa dikatakan sudah jauh lebih membaik dikarenakan Ia telah mengalami
peningkatan kasta , ke dalam golongan kasta waisya melalui usaha perdagangan
cenderamata perhiasan perak yang sukses
.
4. Kasta atau warna Sudra yang pekerjaannya
berada di sektor pekerja kasar semacam buruh harian dan petani skala kecil ,
untuk memperoleh kasta ini, semua orang dari berbagai golongan wangsa memiliki
peluang yang sama untuk bertengger pada kategori kasta yang satu ini, tidak
terkecuali mereka yang berasal dari golongan wangsa kelas atas . Semisal suatu
hari Pak I Gusti Bagus Wedyatama yang berasal dari wangsa Wesya mengalami
masalah yang besar dalam hidupnya akibat uang warisan yang Ia dapatkan dari
Ayahnya, habis total dikarenakan untuk membayari gaji ratusan karyawan di
pabrik tekstilnya yang terpaksa di PHK akibat peristiwa krisis moneter
1998, Setelah peristiwa itu terjadi,
kehidupan keluarga Pak Bagus berubah secara drastis akibat kini keluarganya
sudah jatuh miskin dikarenakan kebangkrutan usaha tekstilnya, untuk menyambung
hidup keluarga, Pak Bagus rela bekerja sebagai petani skala kecil yang bertugas
membajak sawah guna mendapatkan upah harian yang bisa Ia manfaatkan untuk
memberi makan kedua anaknya dan seorang istrinya yang kini juga telah hidup
sengsara walaupun mereka masih berstatus sebagai wangsa Wesya . Jika dilihat
dari fenomena yang dialami pak Bagus , kita dapat memetik kesimpulan bahwa
profesi atau kasta yang dimiliki pak bagus telah berubah dari yang tadinya
berprofesi sebagai pengusaha tekstil sukses ( kasta Wesya) berubah menjadi
seorang petani miskin akibat mengalami kebangkrutan ( Kasta Sudra ), tetapi
untuk hal status wangsa, wangsa keluarga Pak Bags tetap bertengger di wangsa
keluarga Ksatria dikarenakan garis keturunanlah yang menakdirkan demikian.
NB :
- Stratifikasi
berdasarkan Wangsa : tidak bisa diubah berdasarkan pekerjaan dan kekayaan
dikarenakan sudah ditentukan berdasarkan garis keturunan keluarganya.
- Stratifikasi
berdasarkan kasta : bisa berubah berdasarkan pekerjaannya dan bisa terjadi
perubahan pada semua kelas wangsa yang ada.
No comments:
Post a Comment