Friday, December 13, 2013

SOEKARNO-SOEKARNO DALAM DUNIA PERFILMAN DAN PERIKLANAN


FILM-FILM DAN IKLAN-IKLAN YANG MENAMPILKAN SOSOK SOEKARNO ( DIPERANKAN OLEH AKTOR TERSOHOR DARI DALAM DAN LUAR NEGERI YANG MEMILIKI KEPINTARAN AKTING YANG MUMPUNI ) 

1. MENJADI SOEKARNO ALA ALM. UMAR KAYAM ( dalam film G-30 SPKI )






JAKARTA, RIMANEWS - Untuk memerankan Presiden Soekarno pada film Pengkhianatan G 30 S/PKI, Umar Kayam rela dibotaki. Kayam digunduli agar terlihat mirip dengan Soekarno.

Kendati demikian, ia tidak jera untuk melakonkan tokoh yang sama. "Asal diberi waktu mempersiapkan diri," ujar Kayam dalam artikel Pengkhianatan Bersejarah dan Berdarah di Majalah TEMPO edisi 7 April 1984.
Pengkhianatan G30S-PKI merupakan film propaganda yang dirilis pada 1984. Film ini merupakan versi rezim Orde Baru terhadap peristiwa 30 September 1965 dan 1 Oktober 1965 di Jakarta. Peristiwa itu berbuntut pada tumbangnya Soekarno yang digantikan rezim Soeharto.
Saat syuting film itu, Kayam bisa tidur di ranjang Soekarno di Istana Bogor dan naik jipnya. ”Edannya, para pelayan di Istana Bogor sungguh menganggap saya Bung Karno,” ujar Kayam dalam suatu wawancara dengan Tempo.
Kayam, banyak teman yang memanggilnya Uka, sebenarnya bukan bintang film. Dosen sosiologi sastra Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada ini lebih dikenal sebagai seniman. Orang sering mendapatinya sedang bersepeda di kampus, atau bergurau seru di warung kopi.
Kayam memiliki pandangan yang berseberangan dengan Soekarno soal film. Ketika menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Radio, Televisi, Film Departemen Penerangan (1966-1969), Kayam membolehkan kembali film Barat masuk ke Indonesia. Sebelumnya, Soekarno sempat melarang film Barat masuk ke Indonesia.
Selain dikenal sebagai sastrawan, Kayam juga menulis skenario film. Jalur Penang dan Bulu- Bulu Cendrawasih, yang difilmkan pada 1978, adalah buah penanya. Kolumnis ini rajin menulis di berbagai media massa. Tulisannya berbau renungan, tetapi tidak hendak mengajak berpikir berat.
Kayam lahir di Ngawi, Jawa Timur, pada 30 April 1932. Ia mengembuskan napas terakhirnya pada 16 Maret 2002. [tmp]


2. MENJADI SOEKARNO ALA MIKE EMPERIO ( dalam film living dangerously ) 


<!--smart_paging_autop_filter--><!--smart_paging_filter--><p><b>MIKE EMPERIO – <em>THE YEAR OF LIVING DANGEROUSLY</em> (1982)</b></p>
<p>Salah satu kemunculan paling awal tokoh Presiden Soekarno di film fiksi ternyata ada dalam sebuah film <b>produksi kolaborasi Australia dan Hollywood</b>. <em>The Year of Living Dangerously</em> karya <b>Peter Weir</b> ini mengisahkan tentang seorang wartawan Australia yang ditugaskan meliput di Jakarta ketika terjadi gejolak politik di Indonesia tahun 1965. Tokoh Soekarno yang menjabat Presiden RI pada era tersebut dimainkan oleh aktor asal Filipina, Mike Emperio, yang hanya muncul sebentar dalam dua adegan tanpa dialog.</p>
<p>Kenapa Filipina? Karena kontennya yang sensitif kala itu, film ini tidak diizinkan syuting langsung di Indonesia, sehingga akhirnya syuting pindah ke Manila, Filipina, termasuk meng-<em>casting</em> aktor-aktor setempat sebagai orang Indonesia. Film ini turut dibintangi <b>Mel Gibson</b>, <b>Sigourney Weaver</b>, dan aktris <b>Linda Hunt</b> yang memperoleh <b>Piala Oscar</b> untuk perannya sebagai seorang pria di film ini.</p>

Salah satu kemunculan paling awal tokoh Presiden Soekarno di film fiksi ternyata ada dalam sebuah film produksi kolaborasi Australia dan Hollywood. The Year of Living Dangerously karya Peter Weir ini mengisahkan tentang seorang wartawan Australia yang ditugaskan meliput di Jakarta ketika terjadi gejolak politik di Indonesia tahun 1965. Tokoh Soekarno yang menjabat Presiden RI pada era tersebut dimainkan oleh aktor asal Filipina, Mike Emperio, yang hanya muncul sebentar dalam dua adegan tanpa dialog.

Kenapa Filipina? Karena kontennya yang sensitif kala itu, film ini tidak diizinkan syuting langsung di Indonesia, sehingga akhirnya syuting pindah ke Manila, Filipina, termasuk meng-casting aktor-aktor setempat sebagai orang Indonesia. Film ini turut dibintangi Mel Gibson, Sigourney Weaver, dan aktris Linda Hunt yang memperoleh Piala Oscar untuk perannya sebagai seorang pria di film ini.

3. MENJADI SOEKARNO ALA MARTIN SCHWAB ( dalam film soekarno Blue ) 




Semi-biographical narrative in which the protagonist director Hans Hylkema, goes in search of the historic past of the former Indonesian president Sukarno. In the archives of the Theatre Institute in Amsterdam, Hylkema finds a film in which President Sukarno stars in a play he wrote himself, performed in the Tropical Institute. Incredulity is the reaction, because officially the president has never been to Holland. This is followed by a reconstruction of the best kept secret of Soestdijk Palace: the secret visit by Sukarno to Queen Juliana in the spring of 1949. In the form of a documentary, historical archive footage and fictional material are used to frame the find of Sukarno's play. The story of a charismatic leader who loved his country, people, women, art and above all himself.


4. MENJADI SOEKARNO ALA SOULTAN SALADIN ( dalam film GIE )




Perannya dalam memerankan Soekarno tua sangatlah apik ..sampai-sampai Ia rela menggundul rambutnya hanya untuk memainkan bagian adegan akhir-akhir kejatuhan bung Karno .........dalam film GIE 


5. MENJADI SOEKARNO ALA RAHMAT KARTOLO 


Seorang seniman Jawa Timur yang pernah memainkan tetater tentang biografi Soekarno  

6. MENJADI SOEKARNO ALA EDY SUD 


FILM SOEKARNO-NYA TIDAK BEREDAR TAPI SUDAH SELESAI SYUTING ( sayang disayang )



7. MENJADI SOEKARNO ALA DONNY DAMARA ( dalam film tjinta fatma ) 




Tak banyak orang yang mengetahui latar belakang percintaan Bung Karno dan Fatmawati di Bengkulu. Mungkin hal itu yang memberi inspirasi pada Guruh Soekarno Putra, untuk memfilmkan kisah cinta kedua orang tuanya itu dalam sebuah film TV berjudul TJINTA FATMA. Tentang awal berseminya cinta mereka, seperti dituturkan Bung Karno dalam otobiografinya, terjadi saat mereka berjalan-jalan pada sore hari. Bertanyalah Fatma kepada Bung Karno, "Jenis perempuan mana yang Bapak sukai?"


Bung Karno memandang gadis desa putra tokoh Muhammadiyah berbaju kurung merah dan berkerudung kuning itu, seraya menjawab, "Saya menyukai perempuan dengan keasliannya. Bukan wanita modern pakai rok pendek, baju ketat dan gincu bibir yang menyilaukan."


8. MENJADI SOEKARNO ALA ANJASMARA ( Dalam teater Dharma Gita Maha Guru )




UNTUK ketiga kalinya Anjasmara memerankan tokoh karismatik Ir Soekarno. Ada beberapa adegan dan dialog yang membuatnya merinding. Pertunjukan teater Dharma Gita Maha Guru yang berlangsung 13 Juli-15 Juli lalu di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, menyisakan pujian. Mengangkat kisah Presiden pertama Republik Indonesia, Ir Soekarno, dari lahir hingga wafat, tiketnya sold out.

Kesuksesan pertunjukan yang disutradarai Rahmawati Soekarnoputri, anak Soekarno, tidak lepas dari penampilan Anjasmara (36) yang ciamik. Tidak hanya wajah Anjas yang mirip Bung Karno,  bahasa tubuhnya juga. “Banyak yang menilai wajah saya mirip Bung Karno. Apalagi kalau saya memakai busana khas Bung Karno,” ucap Anjas di rumahnya yang asri dan klasik, Kamis (19/7) lalu.
Sejatinya, Anjas sudah 3 kali memerankan Bung Karno. Yang pertama untuk serial FTV, kedua teater, dan ketiga di Dharma Gita Maha Guru. Kali pertama memerankan tokoh Bung Karno, Anjas grogi. Dia bertemu Bung Karno dalam mimpi. “Saya mimpi bertemu beliau. Dalam mimpi, saya membawa tas Bung Karno hingga ke dalam kamarnya. Begitu juga saat saya memerankan Bung Karno di sebuah pertunjukan teater. Padahal di pertunjukan teater itu saya memerankan Bung Karno tanpa dialog. Saya yakin dipercaya memerankan tokoh Bung Karno tidak hanya karena saya mirip beliau, tapi juga ada pertimbangan profesional lainnya,” jelas Anjas.
Akan tetapi suami Dian Nitami ini merasa belum maksimal memerankan Bung Karno. Maka, ketika Rahmawati Soekarnoputri, yang juga ibu tiri  Anjas, memintanya kembali memerankan Bung Karno,  dia menyetujuinya. Awalnya bukan Anjas pemerannya. Tapi entah kenapa, sebulan sebelum pertunjukan ada pergantian pemain. “Saya memerankan tokoh Bung Karno bukan karena dekat dengan Bu Rahmawati. Ini murni profesional,” ucapnya.
Pertimbangan lain Anjas menerima tawaran itu, karena miris tidak ada lagi tokoh bangsa ini yang sehebat Bung Karno, idolanya. “Dengan adanya pertunjukan itu, kami mencoba mengingatkan masyarakat bahwa kita pernah memiliki tokoh, pahlawan dan, pendiri bangsa ini yang luar  biasa hebat dan diakui dunia,” ucap Anjas.

9. MENJADI SOEKARNO ALA IMAM WIBOWO ( dalam film Soegija dan Ruma Maida ) 
Sosoknya begitu lekat dengan dunia radio indonesia. Selama 13 tahun telah ia jalani sebagai penyiar sekaligus program director di beberapa stasiun radio. Komunikasi memang menjadi passion-nya, walaupun dahulu jalur akademik membawa dirinya kepada bidang lain, yakni ekonomi. Suaranya yang berwibawa mengantarkan Imam mengemban peran besar, yakni sebagai sang proklamator, Soekarno, dalam film Ruma Maida dan  Soegija .

10. MENJADI SOEKARNO ALA ARIO BAYU ( Dalam film Soekarno : Indonesia Merdeka )
Film Sukarno 22
Film Sukarno 23
Film Sukarno 6
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mendapatkan peran sebagai Soekarno dalam film besutan Hanung Bramantyo merupakan tantangan bagi Ario Bayu. Aktor kelahiran 6 Februari 1985 ini sebelumnya sempat ragu untuk mengambil peran ini. 



"Sedikit mau menolak, agak nggak PD (percaya diri) saat ditawarin," kata dia usai pemutaran film Soekarno, Selasa (10/12) malam di Jakarta.  
Setelah melalui banyak pertimbangan, Ario akhirnya memutuskan menerima tantangan tersebut.
"Mendalami karakter itu ada metodenya, ada rumusan yang harus diikuti," ujarnya.

Selain soal rumusan, sebut Ario, yang lebih utama adalah bagaimana seorang pemain fokus mendalami karakter dan memerankannya sesuai keinginan sutradara. 

Film Soekarno akan tayang mulai hari ini, Rabu (11/12). Sadar akan memerankan salah satu tokoh penting di Indonesia juga dunia, Ario kemudian memperdalam karakternya dengan membaca banyak buku juga video tentang Soekarno. 


11. MENJADI SOEKARNO ALA BAIM WONG ( Dalam Film Ketika Bung di Ende ) 





TRIBUNNEWS.COM, ENDE - Film tentang kisah perjuangan Bung Karno berjudul Ketika Bung di Ende, dibuat di Ende sejak September 2013. Film tersebut didukung oleh artis dan aktor papan atas, yakni Baim Wong, yang membawa peran sebagai Soekarno dan Paramita Rusady sebagai ibu Inggit Garnasih.

Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Prof. Dr. Endang Sukarwati, mengatakan salah satu kegiatan Direktorat Pembinaan Kesenian Dan Perfilman pada tahun 2013, adalah memfasilitasi Produksi Film Soekarno.
Kegiatan fasilitasi produksi film Soekarno dilakukan untuk memproduksi film cerita berkualitas yang mengandung nilai budaya, kearifan lokal dan pembangunan karakter bangsa sebagai alat pembentukan jati diri bagi generasi muda.
Pemilihan tema cerita perihal Presiden Indonesia pertama tersebut dirasakan sangat tepat, mengingat beliau merupakan figur bapak bangsa yang memegang teguh budaya lokal. Pribadinya mencerminkan kearifan lokal, berkarakter dan berjiwa kebangsaan.
Pemilihan sosok Soekarno sebagai tema pembuatan film cerita sangat relevan dalam konteks saat ini. Karena baik disadari atau tidak, rasa kebangsaan dan cinta tanah air pada generasi muda saat ini semakin memudar. Oleh karena itu, melalui film Soekarno ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan dan memperkuat rasa kebangsaan di kalangan generasi muda.
Eksekutif produser, Egy Massadiah, dalam keterangan pers kepada wartawan di Ende, Jumat (11/10/2013), mengatakan, sebagai rangkaian dalam proses Fasilitasi Produksi Film Soekarno, saat ini telah memasuki tahapan produksi dengan mengambil setting di Ende, sejak 1 September sampai dengan 23 Oktober 2013.
Film ini, berkisah tentang serpihan-serpihan peristiwa dari sebuah fase penting dalam tarik panjang perjuangan Soekarno, founding father Indonesia. Ruang dan waktu pengisahan berlangsung sekitar 1934-1938 di Ende, Flores, NTT. Empat tahun di pengasingan yang jauh dari habitus politiknya, membuat Soekarno mengalami keterasingan eksistensial paling parah di sepanjang hidupnya.
Jauh sebelum kedatangan Soekarno, pemerintah kolonial Belanda telah melakukan propaganda bahwa laki-laki yang akan tiba di kampung Ambugaga, Ende, adalah seorang ekstrimis anti-kolonial yang sangat berbahaya.
Kiprah dan sepak terjangnya dalam organisasi politik, adalah ancaman laten. Demikian propaganda pemerintah kolonial yang dilancarkan ketika itu.
Namun, di tengah keterasingan secara sosial-politik, Soekarno bukannya menjadi tak berdaya, namun menemukan kekuatan baru dalam melawan kolonialisme dan imperialisme.
Di Ende, di bawah pohon Sukun di pinggir pantai, Soekarno merumuskan jati diri bangsa Indonesia, yang kelak kemudian dikenal sebagai Pancasila, dasar Negara Republik Indonesia. Di Ende pula, Soekarno melakukan perlawanan dengan membentuk kelompok tonil yang mementaskan kisah perjuangan dan ramalan kejayaan Indonesia, sebutlah karyanya yang berjudul Doktor Setan dan 1945.
Aktivitas Soekarno yang menonjol selama pengasingan di Ende adalah usahanya untuk mendalami ajaran Islam. Pemahaman Soekarno tentang ajaran Islam semakin tajam terutama setelah ia menjalin korespondensi dengan T.A. Hasan, seorang ulama pemimpin Persatuan Islam (Persis).
Surat menyurat di antara keduanya, berisi dialog bernas mengenai ajaran Islam. Islam Is Progress, kata Soekarno dalam salah satu suratnya. Islam dipandang Soekarno sebagai alat perjuangan yang ampuh untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Islam itu hakikatnya kemajuan, karena itu umat Islam harus menyongsong masa depan dengan "api Islam

yang menyala-nyala".

Berdasarkan tema cerita yang akan diangkat dalam FilmSoekarno tersebut, maka Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai harapan besar, bahwa film ini dapat meningkatkan pemahaman generasi muda untuk belajar mengenai makna kebangsaan, persatuan dan kesatuan melalui peneladanan terhadap jiwa, sosok, dan pemikiran serta aktivitas Soekarno sebagai manusia biasa.
Film Soekarno ini tidak akan mungkin mampu mewujudkan tujuan tersebut, apabila tidak didukung oleh berbagai pihak, di antaranya segenap keluarga besar Soekarno, yang dibuktikan dengan kehadiran Ibu Sukmawati Soekarno Putri dan Toto Suryawan Soekarno Putra, yang merupakan putra-putri Soekarno.
Mereka datang dan melihat secara langsung syuting film Soekarno. Dukungan juga diberikan Tito Asmarahadi selaku perwakilan Yayasan Inggit Garnasih, Peter A. Rohi selaku perwakilan Soekarno Institute, dan Rosodaras yang hadir selama proses produksi, menjadi Pengawas Film, yang berfungsi memastikan film dibuat sesuai dengan fakta dan data sejarah yang akurat dan valid.
Yang menjadi pelaksana produksi Film Soekarno ini, adalah PT Cahaya Kristal Media Utama, dengan eksekutif produser adalah Egy Massadiah, Produser Catur Puja Sulistyawan, Sutradara Viva Westi, director of photography Rachmat 'ipung' Syaiful dan art director Alan Sebastian.
Penulis naskah Tubagus Deddy. Pemeran Soekarno Baim (Ibrahim) Wong, Paramitha Rusandy sebagai Inggit Garnasih, dan Tio Pakusodewo sebagai Paradja.
Dalam siaran persnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik dan PT. Cahaya Kristal Media Utama, mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya atas dukungan penuh yang diberikan Pemerintah Kabupaten Ende, Pemerintah

Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kapolrles Ende, Kapolda Nusa Tenggara Timur dan seluruh masyarakat Ende atas partisipasinya dalam pembuatan film Soekarno.

12. MENJADI SOEKARNO ALA TIO PAKUSADEWO ( Dalam film 9 reason's ) ...




KITA TUNGGU SAJA FILMNYA.........


IKLAN SOEKARNO 






No comments:

Post a Comment