Friday, October 4, 2013

GRIYA RAJA GULA

Menengok Rumah Raja Gula di Semarang

Oleh : Rhobi Shani


Rumah peninggalan Oei Tiong Ham di Jalan Kyai Saleh Semarang. (Jaringnews/Rhobi Shani)


Pemerintah Indonesia pada tahun 1964, melalui proses persidangan di Pengadilan Ekonomi Semarang menyita seluruh aset milik Oei Tiong Ham.
SEMARANG, Jaringnews.com – Tak banyak yang tahu rumah kuno bergaya Indies di Jalan Kayi Saleh, Semarang, adalah rumah peninggalan Raja Gula. Julukan Raja Gula disematkan pada Oei Tiong Ham lantaran dia konglomerat pemilik perusahaan pabrik gula terbesar di Indonesia pada awal abad 20. Oei Tiong Ham adalah pemilik perusahaan Oei Tiong Ham Concern dan NV Kian Gwam.
Saat Jaringnews.com menyambangi rumah tersebut bersama tiga personel Srimulat, Kadir, Doyok, dan Tessy pada suatu sore, puluhan anak-anak usia sekolah dasar tengah asyik berlatih tari balet di salah satu ruang rumah megah tersebut. Di bagian dalam rumah bagian depan, di sisi kanan dan kiri dinding terdapat lukisan kuna lengkap dengan furnitur meja bergaya Eropa di bawah lukisan yang menempel di dinding itu.
Mangga, mampir rumah saya,” canda Doyok mengajak rombongan memasuki ruang berukuran lebih dari 4x6 meter. Oleh pemandu kunjungan sore itu, ruang tersebut dahulunya merupakan kamar tidur Oei Tiong Ham.
“Ini kalau bertengkar dengan istrinya aman, karena tidak pernah bertemu. Suaminya di sini isitrinya di sana, kalau bertengkar tidak ada tetangga yang mendengar,” celetuk Kadir sembari menunjuk ruangan lain di dalam rumah tersebut. Dimana jarak antar ruang kamar lebih dari 10 meter dipisahkan tembok tebal.
Dari dalam, rombongan menyusuri bagian samping belakang rumah. Di sisi kiri belakang rumah utama, terdapat paviliun berderet. Pavilun tersebut merupakan dapur dan kamar para pembantu keluarga Oei Tiong Ham yang berjumlah puluhan. Mulai dari juru masak, penjaga rumah, hingga tukang kebun.
Khusus untuk mengurus rumah, Oei Tiong Ham mempekerjakan 40 orang. Mereka dikepalai oleh seorang koordinator yang disebut Mayordomo. Pada malam hari, rumah dijaga empat orang negro dari Afrika. Sedangkan taman dan kebun diserahkan kepada 50 orang pekerja, di bawah kendali seorang ahli tanaman dari Sumatera.
Rumah yang pernah digunakan oleh Kodam Diponegoro dan diberi nama Balai Prajurit itu berbentuk simetris. Sisi bangunan kanan dan kiri rumah berukuran dan berbentuk sama persis. Jika sisi kiri belakang merupakan dapur dan kamar juru masak, di sisi kanan belakang rumah terdapat kamar mandi pribadi Oei Tiong Ham.
Hingga saat ini, kamar mandi tersebut masih menyerupai bentuk aslinya. Di dalam ruangan berukuran 4x6 meter tersebut terdapat dua kolam. Satu kolam besar dan kolam kecil lengkap dengan hiasan marmer Eropa. Serta terdapat seperangkat meja kursi di samping kolam.
“Kamar tidurnya di sana, kamar mandinya di sini. Ini kalau kebelet pipis bagaimana,” canda Tessy disambut kelakar tawa rombongan. Ya, jarak kamar tidur utama dengan kamar mandi lebih dari 25 meter.
Seperti yang ditulis Benny G. Setiono dalam “Tionghoa dalam Pusaran Politik”, pemerintah Indonesia pada tahun 1964, melalui proses persidangan di Pengadilan Ekonomi Semarang menyita seluruh aset milik Oei Tiong Ham. Raja Gula tersebut dituduh telah melakukan pelanggaran dalam peraturan mengenai valuta asing oleh perusahaan miliknya.
Aset-aset pribadi milik keturunan Oei Tiong Ham juga disita, termasuk rumah mewah di kawasan Gergaji (kini Jalan Kyai Saleh) yang dulu ditempati oleh Oei Tiong Ham dan keluarganya. Pasca penyitaan, rumah tersebut telah beberapa kali berpindah tangan.
Kini, bangunan dan tanah seluas 8.000 meter persegi yang masih tersisa telah dibeli seorang pengusaha Semarang. Dia melakukan renovasi dan alih fungsi, namun tetap mempertahankan bentuk asli bangunan.


No comments:

Post a Comment