Thursday, December 17, 2015

KAMPUNG DOLANAN : BERTAHAN DI TENGAH GEMPURAN MODERNISASI MAINAN ANAK

  

Hari ini di acara Ala Indonesia TV One, Saya menyaksikan tayangan yang cukup menarik untuk dibagikan kisahnya kepada kenang dan denok semua..mengapa Saya bilang menarik ? karena pada kesempatan kali ini, Saya ingin berbicara mengenai eksistensi kampung dolanan tradisional di Desa Pandes Yogyakarta, yang masih bisa bertahan di tengah arus modernisasi model mainan era kekinian yang bernuansa "kegadget-gadgetan" .
Kampung Dolanan Pandes berdiri pasca peristiwa gempa Yogya pada tahun 2006 lalu, pendirian kampung dolanan ini pada awalnya bertujuan sebagai program "trauma healing" atau penyembuhan trauma psikologis bagi anak-anakkorban gempa yang masih berusia dini . Di Kampung ini, Para pengunjung sekan-akan diajak kembali ke dekade 50-an atau di era dimana mainan tradisional bernuansa kejawa-jawaan masih terlihat ngehits di kota yang berjuluk Kota Pelajar ini...Bagaimana tidak terkenang masa lalu? ketika masuk ke desa ini, para pengunjung akan disuguhkan dengan akitivitas sebagian penduduk desanya yang berprofesi sebagai pembuat mainan tradisonal, Seperti halnya Mbah Atemo Wiyono dan Mbah Suradi yang tetap setia membuat beraneka macam mainan tradisional yang terkesan unik, antik, dan ngangeni bagi para penikmatnya...mulai dari mainan yang bernama wayang obrong yang terbuat dari kertas kalender bekas, kithiran kayu, hingga othok-othok beraneka warna selalu mereka buat dengan ikhlas hati tanpa mempedulikan kemajuan teknologi mainan terbarukan di era kekinian....pokoknya bagi mereka berdua, eksistensi mainan tradisonal memang harus tetap diuri-uri atau dilestarikan agar tidak pubah tergempur kemajuan mainan modern zaman sekarang

Mbah Atemo sedang membuat kithiran kayunya yan fenomenal...

Mbah Suradi dan hasil karya Wayang obrong-nya yang terkenal

Oh ya..di kampung dolanan Pandes, pengunjung juga dapat mengetahui cara pembuatan mainan secara langsung di rumah para pembuatnya, bahkan kalau sedang beruntung kita dapat belajar langsung mebuat mainan tradisional tersebut dari para maestro pembuat mainan tradisonal...seperti halnya kemahiran bapak Suradi yang sangat pandai dan sangat berpengalaman didalam pembuatan wayang obrong dari kertas kalender. Selama pengerjaannya, beliau tidak membutuhkan sketsa wayang yang digambar pada kertas terlebih dahulu, melainkan beliau langsung mengunting secara langsung dari kertas kalender dikarenakan ia sudah hafal diluar kepala bentuk pola tubuh dari para wayang khas Jawa..wah sungguh hebat bukan????


Lain halnya dengan kisah Mbah Atemo yang pandai membuat kithiran kayu dari limbah bambu yang ia peroleh dari teangganya. menurut keterangan beliau , dalam waktu 15 menit ...dirinya mampu menyelesaikan satu buah kitiran dengan bentuk yang sesempurna mungkin dan dapat berfungsi dengan baik, mungkin bakatnya tersebut sudah bawaan dari kecil ya...Kini Mbah Atemo sudah tidak bisa lagi menjajakan mainannya dengan berkeliling ke pasar-pasar tradisonal di sekitaran Yogya dikarenakan usianya yang semakin renta, melainkan metode membuka warung dolanan di depan rumahnya-lah yang kini dapat menjadi solusi bagi dirinya untuk bertahan hidup. 
Semoga sedikit kisah dari kampung dolanan diatas, dapat mensadarkan kita bahwa sesungguhnya eksistensi mainan tradisonal perlu diperthankan di tengah gempuran mainan gadget canggih yang membabi buta dan terkesan merenggut hak anak untuk bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya......... 

Anak-anak desa Pandes riang gembira bermain mainan tradisonal....



No comments:

Post a Comment