Sunday, December 20, 2015

KEJAYAAN WAYANG BETAWI DI ERA MODERNISASI IBUKOTA NEGERI

WAYANG BETAWI : DULU DISAYANG DAN KINI ENGKAU MULAI TERLUPAKAN 



Memang tragis melihat perkembangan kesenian tradisi di tanah nusantara tercinta, perlahan-lahan satu persatu budaya asli bangsa ini mulai tergerus dan tercerabut dari tanah perkembangannya sendiri akibat virus modernisasi luar negeri yang mewabah tanpa pandang bulu dan suku...tidak terkecuali dengan tanah Jakarta yang di era dulu kerap kita kenal sebagai daerah percampuran budaya akulturasi yang apik dan unik..seperti halnya kemunculan ikon budaya hiburan rakyat lenong betawi yang legendaris, gambang kromong yang mengalun merdu di setiap kampung, dan seni tanjidor yang berkumandang di acara hajatan khas betawi mulai menghilang dari peradaban kota metropolitan ini...Ternyata selain ketiga ikon budaya asli betawi di atas, Jakarta juga memiliki kesenian rakyat berupa wayang kulit dan golek Betawi, cukup janggal dan aneh rasanya..karena selama ini, Saya pribadi hanya mengenal bahwa perkembangan wayang di Indonesia itu hanya dapat kita temukan di tataran tanah Parahyangan (Sunda), Jawa, dan Bali..Tapi fakta berkata lain guys, ternyata perkembangan wayang di tanah Betawi sudah ada sejak jaman kolonial lho, hal itu Saya ketahui dari acara khasanah budaya negeri di Nusantara TV yang membahas secara terperinci mengenai eksistensi wayang betawi di ibukota negara kita tercinta ini...Menurut keterangan dari Bapak Surya Bonang (Maestro Dalang Wayang Kulit Betawi) dalam wawancara dengan tim dari Nusantara TV, mengatakan bahwa kehadiran wayang kulit Betawi tidak bisa dilepaskan dari kehadiran orang-orang perantau dari tanah Jawa di era kejayaan Batavia dulu.  Di awal kehadirannya, Wayang kulit yang ada di Batavia memang banyak dipengaruhi unsur kejawa-jawaan..Tetapi seiring dengan perkembangannya, wayang kulit Jawa yang berkembang di Jakarta ela kumpeni Belanda lama-kelamaan bertransformasi menjadi ikon baru berjuluk wayang kulit Betawi yang menggunakan bahasa Betawi sebagai bahasa pengantar cerita wayangnya, hal itu memang perlu dimaklumi, karena pada masa Batavia dulu, mayoritas penonton hiburan wayang Betawi memang kebanyakan berasal dari orang Betawi asli itu sendiri yang tidak paham dengan bahasa Jawa Krama dan lebih sering bercakap-cakap dengan bahasa Betawi atau Melayu Pasar...Sedangkan kalau dari segi ceritanya, wayang kulit Betawi selalu berkisah mengenai kehidupan masyarakat jakarta era itu (misalnya dahulu kala, pernah dipentaskan mengenai keberhasilan Si Pitung didalam mengusir Kumpeni dari tanah Jakarta), yang tentunya lebih cocok diceritakan kepada masyarakat pendukung kebudayaan Betawi, ketimbang harus bercerita mengenai kisah klasik wayang Jawa mengenai epos Mahabarata dan Ramayana yang belum tentu bisa dipahami dan diterima oleh masyarakat Jakarta dikarenakan alurnya yang terlalu berbelit-belit dan ragam tokoh pewayangannya yang terkesan asing di mata orang luar Jawa ... Oleh karenanya, ketika sampai di Betawi, Wayang Kulit Jawa bertransformasi menjadi Wayang kulit betawi yang bertutur mengenai kisah Betawi asli dengan diiringi musik Gambang Kromong khas Jakarta yang apik dan membawa kesan Betawi yang kental....
Menurut keterangan dari Bapak Surya Bonang, eksistensi wayang betawi mulai meredup kejayaannya seiring dengan berkembangnya teknologi televisi di era tahun 1990an yang memberikan hiburan alternatif baru kepada masyarakat era itu, kehadiran kisah telenovela hingga drama India bersambung mulai menggeser kehadiran wayang Betawi di kalangan masyarakat....Jika dahulu pada saat era kejayaan Wayang Betawi di tahun 70 hingga 80an, Di setiap bulannya, Bapak Surya dan tim selalu kebanjiran job pentas tiada henti , bahkan pernah dalam waktu 3 bulan , Beliau hanya diberi waktu istirahat 5 hari saja oleh si pemilik hajat guna melepas rindu dan bertemu dengan anak istri dirumah....Tetapi kini, nasib berkata lain, munculnya beragam alternatif hiburan khas perkotaan yang terkesan terbarukan dan bernuansa kekinian, perlahan mulai menggerus kejayaan wayang Betawi yang dulunya sangat disayang oleh masyarakat tetapi kini tinggal menjadi kenangan masa yang terlupakan...     



Selain kisah Bapak Surya sang maestro wayang kulit Betawi, Mas Blogger juga ingin berbagi kisah mengenai maestro Wayang golek Betawi yang nasibnya kini tak jauh berbeda dengan nasib Bapak Surya Bonang...Di Jakarta sendiri, selain diramaikan oleh khasanah perkembangan wayang kulit Betawi, ternyata kota ini juga memiliki kesenian wayang model lain berjuluk wayang golek Betawi yang tentunya cukup berbeda dengan eksistensi wayang golek dari tanah Sunda, Maestro wayang golek betawi ini bernama bapak Tizar Purbaya yang merupakan warga asli Betawi. menurut beliau, perkembangan wayang golek Betawi tidak bisa beliau lepaskan dari fenomena kerusuhan 1998, saat itu dirinya memang berprofesi sebagai spesialis pembuat wayang golek karakter modern, sebelum fenomena kerusuhan meletus, dirinya sempat mendapat banyak pesanan wayang karakter oleh wisatawan Inggris dan belanda untuk souvenir di negara mreka, Tetapi setelah semuanya jadi, Peristiwa kerusuhan menjadi heboh dan membuat seluruh pemesannya tadi menjadi pulang cepat-cepat ke negara asalnya, alhasil wayang pesanan mereka tak jadi dibeli dan diambil oleh para turis asing tersebut dikarenakan mereka semua telah hengkang dari tanah Jakarta...Melihat kondisi ini, Pak Tizar menjadi bingung dan gundah gulana.."mau diapakan wayang golek berwajah orang bule-bule asing ini, dijual ke orang lain paling juga tidak ada yang membeli dikarenakan bukan figur wayang golek dari tokoh terkenal dunia melainkan hanya wajah orang bule biasa yang memintanya secara khusus dibuatkan wayang diri mereka oleh Pak Tizar"....
  
 
Tetapi suatu hari, terlintas di pikiran beliau untuk memanfaatkan wayang-wayang golek berwajah bule ini untuk pementasan wayang golek dengan cerita khas Jakarta yang memang banyak memerlukan wayang berkarakter wajah bule seperti yang kini telah dibuatnya sebagai tokoh kompeni belanda dan anak-anak buahnya ...Maka terciptalah pementasan perdana wayang golek Betawi pada tahun tahun 2001 yang mengangkat kisah Si Manis Jembatan Ancol yang kebetulan disaksikan pula oleh Bapak Sutiyoso sebagai Gubernur Jakarta era itu..Al hasil kreasi wayang khas betawi ini semakin diminati oleh masyarakat dan ceritanya semakin beragam dan berkembang sesuai kemajuan jaman ( seperti halnya kisah Si Jampang, Pitung, Nyai Dasimah, Si Mandor Juki, Kolor Ijo, Samson Betawi dan lain-lainnya)....Dalam setiap pementasannya , wayang golek ini selalu diiringi musik gambang kromong pula dan tak lupa sang dalang mengenakan baju demang khas Kota jakarta.....Tetapi seiring kemajuan jaman, wayang golek betawi ini juga mulai dilupakan dan ditinggalkan peminatnya yang sudah berpindah ke hiburan alternatif lain (seperti musik barat, konser band luar negeri, dan budaya K-Pop) yang melegenda dan digandrungi di era modern , bahkan di tahun 2015 kemarin, disaat orang betawi lagi punya hajat HUT Jakarta dan Lebaran Betawi , Bapak Tizar tak menerima panggilan pentas satupun dari pihak pemkot maupun orang biasa..memang sungguh kejam kemajuan jaman ini..seni tradisi perlahan mulai menghilang seiring masuknya budaya asing ke tanah Nusantara....

SEKIAN DAN TERIMA KASIH.....
TETAP LESTARIKAN BUDAYA BANGSA 


No comments:

Post a Comment