Saturday, October 5, 2013

PANDANGAN HIDUP WARGA SUSUKAN UNGARAN


PANDANGAN HIDUP ORANG JAWA DI DESA SUSUKAN
KECAMATAN UNGARAN TIMUR, KABUPATEN SEMARANG
Oleh: Sae Panggalih 
( Mahasiswa UNNES Jurusan Sosiologi dan Antropologi )

Desa Susukan merupakan sebuah Desa di Kabupaten Semarang yang tergolong kedalam kategori Desa Maju atau yang biasa disebut juga sebagai Desa Swasembada, Hal itu dibuktikan dengan mata pencaharian masyarakatnya yang mulai beragam dan kondisi desanya yang sudah cukup modern dan dilengkapi dengan berbagai macam sarana dan prasarana yang lumayan lengkap dan memadai untuk memenuhi kehidupan warganya.   
 Tetapi walaupun desa ini sudah dikategorikan sebagai Desa Maju, Prinsip-prinsip kehidupan orang Jawa tradisional yang terwujud dalam bentuk pandangan hidup yang telah diwariskan oleh Leluhur Desa Susukan tetap menjadi  pegangan hidup bagi seluruh warga di Desa Susukan.
Dan berikut ini merupakan beberapa petuah pandangan hidup Leluhur orang Jawa di Desa Susukan yang masih dipegang teguh dan dipercaya kebenarannya oleh warga desa :
1.      Jasane leluhur  kuwi kayata godhong sulur , bakal dieling-eling sakdawane umur para panerus leluhur ( Jasa Pengorbanan yang telah dilalukan oleh para leluhur diibaratkan seperti daun sulur , akan selalu dingat oleh para generasi penerus di sepanjang usianya )
Hal itu mengisyaratkan bahwa di dalam perjalanan hidupnya, pantang hukumnya bagi warga desa Susukan untuk melupakan jasa dan pengorbanan yang telah dilakukan oleh para leluhur yang telah mengawali asal-mula berdirinya Desa Susukan. Dan menurut sepengetahuan dari penulis sendiri, warga desa Susukan ( baik yang masih tinggal di Desa maupun sudah hijrah ke luar kota ) masih sering menyempatkan dirinya untuk mengenang dan  menghormatri jasa-jasa para leluhur desa yang telah mendahuluinya dengan cara berkunjung ke makam mereka, misalnya berziarah ke makam Ki Mandung dan Nyi Mandung selaku pendiri Desa Susukan di waktu diadakannya acara Sadran Mandung yang diadakan pada setiap bulan Suro . Dengan diadakannya acara sadranan ini , dapat membuktikan bahwa ikatan batin antara para generasi muda dengan leluhur desa tetap dapat terjalin selama-lamanya dan sepanjang masa ( yang diibaratkan seperti daun sulur yang terus memanjang batangnya dari waktu ke waktu) .

2.      Ingkang ngecat Lombok kuwi duwe kekuwatan paling sampurna , sapa sing wani lelaku ala bakal digawe uripe sengsara nganti seda ( Tuhan itu adalah zat yang mempunyai kekuatan paling sempurna, barang siapa berani berlaku buruk terhadap perintah-Nya maka akan dibuat sengsara hidupnya hingga ajal tiba )
Pandangan hidup diatas merupakan penggambaran dari prinsip kehidupan yang telah dipegang sejak lama oleh sebagian besar warga desa Susukan. Konon pandangan hidup diatas sangat menggambarkan perilaku dari Ki Mandung dan Nyi Mandung selaku penyebar agama Islam di Dusun Susukan yang selalu mempercayai adanya hukum sebab akibat dari Sang Maha Pencipta alam Semesta, maksudnya adalah apabila orang selalu berbuat baik di alam dunia maka Tuhan juga akan memberikan kebaikan untuknya baik di Dunia maupun di alam Akhirat, Tetapi barang siapa berani berbuat perilaku yang sebaliknya, maka bersiaplah menerima murka Tuhan di sepanjang usianya . Dan sampai saat ini warga Desa Susukan masih mempercayai kebenaran dari petuah diatas yang mengajarkan kepada umat manusia bahwa kekuatan dari Tuhanlah yang paling sempurna dan janganlah berani kita mencoba untuk mengalahkan dan meremehkannya .

3.      Alam kuwi kudu dirawat supaya ora nimbulke mudharat nganggo makhluk sa’jagad ( Alam ini harus kita rawat supaya tidak menimbulkan kerugian untuk makhluk sedunia )
Pandangan hidup diatas merupakan salah satu prinsip pandangan hidup warga Desa Susukan yang berkaitan dengan cara menjaga kelestarian ekosistem alam agar tidak menimbulkan kerugian bagi Masyarakatnya. Dan salah satu bentuk aksi nyatanya tertuang dalam peraturan Sesepuh Desa Susukan yang sangat melarang dilakukannya kegitan pengrusakan hutan dan cagar alam yang terletak di Kawasan Cemara Sewu dan Hutan cagar alam Penggaron karena dikhawatirkan dapat mengganggu kehidupan makhluk yang tampak maupun yang tak tampak oleh mata, dan jika apabila hal itu tetap dilakukan, maka dipercaya orang yang melakukan akan menerima ganjaran dari Tuhan Sang Pencipta alam.
4.      Kahanan donya ora langgeng, mula aja ngegungake kesugihan lan drajat ira, awit samangsa ana wolak-waliking jaman ora ngisin-ngisini. (Keadaan dunia tidaklah abadi, maka jangan mengagungkan kekayaan dan derajat pangkat, sebab bila sewaktu-waktu terjadi zaman serba berbalik tidak menderita malu).
Petuah diatas, disinyalir merupakan petuah yang diajarkan oleh Ki Mandung kepada Para Santrinya di Pesantren Susukan yang Ia dirikan bersama istrinya. Dari konsep pandangan hidup diatas, Ki Mandung ingin mengajarkan kepada santrinya dan pada masyarakat Desa Susukan waktu itu bahwa janganlah kita sebagai umat manusia selalu membanggakan kenikmatan duniawi semata seperti nikmat kekayaan dan jabatan, hal itu dikarenakan ketika suatu hari Tuhan yang Maha Esa menghendaki untuk mengambil semua kenikmatan duniawi yang kita miliki dan merubah nasib hidup kita menjadi lebih miskin dari sekarang, Kita Sebagai umatnya sudah siap dan tidak merasa malu dengan kondisi yang telah berubah dikarenakan sikap rendah hati kita miliki sewaktu masih berlimpah kenikmatan dunia dahulu .

5.      Mumpung anom ngudiya laku utama. (Selagi muda berusahalah selalu berbuat baik)
Pandangan hidup diatas sangatlah berkaitan dengan kehidupan kawula muda di Desa Susukan yang selalu diajarkan untuk selalu berbuat baik kepada siapapun hingga kini . Petuah yang satu ini, disinyalir sudah ada di Desa Susukan ketika awal mula masuknya agama Islam di Desa Susukan, di waktu itu banyak pemuda dari luar Desa Susukan menempuh pendidikan agama di Pesantren yang didirikan oleh Ki Mandung. Dan seperti yang kita ketahui sendiri bahwa di dalam lingkungan pesantren, secara otomatis materi pembelajaran kehidupan tentang penerapan berperilaku baik akan selalu diajarkan kepada para santri muda yang diharapkan dapat berbuat sesuai dengan tuntunan akhlak Mahmudah ( berkonotasi ke hal yang baik ) dalam hidupnya .

6.      Sing sing tenanan bakal kelaksanan (Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil)
Pandangan hidup yang satu ini, mengajarkan kepada warga Desa Susukan untuk selalu berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan, karena siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkan keberhasilan seperti yang tertuang juga dalam konsep ajaran islam tentang prinsip ” Man Jadda Wajada”.   
ternyata prinsip pandangan hidup diatas masih ada kaitannya dengan Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Ki Mandung di Desa Susukan. Dahulu kala, ketika agama Islam ingin masuk ke wilayah Desa, Sebagian besar warga Susukan yang waktu itu mayoritas masih beragama Hindu, Animisme dan Dinamisme menolak keras masuknya agama Islam ke wilayahnya dikarenakan dianggap sebagai agama yang aneh . Tetapi berkat usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh Ki Mandung , pada akhirnya keberadaan agama Islam perlahan-lahan mulai bisa diterima oleh masyarakat Susukan yang pada awalnya sangat menentang keras kehadiran Islam dan masih mempercayai kekuatan agama lain selain Islam .

7.      Kabudayan kudu diuri-uri supoyo ora lali karo jati diri Negeri ( Kebudayaan itu harus dilestarikan supaya kita tidak lupa terhadp jati diri budaya bangsa )
Pandangan hidup diatas, sangatlah mengajarkan kepada warga Desa Susukan yang berasal dari berbagai golongan usia untuk selalu melestarikan budaya Lokal agar tidak mengalami kepunahan dan hilang dari wilayah Desa, karena apabila budaya lokal sudah hilang dari Desa Susukan maka dapat diibaratkan bahwa ” Desa Susukan sudah kehilangan jati dirinya ” dikarenakan sudah lupa pada akar budaya tradisi yang telah diwariskan oleh para Leluhur desa Susukan .
Tetapi untungnya, hingga kini masyarakat Desa belum kehilangan jati dirinya dikarenakan di waktu-waktu tertentu masih dilaksanakan kegiatan yang masih mengangkat tradisi budaya Lokal khas Desa Susukan sebagai acara utama, dan beberapa diantaranya adalah : 
o       Ziarah Sadran Mandung : kegiatan ziarah yang di lakukan ke makam Ki Mandung dan Nyi Mandung setiap Suronan .
o       Suronan : Acara Slametan yang digelar untuk menyambut bulan Suro.
o       Wayangan : Acara Pementasan Wayang Kulit yang biasanya digelar di waktu ada Upacara adat , Suronan dan Ulang Tahun Kabupaten Semarang .
o       Upacara Merti Dusun : Acara adat yang biasanya dilakukan pada awal tahun dengan cara mengelilingi desa Susukan untuk dilakukan ritual pembersihan desa untuk mengusir hawa negatif dari para makhluk gaib.
o       Padhusan : Biasanya dilakukan sehari sebelum memasuki bulan ramadhan di kawasan mata air dekat makam Nyi Mandung dan Ki Mandung sebagai simbol pembersihan diri sebelum menyambut bulan suci
o       Jathilan : Tari kuda kepang yang Biasanya digelar bersamaan dengan acara Merti Dusun.
o       Sedekah bumi : Biasanya diadakan di acara Haul Desa Susukan dan Ulang Tahun Kabupaten Semarang sebagai simbol ucapan syukur kepada Tuhan Pencipta alam atas berkah yang telah diberikan .
o       Bakdha Kupat atau Syawal : Merupakan Tradisi yang biasanya digelar oleh warga Susukan setelah hari ke tujuh hari raya Idul Fitri  atau setelah selesainya puasa Syawal sebagai simbol ungkapan berbagi rasa dengan cara membuat ketupan sebanyak-banyak untuk diberikan ke anggota keluarga maupun ke tetangga dekat.
o       Ngarak Gunungan : Kegiatan mengarak atau membawa berkeliling gunungan Lanang dan Wadhon untuk diperebutkan di Balai Desa Susukan yang dilakukan bersamaan dengan acara sadran Mandhung  .

8.      Marang tonggo kudu tulung-tinulung supoyo uripmu ora kepenthung ( Terhadap sesama anggota masyarakat atau tetangga haruslah saling tolong-menolong supaya hidup kita tidak sengsara di masyarakat ) .
Pandangan hidup diatas membawa pesan sosial bagi masyarakat di Desa Susukan untuk saling tolong-menolong terhadap sesama anggota masyarakat desa yang membutuhkan bantuan. Karena apabila ada seorang warga desa Susukan bersifat acuh kepada tetangganya atau anggota masyarakat sekitar yang membutuhkan bantuannya, maka Ia akan selalu dikucilkan dan dibenci oleh masyarakat Desa untuk selamanya akibat perilaku acuhnya dalam hal tolong-menolong terhadap sesama .  

No comments:

Post a Comment