Kegalauan
Wayang Kulit Semarangan
ROHMAN KUSRIYONO Peminat Kajian Seni dan
Budaya bergiat di Kampoeng Sastra Soeket Teki dan Surat Kabar Mahasiswa (SKM) AMANAT IAIN Walisongo Semarang.
Kesenian tradisional, terutama wayang
kulit di daerah-daerah saat ini terancam ditinggalkan masyarakatnya. Wayang
kulit sudah jarang tampil menghibur masyarakat.
Dari waktu ke waktu popularitas pertunjukan drama tradisional ini kian surut sejak munculnya berbagai hiburan baru seperti orkes/grup musik dangdut, musik gambus, maupun grup-grup musik pop. Peran wayang kulit yang biasanya dipakai untuk melipur masyarakat akhirnya terampas oleh grup-grup musik itu.
Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang makin canggih, grup-grup musik mampu memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan kreativitas seni musik mereka masing-masing. Alhasil, mereka berkembang menjadi lebih menarik, kian eksis lantaran sukses mengambil hati masyarakat. Jasa hiburan mereka banyak digunakan masyarakat dalam berbagai acara atau hajatan, resepsi, selamatan, upacara perayaan, dan sebagainya. Kondisi ini membuat grup-grup musik baru terus bermunculan.
Namun, di sisi lain, pesatnya perkembangan serta pertumbuhan grup-grup musik di daerah-daerah itu meredupkan kesenian tradisional seperti wayang kulit. Dahulu pertunjukan kesenian tradisional ini biasa dipentaskan dalam seminggu atau sebulan sekali berkenaan pelaksanaan hajatan.
Yang terjadi sekarang, pertunjukan itu makin sulit ditemui. Jika pun ada, pementasan wayang lebih banyak bertempat di gedung- gedung kesenian. Orang yang belajar mendalang atau generasi dalang tidak lagi terisi karena profesi dalang bukan jaminan untuk karier di masa depan.
Sarat Nilai Kehidupan
Patut disayangkan, wayang kulit bagi masyarakat Jawa tidak sekadar kesenian. Wayang merupakan karya seni rupa yang mempunyai makna atau merupakan lambang, simbol bagi falsafah hidup anggota-anggota masyarakat pendukungnya (Sunarto: 1989). Wayang juga mengandung piweling dan piwulang (nasihat dan ajaran) yang memuat banyak nilai-nilai kehidupan.
Contohnya, nilai yang terdapat pada salah satu tokoh punakawan Semar. Wayang adalah jati diri orang Jawa. Merupakan rekam jejak pola pikir orang Jawa. Jika ingin mengenal orang Jawa, maka apa yang terdapat pada wayang kulit itulah orang Jawa.
Jika jati diri mulai ditinggalkan, ini berarti orang-orang Jawa bakal kehilangan jati diri. Masalah yang kini dihadapi, wayang kulit mengalami stagnasi. Yang melatarbelakangi di antaranya pakem pertunjukan wayang. Bentuk wayang tak banyak berubah. Bahasa yang digunakan juga sulit dipahami anak muda sekarang.
Untuk mengetahui isi dan pesan yang terkandung dalam pertunjukan wayang tidaklah gampang. Selain itu, pertunjukan wayang kulit yang dilakukan semalam suntuk dirasa masyarakat tidak efektif dan membosankan, terutama kawula muda. Anak muda yang seharusnya menjadi pewaris kebudayaan akhirnya tidak tertarik bergiat dalam kesenian ini.
Inovasi
Untuk tetap hidup, kesenian wayang kulit perlu hadir dengan inovasi yang sesuai perkembangan zaman. Tidakterpaku pada pakem yang sudah ada. Jika menilik sejarah, wayang kulit telah mengalami berbagai perubahan. Mulai dari awal muncul yaitu menceritakan mengenai cerita epos Hindu, ketika kedatangan Islam oleh Walisongo, cerita tokoh-tokoh wayang disadur ke nuansa Islam, termasuk cerita-cerita dan visualisasi para tokohnya.
Setelah masa itu, kondisi wayang kulit terutama yang ada di
Seperti munculnya wayang sandosa dari Solo, wayang listrik dari
Layak untuk wayang yang berada di
Di antaranya meningkatkan dari segi kuantitas maupun integritas para seniman wayang kulit, termasuk kaderisasinya. Pemda bisa melakukan itu dengan cara mendirikan institut seni ataupun menawarkan ke lembaga pendidikan tinggi atau kampus di daerah yang tak memiliki jurusan kesenian agar membuka prodi kesenian. Ini sebagai upaya mengatasi kelangkaan profesi seniman wayang sehingga dapat terisi kembali.
Karena di Semarang, Demak, Jepara, maupun Kudus saat ini, kampus atau institut pendidikan yang benarbenar fokus ke bidang kesenian wayang kulit belum ada. Universitas Negeri Semarang memiliki Jurusan Bahasa dan Seni, tetapi keberadaannya tidak spesifik ke profesi pendalangan wayang. Lain halnya dengan daerah
Bagaimanapun, kesenian harus terus dikembangkan agar mampu bersaing dengan berbagai grup hiburan saat sekarang dan ke depannya. Pengembangan kesenian inilah yang dibutuhkan agar kebudayaan tetap hidup dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan zaman.
No comments:
Post a Comment