Friday, May 31, 2013

Batik Semarang, Riwayatmu kini..........

        Menelusuri Jejak Sejarah Batik Semarang

detail berita
DALAM upaya memperkuat identitas dan kepribadian bangsa, banyak daerah di Indonesia telah mendeklarasikan budaya melalui media batik. Misalnya batik Pekalongan, batik Demak, batik Kudus, batik Rembang, batik Lasem, batik Sragen, batik Banyumas, batik Jogya, batik Solo, dan sebagainya.

Namun, batik Semarang masih kurang pamor dibandingkan dengan batik-batik yang ada di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Padahal, Semarang memiliki warisan budaya batik yang telah mengalami kristalisasi nilai-nilai serta ciri-ciri khas yang unik.

Batik Semarang diproduksi oleh para pengrajin di Kampung Batik, Kelurahan Bubakan, Kecamatan Mijen, Semarang. Konon batik Semarang pernah "melejit" sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia. Namun saat itu banyak pengrajinnya yang hijrah ke Klaten, Solo, dan daerah-daerah di sekitarnya. Karena itu, pengrajin batik Semarang sangat sedikit.

Meski jumlahnya terbatas, batik Semarang masih dilestarikan oleh beberapa pengrajinnya. Salah satu pengrajin batik yang tetap eksis mempertahankan warisan budaya tersebut ialah Umi S Adi Susilo. 

Batik yang bertajuk Semarang 16 ini yang menjadi material utama 13 desainer terkemuka Indonesia yang menggelar fashion show pada acara HUT ke-461 Semarang yang perayaannya jatuh pada 2 Mei 2008. 

Menurut Ketua Umum Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), Taruna K Kusmayadi, corak dan motif yang terdapat pada batik Semarang cukup unik dan tidak kalah dengan batik-batik yang sudah populer selama ini. Selain itu, warna yang tersemburat pada batik Semarang juga lebih monokromatik, sehingga tampil indah setelah diolah.

Meskipun ada persamaan ciri-ciri motif batik Semarang dengan batik pesisir lainnya, namun jika diamati secara teliti, ada juga detil perbedaannya. Perbedaan itu dapat dilihat antara lain pada detil-detilnya.

Pada umumnya batik Semarang berwarna dasar oranye kemerahan karena mendapat pengaruh dari China dan Eropa. Selain itu, motif dasar batik Semarang banyak dipengaruhi budaya China yang pada umumnya banyak menampilkan motif fauna yang lebih menonjol daripada flora. Misalnya merak, kupu-kupu, jago, cendrawasih, burung phunix, dan sebagainya. Motif-motif ini tidak terlepas dari pengaruh budaya China. 

"Batik Semarang identik dengan warna terang, kalau yang zaman dulu bukan dari China, tapi Belanda itu arah warnanya merah bata. Kalau China lebih ke warna oranye. Jadi pengaruh negara lain ikut turut andil dalam pewarnaan batik Semarang," kata ibu Umi saat ditemui okezone dalam dalam acara press conference di Hotel Pandanaran, Semarang, Jumat (2/5/2008).

Sementara itu, ciri-ciri motif batik Semarang menurut ibu Umi, tidak simbiolis seperti batik-batik di Surakarta dan Yogyakarta. "Kebanyakan batik Semarang diambil dari hal-hal yang ada di sekitar kita baik cerita legenda-legenda Semarang atau tentang makanan khas Semarang. Bahkan batik yang ada di zaman Belanda itu diangkat oleh kita dengan tema zaman Diponegoro. Jadi tidak terlalu simbiolis seperti batik Solo atau Yoyakarta," bebernya. 

Pengaruh budaya China dan Eropa, lanjutnya, turut andil dalam batik Semarang. Meski motifnya sangat beragam, ciri khas Semarang tetap ada. "Semarang diambil dari kata asem dan arang jadi asem yang jarang-jarang. Legenda-legenda lain menjadi tambahannya," terang wanita keturunan Betawi yang sampai kini selalu concern dengan batik Semarang itu.

Adapun motif Semarang yang menonjolkan ikon kota Semarang, sambungnya, banyak menggunakan motif Tugu Muda, Lawang Sewu, burung kuntul, Wisma Perdamaian, Gereja Blenduk, bukit, dan laut. Semua motif tersebut, dijelaskan ibu Umi sebagai identitas kepribadian bangsa agar tidak terkikis oleh perluasan budaya global.

Sedangkan proses pembuatan batik tulis Semarang yang dapat dilakukan hingga mencapai tiga bulan itu, dimulai dari proses pembuatan, penggambaran hingga pewarnaan dan menghasilkan batik. Menurutnya, semakin sulit tingkat pengerjaan dan pemilihan kain yang digunakan, akan menentukan harga yang dibayar. Meski demikian, Anda dapat memeroleh batik Semarang mulai dari Rp30 ribu-Rp5 juta. (nsa)

EKSPLORASI SEJARAH DAN KOTA LAMA SEMARANG

FLORA DAN FAUNA SEMARANGAN

KULINER SEMARANGAN





Beranekaragam motif batik Semarang 16 

Pertanyaan Wajib Denok-Kenang Semarang

                                       DIMANAKAH LETAK TITIK 0 KOTA LUMPIA ???

Pertanyaan diatas kerap kali muncul dalam sesi penyisihan peserta duta wisata Kota Semarang di setiap tahunnya, tetapi anehnya banyak peserta yang tidak mengetahui jawaban pastinya, beragam jawaban yang meleset dan pastinya salahpun muncul silih berganti, ada yang menjawab di Lawang Sewu , ada yang menjawab di Tugu Muda,bahkan ada pula yang menjawab di Pasar Johar yang menurut Penulis Meleset terlalu jauh dan terkesan seperti jawaban ngawur.....Lalu secara pasti dan benar, Dimanakah letak titik 0 kota Semarang yang sesungguhnya? 

Maka Jawabannya adalah.......( diiringi iringan musik menegangkan ibarat acara eliminasi di acara-acara pencarian bakat...) 

                               

Sebagian besar masyarakat mengira bahwa pusat Kota Semarang adalah Kawasan Simpang Lima. Dengan segala kekhasan yang dimilikinya, Kawasan Simpang Lima memang selalu mampu menarik perhatian masyarakat untuk datang mengunjunginya. Sebuah hal yang lazim jika lapangan luas, atau yang biasa disebut juga sebagai alun-alun, merupakan ikon sekaligus sentral kegiatan masyarakat sebuah kota. Dan karena itu pula, Kawasan Simpang Lima mampu menjadi ikon tersendiri bagi Kota Lumpia ini.
Namun ternyata, pusat Kota Semarang yang sebenarnya tidak terletak di Kawasan Simpang Lima. Bukan pula terletak di Kawasan Tugu Muda yang selalu ramai dikunjungi masyarakat, terutama saat malam hari dan akhir pekan. Lalu dimanakah letak pusat Kota Semarang yang sebenarnya? Hanya sedikit masyarakat yang tahu bahwa pusat Kota Semarang sebenarnya justru berada di Kawasan Kota Lama. Tepatnya di ujung timur Jalan Pemuda, di depan Kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah dan Gedung Keuangan Negara Semarang.
Di tengah taman di depan Gedung Keuangan Negara Semarang inilah terdapat sebuah tengara berupa tugu mungil yang bertuliskan “Semarang Nol Kilometer”. Tugu mungil inilah yang menjadi penanda letak Titik Nol Kilometer Kota Semarang. Ketika kita menyebut kata titik, pastilah kita membicarakan sebuah sentral. Titik Nol Kilometer adalah titik sentral atau titik pangkal dimulainya hitungan jarak antara sebuah kota dengan kota yang lain.
Mungil
                             
Bentuk Tugu Semarang Nol Kilometer yang tidak terlalu besar dan tergolong “mungil” untuk ukuran sebuah tugu, menjadikan tetenger ini tidak terlalu mencolok keberadaanya. Berbeda dengan Tugu Muda yang memiliki daya pikat tersendiri, Tugu Semarang Nol Kilometer ini justru kerap luput dari perhatian masyarakat yang hampir setiap harinya melintas di ujung Jalan Pemuda.
Tahun pembuatan tugu tersebut tidak diketahui dengan pasti. Namun yang jelas, tanda itu telah ada sejak zaman penjajahan Belanda, beberapa saat setelah Semarang dinyatakan sebagai sebuah gementee tsaad alias kota praja. Titik sentrum pun ditetapkan sebagai tanda. Pemerintah Hindia Belanda kala itu mengacu pada tradisi Eropa dimana titik sentrum kota adalah kantor pos. Acuan titik sentrum ini berbeda dengan yang diberlakukan di Amerika Serikat, dimana titik pusat kota adalah gedung kantor pemerintah, Maka jadilah Tugu Semarang Nol Kilometer dibangun di depan Kantor Pos Besar Semarang, di ujung Jalan Bojong yang sekarang menjadi Jalan Pemuda.
Awalnya bentuk Tugu Semarang Nol Kilometer tersebut masih berupa balok dengan tinggi sekitar satu meter, namun dalam perkembangannya telah diubah. Oleh Pemerintah Kota Semarang, atap tugu dibuat berbentuk joglo, sedangkan keempat sisinya berhiaskan lambang Kota Semarang. Meski kini tampak lebih indah, tapi toh tetap saja masyarakat masih acap menafikkannya. Namun demikian, keberadaan Tugu Semarang Nol Kilometer seharusnya tetap harus diperhatikan karena merupakan tetenger bagi Kota Semarang.
Fungsi
Masyarakat yang abai terhadap keberadaan Tugu Semarang Nol Kilometer ini bisa jadi disebabkan karena tidak mengetahui fungsi dibangunnya tetenger tersebut. Tugu Semarang Nol Kilometer memiliki fungsi sebagai penanda pusat kota. Tugu tersebut merupakan sebuah awal dimulainya penghitungan jarak dari Kota Semarang ke luar kota. Untuk menentukan jarak antara kota Semarang dengan Kota Kendal misalnya, hitungan awal jarak kedua kota tersebut dimulai dari Tugu Semarang Nol Kilometer.
Fungsi lain dari Tugu Semarang Nol Kilometer adalah untuk memudahkan orientasi seseorang yang berada di dalam kota. Dulu, penomoran jalan juga berpatokan pada titik nol tersebut. Semakin dekat dengan tugu maka nomor jalan semakin kecil dan sebaliknya semakin jauh dengan tugu tersebut maka nomor jalan akan semkin besar. Dengan demikian, orang yang berada di tengah kota bisa melakukan orientasi. Sayangnya saat ini penomoran jalan di Semarang tidak lagi mengacu pada tugu mungil tersebut.
Titik Rob
Hal lain yang juga patut disayangkan adalah di saat masyarakat terlupa dengan keberadaan Tugu Semarang Nol Kilometer, kawasan di ujung jalan Pemuda ini justru sangat terkenal sebagai langganan banjir rob. Terlebih lagi di saat musim hujan seperti bulan Januari sampai Februari di awal tahun ini, keadaan di seputar titik nol Kota Semarang ini sungguh memprihatinkan. Bahkan meski cuaca terang, namun ketika air laut pasang, terjadilah banjir di kawasan titik nol tersebut. Banjir yang terjadi karena pasangnya air laut itu lazim disebut masyarakat sekitar dengan banjir rob.
Saat banjir datang, lalu lintas di kawasan ini pun menjadi macet. Jalan beraspal di sekitar Tugu Semarang Nol Kilometer itu pun menjadi becek dan berlumpur ketika banjir mulai surut. Upaya pemerintah daerah untuk menanggulangi banjir di kawasan tersebut memang belum menyelesaikan masalah secara keseluruhan. Hal ini terbukti ketika jalan di depan gedung Kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah ditinggikan, banjir rob justru beralih ke jalan depan Gedung Keuangan Negara.
Kawasan titik nol kilometer yang menjadi langganan banjir tersebut tentu saja mengganggu kenyamanan dan jelas merugikan masyarakat pengguna jalan. Kendaraan yang tergenang banjir rob pun menjadi cepat karatan dan keropos. Masalah rob dan banjir memang butuh keseriusan dan komitmen besar untuk menyelesaikan masalah banjir secara komprehensif, baik yang terjadi di kawasan titik nol kilometer Kota Semarang maupun kawasan-kawasan lain di Kota Semarang.
Pesona yang Terlupa
Penataan keindahan kawasan titik nol kilometer kota Semarang hendaknya mendapat prioritas dari pemerintah kota dan masyarakat setempat. Sungguh disayangkan jika kawasan yang memiliki potensi besar untuk menjadi daya tarik pariwisata Kota Semarang justru diabaikan dan dibiarkan tampak kumuh karena banjir yang kerap datang. Masyarakat luar kota yang berkunjung ke Semarang tentunya banyak yang ingin bisa berkunjung ke jantung Kota Lumpia, sama halnya ketika masyarakat beramai-ramai berwisata di Titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta di depan Kantor Pos Besar yang memang telah menjadi daya tarik tersendiri bagi pariwisata Kota Gudeg tersebut.
Air rob dan “becak air” bisa jadi memang sebuah fenomena dan keunikan yang hanya dimiliki oleh kawasan titik nol kilometer Ibu Kota Jawa Tengah. Tapi alangkah tidak bijaknya, jika banjir rob tersebut dibiarkan menjadi “pesona” tersendiri dalam rangkaian kegiatan Semarang Pesona Asia 2010. Butuh perhatian besar untuk menanggulangi permasalahan lingkungan di kawasan titik nol kilometer Kota Semarang. Selalu ada awal untuk sebuah langkah perbaikan, namun tak pernah ada akhir. Masyarakat tentu saja mendamba kawasan titik nol kilometer kota Semarang yang bersih dan bebas banjir, sehingga potensi pariwisata Tugu Semarang Nol Kilometer bukan sekedar menjadi sebuah pesona yang terlupa. (blog.akusukamenulis)


Harmoni masyarakat Tionghoa di Bumi Lumpia



                                 Harmoni Para Naga Tionghoa di Bumi Venesia Van Java 
              
Semarang ibukota Jawa Tengah memiliki sejarah panjang dan menarik. Dari namanya kota ini memiliki kisah yang unik. Masyarakat percaya nama Semarang berasal dari Sunan Pandanaran yang melihat sebatang pohon asam yang ‘arang’ atau jarang saat menyebarkan agama Islam. Berawal dari hal itu kata semarang muncul dan menjadi nama kota hingga saat ini.

Sejarah lain kota Semarang adalah kisah kedatangan Laksamana Cheng Ho pada tahun 1405 di daerah Simongan. Banyak masyarakat percaya ketika Cheng Ho mendarat sempat mendirikan kelenteng dan masjid yang hingga kini banyak dikunjungi. 

Walau bukti tertulis tidak ditemukan, namun peninggalan jangkar yang tersimpan di salah satu bangunan klenteng membuat masyarakat yakin jika Cheng Ho memang pernah mendarat di  Semarang. Kedatangan laksamana Cheng Ho berpengaruh terhadap percampuran budaya antara masyarakat Jawa dengan Tionghoa seperti menikahi perempuan jawa, mengenalkan tata cara dan peralatan pertanian,  serta kuliner. 

Kehadiran kawasan pecinan menjadi potongan jejak budaya Tionghoa di bumi Semarang yang masih tersisa hingga kini. Bangunan-bangunan tua bergaya Tionghoa di sekitar Gang Lombok Semarang menjadi bukti nyata sentuhan budaya telah ada sejak ratusan tahun lalu.
Keunikan lain yang ditawarkan kota Semarang dalam percampuran budaya Jawa dan Tionghoa bisa dilihat di Pasar Gang Baru. Di pasar yang hanya berupa jalan kecil ini terlihat kehidupan dua budaya dari pedagang yang sering disebut  Mbok Jawa yang tetap setia memakai kebaya hingga  bahan-bahan makanan yang biasa digunakan etnis Tionghoa. 

Saat malam menjelang, komunitas Semarang untuk wisata atau Semawis menggelar acara rutin berupa pasar malam. Lagi-lagi percampuran Tionghoa dan Jawa sangat kental dengan banyaknya  pengunjung dari etnis Tionghoa maupun Jawa membaur menikmati pasar malam.

Berkunjung ke Semarang pun rasanya tak lengkap jika tidak menikmati kuliner khas seperti lunpia. Kudapan dari tanah Tionghoa ini dikenal di Semarang ketika pesta olahraga Ganefo pada masa Presiden Soekarno. 

Lumpia semarang ini merupakan usaha turun temurun yang sudah memasuki pada generasi ke tiga. Kios tertua dan pertama menjual lunpia adalah kios lunpia Gang Lombok yang dikelola Purnomo Usodo. 

Lembaran kulit lumpia yang berisi rebung, telur, sayuran segar dan udang ini banyak digemari warga Semarang maupun pengunjung dari luar daerah. Tak heran jika dalam sehari Purnomo mampu membuat seribu lunpia. Lunpia ini dijual Rp 10.000 per buah.

Percampuran budaya etnis Tionghoa dengan masyarakat Jawa di Semarang tak hanya sebatas perdagangan, atau makanan saja. Akulturasi bahkan sudah masuk dalam dunia pendidikan, salah satunya di sekolah Kuncup Melati di kawasan Gang Lombok. Di sekolah yang membebaskan seluruh biaya pendidikan ini anak-anak bisa berbaur bersama dalam keaneka ragaman ras dan suku. 

Venesia Van Java........Ya Semarang lah tempatnya........

KOTA CANTIK BERJULUK VENESIA VAN JAVA



Julukan diatas muncul karena di masa lalu, ada sebuah daerah aliran sungai besar bernama Kali Semarang yang memang didesain mirip dengan kawasan Venesia di Eropa Tapi jangan Anda bayangkan bahwa di kawasan kali ini terdapat banyak perahu gondola di sela - sela bangunan, jembatan - jembatan  yang bagus, tempat yang romantis seperti di kota asalnya Venesia. Tetapi yang hamper mirip hanyalah dari bentuk lokasinya saja yang sama-sama berada di kawasan perairan,dan untuk fungsi dan kegunaan jelaslah berbeda, karena Venesia dari Jawa ini  hanya dimanfaatkan untuk mencegah rob dan banjir dari sungai. Tetapi ada ungkapan di Jaman dulu ketika masih jaya-jayanya kawasan ini didatangi oleh bongso Londho, memang santer dikabarkan kawasan kali Semarang sebagai Venesia-nya Pulau Jawa .

                                         
                                         Keindahan Kali Semarang yang masih tersisa kini 

HE'EH IK.... PIYEJAL NDA????

BOSO JOWO LOGAT SEMARANGAN


HE’EH IK PIYEJAL NDA?? PADAHAL AKU WIS NGENTENI DEKNENE NDOK BANGJO JOHAR NANGING WONGE RA TEKO-TEKO LAN MALAH MARAI EMOSI LAN GEGAWE SIRAH DADI MUMET……..

Mungkin contoh  kalimat diatas merupakan salah satu contoh kalimat yang dapat menggambarkan dialeg Bahasa Jawa dengan Logat Semarangan yang kerap diucapkan oleh sebagian besar orang asli Semarang yang memang benar-benar dilahirkan di bumi lumpia ini , Lalu sebenarnya bagaimanakah cara mengetahui bahwa Bahasa Jawa yang diucapkan merupakan Gaya Semarangan atau tidak, dan untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan bahasa Jawa Logat Semarangan dapat dilihat pada penjelasan yang lebih rinci di bawah ini :
Bahasa Jawa Semarang  adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di  wilayah Karesidenan Semarang. Dialek ini tak banyak berbeda dengan dialek di daerah Jawa lainnya. Semarang termasuk daerah pesisir Jawa bagian utara, maka tak beda dengan daerah lainnya, Yogyakarta, Solo, Boyolali dan Salatiga. Walau letak daerah Semarang yang heterogan dari pesisir (Pekalongan/Weleri, Kudus/Demak/Purwodadi) dan dari daerah bagian selatan/pegunungan membuat dialek yang dipakai memiliki kata ngoko, ngoko andhap dan madya di Semarang ada di zaman sekarang.
o       Frasa: "Yo ora.." (Ya tidak) dalam dialek semarang menjadi "Yo orak too ". Kata ini sudah menjadi dialek sehari-hari para penduduk Semarang.
o       Contoh lain: " kuwi ugo" (itu juga) dalam dialek Semarang menjadi "kuwi barang" ("barang" diucapkan sampai sengau memakai huruf h "bharhang").
Para pemakai dialek Semarang juga senang menyingkat frasa, misalnya Lampu abang ijo (lampu lalu lintas) menjadi "Bang-Jo", Limang rupiah (5 rupiah) menjadi "mang-pi", kebun binatang menjadi "Bon-bin", seratus (100) menjadi "nyatus", dan sebagainya. Namun tak semua frasa bisa disingkat, sebab tergantung kepada kesepakatan dan minat para penduduk Semarang mengenai frasa mana yang disingkat. Jadi contohnya "Taman lele" tak bisa disingkat "Tam-lel" juga Gedung Batu tak bisa menjadi "Ge-bat", dsb.
Namun ada juga kalimat-kalimat yang disingkat, contohnya; "Kau lho pak mu Nadri" artinya "Itu lho pamanmu dari Wanadri". "Arep numpak Kijang kol" artinya akan menumpang omprengan. Zaman dulu kendaraan omprengan biasa menggunakan mobil merk "Colt", disebut "kol" maka setelah diganti "Toyota Kijang" menjadi Kijang-kol. Apa lacur kini ada yang menjadi "mercy-kol".
Adanya kebudayaan yang heterogen dari budaya yang dibawa oleh para penduduk Semarang ( Jawa, Tiongkok, Arab, Pakistan/India) juga memiliki pengaruh terhadap penambahan kosakata dan dialektik Semarang di kemudian hari. Adanya bahasa Jawa yang dipergunakan tetap mengganggu bahasa Jawa yang baku, sama dengan di daerah Solo. Artinya, jika orang Kudus, Pekalongan, Boyolali pergi ke kota Semarang akan gampang dan komunikatif berkomunikasi dengan penduduknya.
Dialek Semarang memiliki kata-kata yang khas yang sering diucapkan penuturnya dan menjadi ciri tersendiri yang membdakan dengan dialek Jawa lainnya. Orang Semarang suka mengucapkan kata-kata seperti "Piye, jal?" (=Bagaimana, coba?) dan "Yo, mesti!". Orang semarang lebih suka menggunakan kata "He'e" daripada "Yo" atau "Ya".
Orang Semarang juga lebih banyak menggunakan partikel "ik" untuk mengungkapkan kekaguman atau kekecewaan yang sebenarnya tidak dimiliki oleh bahasa Jawa. Misalnya untuk menyatakan kekaguman :"Alangkah indahnya!", orang Semarang berkata: "Apik,ik!". Contoh lain untuk menyatakan kekecewaan: "Sayang, orangnya pergi!", orang Semarang berkata: "Wonge lungo, ik"!.
Partikel "ik" kemungkinan berasal dari kata "iku" yang berarti "itu' dalam bahasa Jawa, sehingga untuk mengungkapkan kesungguhan orang Semarang mengucapkan "He'e, ik!" atau "Yo, ik".
Beberapa kosakata khas Semarang adalah: "semeh" Yang berarti "ibu" dan "sebeh" yang berarti "ayah", yang dalam dialek Jawa yang lain, "sebeh" sering dipakai dalam arti "mantra" atau "guna-guna"
Sumber : Wikipedia
KAMUS BOSO JOWO LOGAT SEMARANGAN
Salah satu yang unik dari Semarang adalah bahasanya. Bahasa Semarangan pada mulanya berkembang di daerah Semarang bagian utara dan sekitaran sungai banjir kanal, kemudian menyebar ke seluruh Semarang dan sekitarnya. Meskipun menggunakan bahasa Jawa seperti kebanyakan orang, ada kosakata yang tidak ditemukan di daerah lain. Dan yang lebih unuk lagi, bahasanya dikenal sem(b)arangan. Berikut adalah sebagian dari bahasa sem(b)arangan yang diperoleh dari berbagai sumber;


A
Asem ki, Asem ik umpatan tentang sesuatu yang tidak diharapkan
Aeng-aeng, banyak maunya
Aleman, manja
Ambung, cium
Ameh, akan, mau, hampir
Atis berarti dingin untuk minuman atau sejuk untuk hawa
Atos berarti keras (benda), sinis (omongan)

B
Badhek, bau tidak sedap
Bak-buk artinya Impas, Aku ngilangke motormu, saiki kowe ngrusakake laptopku… wis to … bak-buk to. Artinya Aku ngilangin motormu, kamu ngrusak laptop ku ya udah, impas.
Bajindul, ungkapan kesal khas Semarang
Banger Bau tidak sedap seperti bau amis/ sampah
Blaik suatu ungkapan tentang kekagetan
Blanggem, Pohung goring
Blasak, kesasar, sesat
Blumbang, jurang
Blusuk, ungkapan kesal khas Semarang
Bekah-bekuh berarti mengeluh
Belgedes, ungkapan kesal khas Semarang
Bentengan sejenis permainan kejar-kejaran anak, di daerah lain ada yang bernama jek-jekan
Benthik sejenis permainan anak, di daerah lain ada yang menamakannya Pathil Lele
Bobor berarti tidak laku
Bongkrek, tempe basi
Boro-boro, ungkapan khas semarang. mis, "boro-boro wes digarapke"
Brei artinya dewasa
Brom pit artinya sepeda motor

C
Cah berarti bocah, pangilan khas Semarang
Congyang sejenis minuman keras khas Semarang
Ceng ceng po sahabat kental
Ciamik sesuatu yang artinya mirip dengan hebât
Ciak artinya makan
Ciblek Cilik-cilik betah Melek, istilah untuk kupu-kupu malam ABG
Coa artinya ngomong besar, rasah coa kowe!
Coa-Coa menggosip, ngomong membesarkan/ menyebarkan isu atau fitnah.

D
Datsu sejenis angkutan kota, aslinya merupakan kependekn dari merk kendaraan Daihatsu
Damu artinya tiup
Dapuran, ungkapan kasar pada kelakuan orang "dapuranmu...", sama artinya raimu
Deknen dia
Demit setan/hantu
Denok mbak, gadis dewasa
Denyom berarti perempuan, atau gadis
Dol putus/rusak
Dikedhuk diaduk
Dilimpe dibantai/ dihajar
Ditekak-tekuk diperbaiki dengan berbagai cara
Dhit, uang
Dlongop, melamun
Dudukan, galian

E
Enggok-enggokan berarti tikungan

G
Gacuk andalan, modal
Gali artinya preman pasar
Galap artinya balap, pit galap artinya sepeda balap…
Gamdho (banyak uang)
Gamjet bokek
Gembeng, orang yang suka menangis/ tidak berani
Gemblek, selingkuhan
Gentho Orang yang memegang suatu kawasan.
Genjot mengayuh, tapi perhatikan konotasi lainnya : digenjot = dipukuli tanpa ampun
Gerang artinya dewasa
Gilo-Gilo penjual aneka jajanan pasar yang didorong dengan gerobak dorong.
Githik, dipukul
Gondes berarti Geblek (lebih halus dari goblog), namun konotasinya lebih berarti kepala batu, atau keras kepala, atau ‘tidak bisa dibilangi atau dinasihati’ Secara nasional, akhirnya menjadi akronim dari Gondrong Ndeso.
Gombal Mukiyo artinya ngomong gombal alias bohong
Gothek, perahu
Grak-grek, berbuat macam macam
Grapyak, mudah bergaul
Growang, berlubang
Gundul pecengis sejenis hantu yang menyerupai potongan kepala manusia yang sedang meringis…. (didaerah lain disebut gundul pringis)

H
He eh Iya atau mengiyakan

I
Ijik
…. ik akhiran yang menegaskan tentang sesuatu, misal: asem, malah lungo ‘ik
Ita-itu berbuat macam macam… ra mang ita itu kowe = jangan macam-macam
Itir-itir
Iwak

J
Jare, katanya
Jarke, dibiarkan
Jan, ungkapan kesal " wes jan jan"
Jeblog artinya berlumpur atau jelek (nilai)
Jebule, padahal
Jembet artinya penakut, tidak berani
Jeng-jeng artinya jalan-jalan, contoh,wah nek ngono kudu “jeng-jeng” (jalan-jalan) neng nJohar Jes semacam Toss, khas semarang
Jipungan, permainan petak umpat
Jirih, sama halnya dengan gembeng, tidak berani
Jogjig kendaraan untuk menghaluskan jalan yang sedang diaspal. Bisanya disebut Selender.
Jon

K
Kacung, pembantu
Kakeane artinya semacam makian yang artinya **an
Kaliren berarti Kelaparan
Kandani ok, tanggapan mengiyakan ungkapan orang lain
Kapiran, kelaparan
Kas panggilan atau sapaan akrab
Katut, terbawa
Keblondrok, membeli sesuatu tapi tidak sesuai harapan
Kecelik tertipu
Kei, kasih
Kelebon, kemasukkan
Kemaki artinya sombong, besar kepala
Kemayu, ungkapan bagi perempuan yang suka bergaya
Kementus sama seperti Kemaki berarti sombong
Kemlinthi artinya tengil, nakal dan nyebelin. Gayane kemlinthi, gayanya tengil
Kempling mengkilap, seperti baru
Kenang Mas, Perjaka Dewasa
Kenthip berarti jauh banget, mabuk
Keplek, main kartu
Kesuwen, kelamaan
Ketar-ketir artinya waswas atau khawatir
Klowor artinya nggak rapih. Biasanya digunakan untuk cara berpakaian.
Kolir berarti miskin, tak bias makan
Komble pelacur
Konangan, dipergoki
Kongkow berarti nongkrong. Bahasa Indonesia juga tapi sangat familiar digunakan orang Semarang
Kopen, terpelihara
Koplak berarti goblog atau bodoh, den koplak berarti raden goblog
Kopros, sebutan bagi orang yang berpenampilan urakan/ tidak rapi
Kopyor, pecah " waduh kopyor ndas ku"
Koya berarti banyak omong tapi gak berani berbuat seperti yang diomongkan (yah semacam Jarkoni, wani ujar ra wani nglakoni)
Kota-kota berarti jalan-jalan ke kota.
Krenyeh artinya kualitas rendah untuk suatu barang, bisa disamakan dengan ecek-ecek.
Kukut, tutup jualan

L
Lautan istirahat jam 12 siang buat pekerja
Leda-lede, sama halnya grakgrek atau itaitu
Lha, ungkapan khas semarang, biasanya mengawali perkataan
Lheb berarti hebat dan ok, kadang ditekankan jadi Lheb ghodek
Lib/cup artinya mengincar (ngecing) seperti kalau ada sesuatu yang diincar “dolanan kuwi wis tak lib/cup lho”
Lik, sebutan bagi orang yang berjualan
Lungset artinya tidak rapi (belum digosok), klambi ku lungset
Luweh
 artinya lebih atau biar

M
Madani, menyamakan
Mbeling, berarti nakal atau bandel.
Mbengok, teriak
Mberung, marah
Mbesengek, ungkapan kesal
Mbois bergaya sok, gemagus
Mbuh artinya tidak tau
Mentu maksudnya metu (keluar)
Mlencing berarti mengambil barang orang tanpa bayar
Mlengse artinya meleset atau tidak tepat sasaran, tendangane mlengse
Mlocot - Mlonyot
Moci Minum wedang poci, tapi kalo moci di Simpang 5 bisa punya konotasi negative
Modhar berarti hancur (kasar)
Munggah suatu sebutan untuk menyatakan tujuan ke kota atas, seperti srondol, ngesrep dan Banyumanik.
Mudun sebutan orang yang tinggal di Candi, Banyumanik, maupun Srondol yang mau ke kota.

N
Namatke artinya melihat dengan seksama
Naming, namun
Nas semacam pause atau time out untuk permainan anak-anak
Nda sapaan khas semarang, penghalusan dari Ndes
Ndaho artinya sohor/ termasyur
Ndak Iya menanyakan Apa iya?’
Ndas Kepala
Ndes sapaan khas semarang, singkatan dari Gondes
Ndesit kata halus dari kata umpatan ndeso. Sebetulnya artinya kampungan atau nggak punya sopan-santun.
Ndobol kurang lebih sama seperti Gombal Mukiyo, tapi lebih kasar
Ndolor, berakal
Ndoyong A Jong Sikap ndoyong yang diperagakan ala Suhu A Jong, jago kungfu jaman dulu dari Semarang.
Ndoyong sesuatu yang miring atau tidak stabil. Rawan jatuh. Bisa untuk orang (karena mabuk), atau benda.
Ndrawasi, mengkhawatirkan
Ndredeg, berdebar debar
Ndul, sapaan  seperti halnya ndes
Necis berarti berpakaian rapi
Ngarahku berarti Menurut pendapat saya
Ngasi, ungkapan khas " jo ngasi"
Ngece mengejek
Ngeleh sartinya luwe atau lapar
Ngengkrengan cara orang Semarang untuk menyebut perkiraan biaya. Contoh: Kanggo ngedegake omah aku wis duwe ngengkrengane (Untuk membangun rumah saya sudah punya perkiraan biayanya)
Ngeper, merasa rendah
Ngerek, artinya main sinetron silat, Asti Ananta kuwi mulai ngerek jenenge.
Ngenthos artinya menunggu lama sekali. Buah kelapa itu jika sudah tua di dalamnya akan tumbuh biji yang disebut kentos. Ngentos, dari asal kata Kentos. Mbok nganti Ngentos, bis’e ra bakal lewat kene, Wong dalane ditutup. Biar ditunggu sampai lama, bisnya nggak bakal lewat, karena jalannya di tutup.
Ngincim, mengancam
Nginguk, melihat
Nggambus artinya omong kosong, nggedabrus atau bohong
Nggambleh artinya ngomong tong kosong tapi sampai berbusa-busa. Lha Mbok nggambleh sak modare ra bakal dirungokne, biar omong sampai berbusa, sampai mati nggak bakal didengerin.
Nggapleki dari kata dasar gaplek, makanan dari ketela. Intinya tentang makian tentang sesuatu yang berarti telo, atau makanan orang desa, bisa juga artinya kampungan.
Nggasruh artinya ngawur
Nggedebus artinya omong kosong atau jagoan omong kosong
Nggonduk artinya sama dengan gondok atau dongkol
Ngobrok buang air besar (maaf) di celana
Ngoce minum, tapi lebih dikonotasikan untuk minuman keras
Ngepek artinya mencontek
Nggathaki sama dengan ‘nggambus’ berarti membohongi
Nggateli dari kata Gatel, artinya menyebalkan
Nggendera artinya ngetop dan kondang abizz
Nggragas rakus
Nggreges panas dingin
Ngiras suka jajan
Nglayap keluar rumah jalan jalan
Ngreyen mencoba/menjajal sesuatu yang baru. Semacam Test Drive lah buat motor.
Ngothek berarti bicara lantang, ngothek-ngothek
Nyamari mengkhawatirkan
Nyebahi dari kata sebah, artinya menjengkelkan
Nyegrik berarti bersikap tidak menyenangkan
Nyeleneh, tidak sesuai aturan
Mbatik artinya menyalin dalam hal ini pekerjaan rumah (PR) sebelum jam pelajaran mulai
Mbojo artinya pacaran
Njedul, muncul
Njeplak artinya asal ngomong
Njembling artinya buncit. Wetenge njembling= perutnya buncit
Njlimet berarti rumit
Ntes, barusan
Nyamari keadaan smar. antara kelihatan dan tidak kelihatan namun membahayakan. konteks membahayakan sangat lekat pada arti kata ini. “Ati-ati nda, lewat dalan kono, tikungan ro tanjakane nyamari…”
Nyetut berarti mengambil barang orang tanpa ijin
…ok akhiran untuk menegaskan sesuatu yang telah dilakukan. Misalnya, Aku wis bali ‘ok.

O
OT Omong Tok artinya bisanya bicara saja tidak bias melakukannya

P
Pak sapaan khas semarang. singkatan dari Bapak (untuk menghormati teman akrab dan menganggap diri sama-sama dewasa).
Pathang berarti laki-laki atau cowok
Pating Tlecek, ungkapan  untuk sesuatu yang banyak 
Patiya, terlalu
Peceren, air kotor/got
Pedhot berarti putus atau kalah bersaing
Pekok bodoh
Pemes artinya pisau silet
Petengseng, banyak polah
Pit kebo sepeda onthel yang udah tua
Piye jal bagaimana coba. Bahasa Jawa biasa yang seringkali digunakan orang semarang.
Plengeh sebutan orang yang tidak bisa apa apa
Plinteng berarti ketapel
Pongkring berarti gering atau kurus
Precil kecil-kecil
Prek cletukan untuk dibiarkan

R Ra mang bararti Tidak usah –> ramang wedi = tidak usah takut
Rak Wis menyimpulkan suatu cara yang sebetulnya mudah (mempermudah masalah). Mulih Rak Wis (Pulang aja deh), Diculke rak wis (dilepaskan aja kan beres)
Ratan berarti Jalan raya
Reka rekae pura-puranya.
Rempon dikeroyok
Reti ngerti (singkatan dari ngerti), ora reti aku.
Rewo-Rewo Rame-rame… nggruduk… (biasanya untuk konteks seneng-senang, misalnya makan-makan)
RW Rica Waung, Rica Anjing (wah ini haram banget loh)

S
Sakbajek artinya sangat banyak
Sakjose, ungkapan sesuatu yang paling, " weh kae ayune sakjose nda"
Sak-Sake sembarangan
Sali berarti juga kaya
Sangar berarti menakutkan. Dalam bahasa Indonesia kata ini juga dikenal, tapi disemarang digunakan lebih familiar.
Sanggong menunggu… — sumbangan pak Wardiman
Sarakke karena
Sebeh semeh berarti bapak dan ibu
Sebehan suatu ilmu hitam, lebih berarti jimat
Seje hanya itu
Semawis sebutan halus untuk kota Semarang. Istilahnya bahasa krama nya… Semarang dari kata Aseme Arang, Semawis dari Aseme Awis (Awis berarti mahal/larang atau juga jarang)
Semok berarti seksi dan montok
Semprul ungkapan kesal
Senep ungkapan tidak suka pada orang lain
Sengak bisa berarti berbau apek, bisa juga berarti “ketus” , contoh: “Cah kuwi omongane sengak!”
Sengit ungkapan benci pada sesorang
Senthet artinya retak, tidak waras
Shonji, Mantra, dishonji dimantrai
Singsot artinya bersiul
Songsro, gerobak dorong
Sontoloyo ungkapan kesal pada sesorang
Stin berarti kelereng, Stinan berarti bermain kelereng
Stut artinya sabuk
Surungan minuman penghantar makanan (dalam hal ini digunakan para pemabuk untuk minum-minuman keras sebagai surungan/ mendorong makanan mereka yaitu Rica Waung)
Suk Suk Peng sejenis permainan anak. 2 kelompok anak duduk berjejeran dalam sebuah bangku panjang. Kedua kelompok duduk dalam posisi saling membelakangi. Lalu pada saat yang ditentukan, keduanya mendorong ke arah lawan/ ke belakang. Kelompok yang paling banyak jatuh dari bangku adalah kelompok yang kalah. Suk Suk Peng dari kata di suk (ditekan/berdesakan) gepeng (penyet), karena kedua kelompok saling berdesakan dan yang duduk di tengah/ diantara dua kelompok jadi gepeng.

T
Tek ke” artinya utekke (Utek ke)…, otaknya. Ungkapan terhadap sesuatu yang tidak masuk akal untuk dilakukan.
Temangsang
Tepu dari kata tipu, artinya omong bohong
Tese, ungkapan lebih halus dati tekke
Thetek Bengek, berbagai macamnya
Thok, cap/stempel
Tho Ya… artinya sama dengan “dong” dalam dialek Betawi. Contoh: Sandhale dicopot ta ya… (Sandalnya dilepas dong…)
Tikel artinya kelipatan. Wis tak bayar tikel telu… ya kudune bakbuk to ya… kok nagih terus… (sudah saya bayar tiga kali lipat, seharusnya impas, kok malah kamu tagih terus)
Tok berarti hanya
Trek-trekan kebut kebutan
Tumplek bleg, semua campur jadi satu

U
Udud, merokok
Ujug-ujug, tiba-tiba
Ujung-ujung, keliling bersilatuahmi
Umbul mainan gambar dari semacam kertas karton yang cara mainnya dilempar ke atas (diumbulke)
Undha-undhi artinya hampir sama. Contoh: Aku karo Cah Katro kae umure undha-undhi (Aku dengan anak Katro itu umurnya hampir sama), bisa juga dipakai dalam hal ‘kemungkinan’, MU karo Arsenal yo undha-undhi ndes…
Urun, ikut serta
Usum musim

W
Walah, ungkapan khas dari aduh
Waung artinya adalah anjing
Wagu, sesuatu yang dianggap nggak oke, dan cenderung katrok. Nah Wagu ini adalah kosa asli dari kata Katrok di Semarang.
Wedhus Balap, sama seperti waung.

Y
Yisto Singkatan dari Yo wis to

               BOSO SEMARANGAN DI DADEKNO BUKU...... KOYOKE KEREN YO NDA .....

SEMARANG, suaramerdeka.com - Dua buku "Halah Pokokmen: Kupas Tuntas Dialek Semarangan" dan "Rame Kondhe" akan diluncurkan di Rumah Makan Semarang, Jalan Gajahmada, Sabtu (27/4) besok pukul 10.00. Keduanya, karya wartawan Suara Merdeka Hartono Samdijan.
Acara hasil kerjasama Penerbit Mimbar, OZ Organizer, Bank Jateng, Pemkot Semarang dan Suara Merdeka ini menghadirkan dua pembicara. Yakni Kepala Balai Bahasa Jateng Drs Pardi MHum serta Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Unnes Sucipto Hadi Purnomo. Sebagai moderator ialah sastrawan Triyanto Triwikromo.
Ketua Panitia Tavifrudy mengatakan, acara akan dihadiri Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dan KH Mustofa dari Ponpes Ahbabul Mustofa Mranggen, Demak. Hadirin akan dihibur penampilan grup keroncong Javasera dan mendapatkan buku Halah Pokokmen: Kupas Tuntas Dialek Semarangan secara gratis.
"Buku masih dicetak terbatas dan belum dilempar ke toko buku. Beberapa statmen dalam diskusi nanti akan dimasukkan sebagai testimoni pada buku yang akan dicetak untuk toko buku," katanya.
Hartono Samidjan adalah pria asli Semarang kelahiran 1965. Ia belajar memahami Semarang secara otodidak sejak kecil maupun semasa melakukan tugas jurnalistik selama lebih adri 20 tahun.
Sejak Maret 2009, Suara Merdeka mempercayainya mengampu rubrik Rame Kondhe yang terbit setiap Senin di halaman Semarang Metro. Rame Kondhe mengisahkan problematika warga kota yang ditulis dalam bahasa Jawa dialek semarangan.
Dua buku tersebut, lanjut Tavif adalah peluncuran kedua dan ketiga dari Penerbit Mimbar pada bulan April 2013. Peluncuran pertama ialah buku "50 Tahun Bank Jateng" pada 7 April di Kantor Bank Jateng, Jalan Pemuda Semarang.

                                                                                                      Sumber : Suara Merdeka.com