Monday, November 25, 2013

OLEH-OLEH DARI TOUR GUIDE DI BALI

STRUKTUR DAN STRATIFIKASI MASYARAKAT DI BALI 



o       Bagaimanakah Struktur Sosial Masyarakat yang ada di Bali ?
( ajukan pertanyaan ini kepada tour guide di bis masing-masing agar diperoleh penjelasan langsung dari si Pemandu yang memang asli warga Bali dan paham tentang seluk-beluk kehidupan orang Bali )
Jawaban :
Menurut keterangan dari tour guide lokal di bis yang Saya tumpangi , menuturkan bahwa untuk struktur sosial masyarakat Bali diatur oleh sistem Lembaga Desa Adat ( atau yang lebih dikenal dengan sebutan Desa Pakraman ). Desa Pakraman sendiri adalah sebuah kesatuan dari sekumpulan orang , wilayah dan sistem sosial-budaya yang hidup bersama berasaskan pada pandangan hidup Tri Hita Karana, cara hidup ( adat istiadat, sistem kontrol ( hukuman adat atau yang dikenal dengan istilah awig-awig ), dan sistem kepercayaan ( agama) yang dimiliki oleh umat Hindu Bali .
Dalam prakteknya, Susunan desa Pakraman di Bali di bagi menjadi empat, yaitu :
o Wilayah desa Pakraman yang hanya terdiri dari satu  Banjar adat
o Satu desa Pakraman yang terdiri dari satu atau lebih banjar dinas
o Satu keperbekelan atau kelurahan yang terdiri dari beberapa Desa Pakraman
o Satu perbekel yang terdiri dari satu desa Pakraman .
Dari seluruh kategori desa Pakraman diatas , memiliki ideologi yang satu bernama Tri Hita Karana yang melandasi berlakunya hukum adat di Bali yang tentunya berbeda dengan hukum adat daerah lain. Sesuai definisinya, Tri Hita Karana sendiri memiliki arti Tiga penyebab kebahagiaan yang menjiwai sistem nilai yang ada di Bali, yang terdiri atas :
  1. filsafat keharmonisan antara hubungan manusia dengan Tuhannya ( Parhyangan), yang wujud fisiknya berupa Pura ( tempat suci) untuk pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wase yang diwujudkan dalam dewa-dewa baik yang universal maupun dewa lokal.
  2. Hubungan manusia manusia dengan alamnya ( Palemahan) yang merujuk pada lingkungan atau wilayah lokalitas tempat desa Pakraman itu berada dengan batas-batasnya yang jelas, Desa memiliki palemahan untuk penempatan bangunan suci, perumahan warga desa, sawah dan perkebunan yang diatur secara tertib oleh hukum adat agar tidak menimbulkan konflik antar warga .
  3. Hubungan manusia dengan manusia lainnya ( Pawongan ) yang merujuk pada interaksi sosial yang dilakukan oleh umat Hindu Bali dengan masyarakat atau orang  lain di lingkungan sekitar tempat tinggalnya .

Melihat kenyataan diatas, kita dapat mengetahui bahwa Ideologi Tri Hita Karana pada dasaranya adalah suatu sistem panutan yang dijadikan pedoman oleh masyarakat Bali untuk menjalani hidup yang lebih teratur sesuai dengan ajaran Hindu .


o       Bagaimanakah Stratifikasi sosial masyarakat yang ada di Bali ?
( ajukan pertanyaan ini kepada tour guide di bis masing-masing agar diperoleh penjelasan langsung dari si Pemandu yang memang asli warga Bali dan paham tentang seluk-beluk kehidupan orang Bali )
Jawaban :
Menurut penuturan dari tour guide di bis Saya, untuk sistem stratifikasi di Bali dibagi ke dalam dua jenis yaitu yang berdasarkan wangsa dan yang kedua berdasarkan pada warna atau kasta . Untuk stratifikasi wangsa tidaklah bisa diubah berdasarkan kekayaan ataupun pekerjaan dikarenakan sudah garis keturunan yang menentukan seseorang untuk berada pada satu wangsa tertentu, untuk pembagiannya dibagi menjadi empat wangsa :
1.      Pertama, dikenal dengan wangsa Brahmana, yakni orang-orang yang tinggal di dalam istana dan merupakan keturunan dari para pemuka agama atau orang suci di Bali, biasanya nama orang yang berasal dari wangsa ini akan diawali dengan nama depan Ida ( Ida Bagus untuk yang pria dan Ida Ayu untuk yang wanita ) , ketika pemilik wangsa ini sudah beranjak dewasa dan mulai paham tentang konsep becik ala ( baik dan buruk ) , biasanya mereka akan langsung diangkat untuk menjadi Pedande atau pendeta suci umat Hindu yang bertugas memimpin berbagai macam upakara besar keagamaan yang rutin digelar setiap tahunnya .
2.      Kedua, dikenal dengan wangsa Ksatria , yakni orang-orang yang tinggal di lingkungan istana atau Puri dan merupakan keturunan dari keluarga Raja , biasanya nama orang yang berasal dari kasta ini akan diawali dengan nama depan Tjokorda, Anak Agung , dan dewa. Ketika sudah dewasa, biasanya mereka akan memiliki jabatan penting di dalam lingkungan kerajaan dan bila tiba saatnya akan menggantikan kedudukan raja yang lama .
3.      Ketiga, dikenal dengan wangsa Wesya , yakni orang-orang yang tinggal di lingkungan istana dan merupakan keturunan dari Maha Patih kerajaan , biasanya nama orang yang berasal dari kasta ini akan diawali dengan nama depan Gusti ( Gusti Bagus untuk anak laki-laki dan Gusti Ayu untuk nama wanita) . Dan ketika sudah dewasa, orang-orang yang berasal dari wangsa ini akan sangat berpeluang besar untuk menjadi mahapatih Raja melanjutkan jabatan mahapatih orang tuanya yang semisal sudah meninggal maupun sudah sakit-sakitan karena faktor usia .
4.      Keempat, dikenal dengan istilah Sudra, yakni merupakan wangsa untuk orang-orang yang tinggal diluar lingkungan istana atau yang biasa kita sebut dengan sebutan Rakyat Biasa , biasanya nama orang yang berasal dari wangsa ini tidak akan memiliki gelar, melainkan mereka hanya dberi nama menurut urutan kelahiran saja seperti; Wayan ( untuk anak pertama), Made ( untuk anak kedua), Nyoman ( untuk anak ketiga) dan Ketut ( untuk anak keempat). Dan Jika ada yg mempunyai lebih dari 4 orang anak namanya akan kembali lagi keurutan pertama (wayan), begitupun seterusnya. Hingga kini, orang-orang yang berada pada kasta ini merupakan penduduk mayoritas di Bali yang menggantungkan hidupnya dari sektor pekerjaan kasar, semisal menjadi buruh, nelayan, dan petani sawah serta perkebunan skala kecil .

Sedangkan, Sistem Kasta atau Warna di Bali disinyalir mulai diterapkan ketika masa pemerintahan penjajahan Belanda mulai memasuki Pulau Bali , istilah kasta sendiri berasal dari kata ” Kastu” yang artinya tingkatan yang ada dan melekat pada diri tiap orang berdasarkan pekerjaan mereka , Dalam sistem pelapisan masyarakatnya, sistem kasta memiliki beberapa kesamaan dengan sistem pelapisan masyarakat berdasar wangsa yakni sama-sama terdiri dari empat tingkatan kelas dan memiliki nama kelas yang sama , diantaranya :
1.   Kasta atau Warna Brahmana yang pekerjaannya sebagai Pemimpin, contoh nyatanya ada pada Gubernur Bali periode sekarang yakni Bapak I Made Mangku Pastika yang berasal dari wangsa Sudra, ketika Ia ada di rumah dan tidak memakai atribut kedinasan , tetangga di sekitar rumahnya akan berperilaku biasa saja dengan Pak Pastika dikarenakan dianggap memiliki tingkatan kasta yang sama dengan tetangganya, dan bahasa harian yang digunakan di lingkungan tempat tinggal akan lebih menjurus ke penggunaan bahasa Bali Ngasor ( tingkatan bahasa Bali Paling Bawah ) yang cenderung digunakan untuk bercengkrama dengan orang biasa . Tetapi ketika Pak Pastika sudah mengenakan atribut kedinasan, Kastanya secara otomatis akan berubah ke tingkatan Brahmana dikarenakan di lingkungan pemerintahan Ia akan berperan sebagai pemimpin yang harus mengayomi rakyat Bali, di waktu Ia berada pada level Brahmana, seluruh masyarakat dan tetangganya akan segan terhadap dirinya dan menghormati beliau karena Ia sekarang sedang berperan menjadi seorang Brahmana atau Seorang Pemimpin. Tidak terkecuali para bawahannya yang semisal bisa saja berasal dari golongan Ksatria, ketika berada di lingkungan pemerintahan mereka harus menghormati Pak Pastika karena memiliki status paling utama dalam tingkatan kasta Bali, tetapi ketika telah sampai di rumah bisa saja hal yang sebaliknya terjadi, yaitu justru Pak Pastika-lah yang akan berbalik menghormati bawahannya dikarenakan ketika sudah berada dilingkungan rumah, semua atribut kedinasannya telah di copot dan Ia kembali ke golongan wangsa Sudra yang kedudukannya lebih rendah dari wangsa Ksatria .
2.      Kasta atau Warna Ksatria yang pekerjaannya berada di sektor Pemerintahan tetapi memiliki jabatan di bawah Pemimpin ( atasan) atau yang biasa kita kenal dengan pegawai biasa atau pegawai rendahan , Semua orang di Bali memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk menduduki kasta ini di waktu-waktu tertentu saja atau dalam istilah lain biasa disebut ketika mereka masih berada di lingkungan kedinasan , diluar itu mereka akan kembali ke kastanya semula . Untuk menduduki kasta ini, biasanya orang-orang akan saling bersaing ketat di dalam memajukan ilmu pengetahuannya agar bisa berpeluang besar untuk menduduki kasta yang satu ini . Contohnya, Semisal Suatu hari Pak Komang yang berasal dari kasta Sudra ingin menduduki jabatan sebagai Pegawai negeri di Dinas Pariwisata Kabupaten Ubud, untuk mendapatkan jabatan itu Ia harus bersaing dengan ratusan kompetitor lain yang ingin menduduki jabatan yang sama, Hingga di waktu hari pengumuman penerimaan pegawai, ternyata nama Pak Komang dinyatakan lolos dan memenuhi standar kriteria menjadi pegawai di Dinas Pariwisata Kabupaten Ubud. Setelah dinyatakan lolos, pada hari itu juga secara otomatis status kasta Pak Komang yang berasal dari golongan Sudra kini sudah meningkat ke golongan Ksatria dikarenakan usahanya yang gigih untuk memperoleh jabatan sebagai pegawai di dinas pariwisata yang derajatnya disamakan dengan Kasta Ksatria .  
3.      Kasta atau Warna Waisya yang pekerjaannya berada di sektor perdagangan dan jasa, untuk memperoleh kasta ini, semua orang dari berbagai golongan wangsa memiliki peluang yang sama untuk bertengger pada kategori kasta yang satu ini, Semisal suatu hari Pak Nengah yang berasal dari wangsa Sudra berkeinginan untuk menjadi pedagang yang sukses dikarenakan Ia sudah bosan hidup menjadi petani miskin yang hidup susah dan melarat , untuk mewujudkan mimpinya itu Pak Nengah bekerjasama dengan salah seorang Pengrajin Perak asal desa Celug untuk membuka cabang usaha di daerah tempat tinggal Pak Nengah yang sangat berpotensi besar untuk menjual berbagai jenis cenderamata berbahan dasar perak dikarenakan banyak turis yang selalu datang ke desanya tetapi belum ada satupun Sentra Penjual Oleh-oleh disana. Ternyata setelah idenya tersebut ditawarkan, si Pengrajin perak dari Celug tersebut tertarik dengan usulan Pak Nengah dan memutuskan untuk membuka cabang cenderamata perak dibekas lahan sawah Pak Nengah yang kini sudah berubah fungsinya sebagai Toko Art Gallery perhiasan Perak. Ternyata setelah diresmikan, Banyak turis lokal dan asing yang mampir ke Toko Art Gallery Perak milik Pak Nengah untuk membeli oleh-oleh perhiasan untuk keluarganya di daerah atau negara lain. Sekarang ,Karena usahanya yang gigih, kehidupan Pak Nengah yang berasal dari wangsa sudra bisa dikatakan sudah jauh lebih membaik dikarenakan Ia telah mengalami peningkatan kasta , ke dalam golongan kasta waisya melalui usaha perdagangan cenderamata perhiasan  perak yang sukses .
4.      Kasta atau warna Sudra yang pekerjaannya berada di sektor pekerja kasar semacam buruh harian dan petani skala kecil , untuk memperoleh kasta ini, semua orang dari berbagai golongan wangsa memiliki peluang yang sama untuk bertengger pada kategori kasta yang satu ini, tidak terkecuali mereka yang berasal dari golongan wangsa kelas atas . Semisal suatu hari Pak I Gusti Bagus Wedyatama yang berasal dari wangsa Wesya mengalami masalah yang besar dalam hidupnya akibat uang warisan yang Ia dapatkan dari Ayahnya, habis total dikarenakan untuk membayari gaji ratusan karyawan di pabrik tekstilnya yang terpaksa di PHK akibat peristiwa krisis moneter 1998,  Setelah peristiwa itu terjadi, kehidupan keluarga Pak Bagus berubah secara drastis akibat kini keluarganya sudah jatuh miskin dikarenakan kebangkrutan usaha tekstilnya, untuk menyambung hidup keluarga, Pak Bagus rela bekerja sebagai petani skala kecil yang bertugas membajak sawah guna mendapatkan upah harian yang bisa Ia manfaatkan untuk memberi makan kedua anaknya dan seorang istrinya yang kini juga telah hidup sengsara walaupun mereka masih berstatus sebagai wangsa Wesya . Jika dilihat dari fenomena yang dialami pak Bagus , kita dapat memetik kesimpulan bahwa profesi atau kasta yang dimiliki pak bagus telah berubah dari yang tadinya berprofesi sebagai pengusaha tekstil sukses ( kasta Wesya) berubah menjadi seorang petani miskin akibat mengalami kebangkrutan ( Kasta Sudra ), tetapi untuk hal status wangsa, wangsa keluarga Pak Bags tetap bertengger di wangsa keluarga Ksatria dikarenakan garis keturunanlah yang menakdirkan demikian.  

NB :

  • Stratifikasi berdasarkan Wangsa : tidak bisa diubah berdasarkan pekerjaan dan kekayaan dikarenakan sudah ditentukan berdasarkan garis keturunan keluarganya.
  • Stratifikasi berdasarkan kasta : bisa berubah berdasarkan pekerjaannya dan bisa terjadi perubahan pada semua kelas wangsa yang ada.  

No comments: