Ditahun-tahun awal berdirinya, bangunan utama lawang sewu ini tidak memiliki relief arca jiwa sebagai hias atapnya
Baru pada tahun 1930-an, arca jiwa resmi dipasang pada atap gedung ini ( yang dilingkarai merah )
setelah dipasang, Arca jiwa sempat menghilang lama selama berpuluh-puluh tahun .....
Dan pada tahun 2009, arca jiwa ( replika ) dipasang kembali di lawang sewu sebagai langkah preservasi bangunan cagar budaya ini ...........
SEMARANG TENGAH- ”Arca jiwa” pada bangunan Lawangsewu yang selama puluhan tahun hilang, dikembalikan ke tempat semula. Arca yang terpacak di puncak atap bagian depan itu bukan asli, melainkan hanya tiruan.
Keberadaan arca berlanggam dominan Jawa di bangunan bergaya Eropa itu sepintas terlihat janggal. Namun, menurut Kepala Pusat Pelestarian Benda dan Aset Bersejarah PT Kereta Api, Ella Ubaidi, arca jiwa adalah ornamen asli yang ada pada saat bangunan itu dibuat. Untuk itu didasarkan pada data dan foto asli Lawang Sewu dari Belanda.
Dalam foto itu terlihat arca jiwa terpasang di puncak atap bagian depan bangunan, terletak di antara dua menara. Arca itu, lanjut Ella, salah satunya melambangkan simbol Nederlandsch Indie Spoorweg Matskapij (NIS). ”Arca ini bisa disebut sebagai jiwa atau simbol NIS. Ia hanya berfungsi sebagai ornamen penghias saja,” ujarnya.
Arca jiwa yang berukuran sekitar 1 x 0,5 meter, berlanggam campuran Jawa, Islam, dan Eropa. Wujud utuhnya menyerupai nisan yang berdiri tegak.
Di dalamnya terdapat relief kalamakara (rahang atas kepala banaspati) serta roda kereta api yang dilengkapi dua buah sayap. Mengacu pada bangunan candi Jawa, kalamakara berfungsi sebagai penolak bala.
Arca tersebut sudah hilang dicuri orang pada zaman pendudukan Jepang. Karena keberadaanya sudah tidak bisa dilacak lagi, PT KA memesan arca tiruan dari perajin di Muntilan, Magelang.
”Awalnya kami sempat melihat ada yang janggal dari bentuk bagian depan Lawang Sewu. Bentuk kotak yang memotong segitiga itu semacam dudukan, atau tempat untuk meletakkan sesuatu. Setelah menelusuri melalui berbagai literatur, kami mendapatkan bentuk asli yang hilang yakni arca,” papar Ella.
Patung Ganesha
Selain ”arca jiwa”, di bagian depan bangunan dulunya juga terdapat patung Ganesha. Literatur tentang Ganesha tersebut sampai saat ini juga masih sedang dicari.
Ir Kriswandhono, pendamping teknik konservasi Lawang Sewu mengatakan, menurut data arca tersebut ada pada era 1920-1930. Bentuk roda bersayap itu sama dengan gambar yang ada di kaca patri hall gedung utama, yang merupakan simbol NIS.
”Sebetulnya masih banyak lagi bagian dari bangunan Lawang Sewu yang hilang dan belum dikembalikan. Seperti lengkung di bawah kalamakara, disana ada mozaik yang hilang entah kemana,” tutur dia.
Menurut Guru Besar Arsitektur Undip, Prof Ir Totok Roesmanto MEng, prinsip preservasi adalah mengembalikan bangunan bersejarah ke bentuk aslinya. Jika perlu melakukan penyesuaian konstruksi untuk fungsi baru, sebisa mungkin tidak terlihat mencolok.
Terkait preservasi Lawangsewu, prinsip itu mutlak diterapkan. Bagian yang telah hilang, sebisa mungkin dikembalikan. Apa yang bersifat tambahan, sebaiknya dihilangkan.
Pendapat senada dikemukakan arsitek dan perencana kota Ir Widya Wijayanti MPh Murp. Namun dalah proses preservasi, ia lebih menekankan pada sisi pemanfaatan, apakah bisa menjamin kelestarian bangunan itu. Penyesuaian terhadap fungsi baru tidak masalah, sejauh masih dalam koridor yang diizinkan.
No comments:
Post a Comment