MENCOBA MERABA PERAYAAN IMLEK DI SEMARANG
Sumber : www.bangyeka.wordpress.com
Beberapa waktu yang lalu saya dan beberapa kawan sempat mampir di Gang Lombok Semarang. Gang yang terletak di Jl. Pekojan Semarang (kalo gak Salah) ini adalah salah satu komplek gang di Semarang yang sebagian besar penghuninya adalah warga tionghoa. Biasa kita menyebutnya dengan kawasan pecinan. Di gang yang terletak di pinggir kali Semarang ini saya sempat berkunjung di dua yayasan sosial milik warga tionghoa di Semarang. Tji Lam Tjay dan Kong Kow Hoo, dua yayasan ini yang kami kunjungi. Namun saya tidak akan berbicara tentang dua yayasan ini. Pada kesempatan kali ini saya ingin berbagi kepada anda tentang perayaan Imlek di Semarang. Kunjungan saya di Gang Lombok inilah yang menggerakkan jari-jari ini untuk mengetik tuts keyboard di latpop Asus saya mengenai Imlek di Semarang.
Perayaan imlek sendiri adalah perayaan tahun baru cina yang dimulai di hari pertama bulan pertama (bahasa Tionghoa: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti “malam pergantian tahun” (wikipedia.com). Menurut sejarahnya tahun baru imlek merupakan sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani di Cina yang juga berkaitan dengan pesta para petani untuk menyambut musim semi. Perayaan ini secara resmi dilakukan pada masa Dinasti Shang di abad 14 SM. Secara Mitos perayaan Imlek berasal dari seekor naga bernama Nian yang sering menyerang penduduk kampung setiap akhir tahun cina. Pada suatu ketika ada sekelompok anak kecil yang bermain-main petasan di akhir tahun. Nian pun muncul dari peraduannya. Namun siapa nyana, Sang Naga Nian tak berani mendekati anak-anak yang memakai baju merah. Bahkan Sang Naga Nian pergi meninggalkan kampung karena ada bunyi petasan. Inilah mengapa baju merah dan petasan identik pada perayaan Imlek.
Di Kota Semarang sendiri perayaan imlek yang paling meriah biasanya dilakukan di salah satu tempat bernama Pasar Semawis Semarang. Jika anda ke Kota Semarang temuilah tukang becak, penjaga warung, pak polisi atau tukang ojek tanyailah mereka dimana letak pasar Semawis pasti 9 dari 10 orang akan menjawab TAHU !!. Semawis sendiri artinya Semarang Pariwisata. Di Pasar Semawis ini lidah anda akan dimanjakan dengan berbagai makanan khas daerah termasuk makanan khas Semarang Lunpia. Lunpia adalah makanan yang memiliki citarasa Jawa-China dan anda hanya mendapatkan citarasa itu di Semarang. Namun, jika anda muslim yang memperhatikan ke halalan makanan maka kehati-hatian dalam mengkonsumsi makanan di tempat ini adalah salah satu sikap yang perlu anda perhatikan. Kadang anda akan menjumpai sate baby atau sop bakut disini. Tapi jangan kuatir, masyarakt Tiong Hoa Semarang adalah masyarakat yang toleran. Anda dapat pula memilih kios mana yang menyediakan makanan yang halal. Lagipula tidak semua penjual adalah orang Tiong Hoa. Orang asli Semarang yang biasa memanggil anda dengan sebutan Nda… !! tetap akan anda jumpai.
Setelah puas menikmati makanan anda dapat pula menikmati hiburan yang stand by untuk para pengunjung. Belum puas rasanya bila sudah sampai di pasar Semawis anda tidak menikmati pertunjukkan ala tiong hoa seperti barongsai, wayang potehi, cengge, dan operet china. Selain hiburan tradisional biasanya Pasar Semawis juga menyediakan hiburan modern seperti live music, dance, ataupun karaoke.
Tentunya kemeriahan Imlek semacam ini tidak datang dengan tiba-tiba. Warga Kota Semarang tentunya perlu berterima kasih kepada dua pihak yang telah berjasa menjadikan pasar Semawis menjadi salah satu tempat mengakses khasanah budaya Semarang. Pertama barangkali kita perlu berterima kasih kepada almarhum Gus Dur. Pada masa kepemimpinannya Gusdur mengijinkan warga Tiong Hoa untuk merayakan Imlek secara terbuka yang sebelumnya imlek dilarang di rayakan secara terbuka dan beramai – ramai. Hal ini tidak lain dikarenakan pemikirian Gus Dur yang terbuka dan toleran sehingga meresmikan kepercayaan Kong Hu Chu sebagai salah satu agama yang diakui di Indonesia.
Kedua, kita perlu berterima kasih kepada Komunitas Pecinan Untuk Semarang Pariwisata atau disingkat KOPI SEMAWIS. Dari sebuah komunitas inilah Pasar Semawis tercetuskan dan menjadi seperti yang sekarang ini. Saya tidak terlalu paham bagaimana dan seperti apa sejarah KOPI Semawis terbentuk. Namun yang perlu kita garis bawahi bahwa peristiwa atau rutinitas yang mengesankan yang kita lakukan pada hari ini biasanya berasal dari kepeloporan oknum dimasa lalu, maka berterima kasihlah kepada mereka.
Jika anda penasaran dengan ramainya pasar Semawis datangi saja tempat ini ketika Imlek tiba sampai hari ke tujuh.
No comments:
Post a Comment