BAHASA Semarangan
lebih eksis sebagai bahasa tutur ketimbang bahasa tulisan. Ini terjadi karena dalam
konteks kebudayaan Jawa, Semarang bukanlah pusat kebudayaan. Meski
statusnya sebagai ibu kota provinsi, posisi Semarang dalam kebudayaan Jawa sejak masa
lampau selalu menjadi subordinate dari Kasunanan Surakarta. Bahkan, pada masa
kerajaan pun Semarang hanya berstatus sebagai kadipaten (kabupaten).
Karya sastra dengan bahasa Semarangan, sejauh yang
penulis ketahui, belum pernah ada. Apalagi
kamus bahasa Semarangan. Namun, bahasa Semarangan tetap
eksis sebagai bahasa tutur, dan berkembang secara alami. Tak ada pakar yang
merumuskan kaidah-kaidahnya. Bahkan, pelajaran BahasaJawa di sekolah pun semuanya
mengacu pada Bahasa Jawa dialek Solo. Jika sampai sekarang Bahasa Semarangan
masih bertahan hal itu semata-mata karena merupakan bahasa ibu bagi para
penuturnya.
Jika dibandingkan dengan dialek Muria (Kudus, Jepara, dan
Pati) serta Banyumasan dan Tegal, secara geografis daerah sebaran penutur
bahasa Semarangan paling sempit. Bahkan, bahasa ini tidak tumbuh dan berkembang
di seluruh wilayah administratif Kota Semarang. Bahasa ini hanya tumbuh dan berkembang
di wilayah perkampungan antara Banjir kanal Timur dan Banjir kanal Barat.
Untuk mengetahui lebih lanjut ..silahkan klik link di bawah ini !!!
No comments:
Post a Comment