PERANAN PEMUDA ETNIS JAWA DAN TIONGHOA
DALAM PELESTARIAN KESENIAN GAMBANG SEMARANG DI ERA MODERN
Sae Panggalih
Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS-UNNES
Abstrak
Tulisan ini mengkaji tentang peranan yang
dilakukan oleh para pemuda Etnis Jawa dan Tionghoa yang tinggal di Semarang
dalam melestarikan kesenian peninggalan leluhur mereka berupa kesenian Gambang
Semarang yang harus tetap dilestarikan di era modernisasi budaya seperti saat
ini yang rasanya mulai menggeser kepopuleran dan kegandrungan pemuda terhadap kesenian tradisi lokal yang seharusnya
mereka jaga kelestariannya. Bentuk dari kebergeseran kesenian Gambang Semarang
di era modern diantarnya adalah jarang dipentaskannya kesenian tradisi ini di
setiap event hajatan besar baik yang diselenggarakan oleh masyarakat Semarang
sendiri maupun Perangkat Pemerintahan Kota. Padahal dalam perjalanan
sejarahnya, kesenian Gambang Semarang sempat menjadi idola kaum pemuda dan
masyarakat luas di sekitar tahun 1930-an atau di era kolonial yang pada waktu
itu sebetulnya juga memiliki budaya kesenian berbau Eropa yang lebih modern
dari kesenian Gambang Semarang .Tetapi pada waktu itu, para pemuda pribumi Jawa
dan Tionghoa lebih bangga kepada kesenian akulturasi tradisi leluhur mereka
yang mereka anggap sebagai penyimbol rasa kerukunan antar etnis yang membaur
dalam bentuk musik,tari,vokal,dan lawak Gaya Semarangan yang lebih menghibur ketimbang budaya kesenian Eropa yang
lebih terkesan eksklusif untuk kalangan kaum kulit putih saja dan hanya
terbatas pada gerak dansa-dansi yang
kaku.
Kata kunci: peranan pemuda etnis Jawa dan Tionghoa,
pelestarian kesenian Gambang Semarang di era modern.
PENDAHULUAN
K
|
edatangan masyarakat asing di suatu
daerah tentunya membawa pengaruh besar terhadap perkembangan daerah itu
sendiri. Salah satu daerah di pesisir Jawa yang menjadi daerah persinggahan
emigran Cina di Indonesia adalah Kota Semarang. Hal ini diawali oleh kedatangan
Laksamana Cheng Ho pada tahun 1412 Masehi , dengan membawa misi dagang yang
terus berlanjut hingga abad ke 20. Sebagian besar perantauan Cina memiliki
pengetahuan dan ketrampilan berdagang. Ketika pada masa Kolonial Belanda,
kegiatan dagang etnis Cina dibatasi dengan cara memindahkan kehidupan etnis
Cina ke Pecinan, kegiatan perdagangan tetap berjalan pesat. Terutama adanya
interaksi etnis Cina dengan pribumi. Dari kenyataan inilah terjadi akulturasi
budaya Cina-Jawa di Kota Semarang hingga sekarang.
Menurut sejarah,
kota Semarang telah mampu berkembang sebagai transformasi budaya yang bersifat
religi, tradisi, teknologi maupun aspirasi yang menjadi daya penggerak bernilai
besar dalam memberi corak dan memperkaya kebudayaan. Kebudayaan, menurut Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1974 : 16) adalah semua hasil karya, rasa
dan cipta masyarakat. Mengacu pendapat tersebut, maka karya masyarakat akan
menghasilkan teknologi dan kebudayaan yang berwujud benda, misalnya rumah,
makanan, senjata, pakaian dan sebagainya.
Akulturasi adalah
proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing yang berbeda
sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur asing tersebut lambat laun diterima dan
diolah ke dalam kebudayaan sendiri. (Koentjaraningrat, 1974 : 152). Dalam hal
ini akulturasi merupakan proses pengambilan dan pemberian unsur kebudayaan
tertentu dari dua jenis budaya, akibat adanya pertemuan kelompok-kelompok yang
berlatar belakang budaya berbeda di tempat atau lokalitas yang sama.
Masyarakat Cina
yang berada di Semarang, terdiri atas masyarakat Cina Totok dan masyarakat Cina
Peranakan. Masyarakat Cina Totok adalah masyarakat Cina yang eksklusif dan
tertutup dari pengaruh lingkungan sosialnya. Sementara masyarakat Cina
Peranakan adalah masyarakat yang proses sosialnya telah membaur dengan
kehidupan masyarakat setempat. Menurut aspek kebudayaannya, Cina Peranakan
telah menjadi perantara timbulnya akulturasi budaya Cina dan Jawa. Sementara
yang dimaksud wilayah masyarakat Jawa adalah masyarakat yang tinggal di Jawa
Tengah, salah satunya di Kota Semarang.
Tetapi pada awal
perkembangannya, Orang Jawa yang tinggal di Kota Semarang sulit menerima
pembauran antara kesenian tradisi Jawa dan Tiongkok, dikarenakan muncul rasa
khawatir yang berasal dari masyarakat Jawa Semarang yang menganggap bahwa
pembauran antara kesenian Jawa dan Tiongkok dapat mengubah pakem kesenian Jawa
yang kaya akan nilai-nilai kesakralan yang sarat dengan nilai-nilai adiluhung
nenek moyang orang Jawa. Akan tetapi pada tahun 1932, Anggota Dewan Rakyat
Semarang ( Volksraad) yang di wakili
oleh Seniman Tiongkok bernama Lie Hoo Soen berhasil meyakinkan kepada orang
Jawa yang tinggal Semarang bahwa perpaduan musik akulturasi tidak akan merusak
budaya masing-masing etnis, tetapi justru akan memperkaya jenis kesenian
pembauran yang akan merekatkan tali persaudaraan antara etnis Jawa dan Tionghoa
yang tinggal di Semarang.
Setelah diadakan
pertemuan antara Dewan rakyat Semarang dengan orang Jawa yang tinggal Semarang
, maka sejak saat itulah kesenian Gambang Semarang mulai dapat diterima oleh
Pemuda dan masyarakat luas Semarang sebagai perpaduan antara kesenian Tionghoa
dan Jawa Pesisir yang memulai permentasan perdananya di tahun 1932 .
Tetapi seiring
dengan berubahnya Zaman, kepopuleran kesenian Gambang Semarang yang sempat
menjadi idola kawula muda Jawa dan Tionghoa Semarang di dekade abad 20-an telah
digeser oleh kepopuleran kesenian berbau modern abad 21 yang berasal dari dunia
barat dan Asia Timur ( khususnya Jepang dan Korea ) yang lebih mudah
digandrungi generasi muda Semarang dikarenakan lebih dianggap keren dan gaul untuk konsumsi hiburan masa kini.
Permasalahan yang diangkat di sini adalah: Pertama, Mengapa di era modern, peranan pemuda Jawa
dan Tionghoa Semarang dalam pelestarian budaya tradisi Gambang Semarang
sangatlah kurang dan terkesan acuh ? Kedua,
Mengapa keberadaan etnis pemuda Jawa dan Tionghoa Semarang sangatlah berperan
besar dalam pelestarian Kesenian Gambang Semarang ? Ketiga, Bagaimanakah upaya yang seharusnya dilakukan oleh pemuda
Jawa dan Tionghoa yang tinggal di Kota Semarang dalam pelestarian kesenian
Gambang Semarang di era modern ?
Tujuan
penulisan artikel ini adalah: Pertama,
berusaha mendeskripsikan dan menganalisis penyebab keacuhan pemuda etnis Jawa
dan Tionghoa Semarang terhadap kesenian tradisi Gambang Semarang di era modern.
Kedua, berusaha untuk mendeskripsikan
dan menganalisis peranan besar etnis pemuda Jawa dan Tionghoa Semarang dalam
pelestarian kesenian Gambang Semarang. Ketiga,
berusaha untuk mendeskripsikan dan menganalisis upaya yang seharusnya dilakukan
oleh pemuda Jawa dan Tionghoa yang tinggal di Kota Semarang dalam pelestarian
kesenian Gambang Semarang di era modern .
PENYEBAB KEACUHAN PEMUDA TERHADAP SENI TRADISI
S
|
ungguh sangat memprihatinkan kondisi pemuda
saat ini, adalah sebuah realita yaitu mulai menurunnya rasa kecintaan
dan rasa keinginan yang dimilki oleh generasi muda untuk memajukan budaya daerah yang merupakan warisan leluhurnya
sendiri. Penyakit dekadensi moral kini menyerang generasi tanpa kendali.
Kondisi
seperti ini bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari di mana generasi muda
sebagai cikal bakal harapan masa depan, kian akan pudar. Kondisi seperti ini
apabila dibiarkan, cepat atau lambat akan berdampak luas dalam kehidupan masa
depan baik generasi tua maupun muda. Kurangnya kesadaran untuk memahami
budayanya sendiri akan berdampak besar, yakni hilangnya jatidiri. Fenomena ini
akan menjadi bahaya laten bagi kita semua.
Dalam
perjalanannya, rasa kekurang sadaran atau keacuhan pemuda pada kesenian tradisi
yang disebabkan oleh modernitas budaya luar yang berlebihan pada akhirnya dapat
membuat kesenian tradisi semakin tersingkir dari masyarakatnya yang seharusnya
melestarikan kesenian tradisi lokal peninggalan leluhurnya . Hal ini juga
senada dengan yang diungkapkan oleh Ukus Kuswara selaku Dirjen Nilai Budaya
Kemenbudpar dalam suara karya.com
yang mengatakan bahwa ” Seni
pertunjukan tradisional kini sudah mulai tergeser keberadaannya dan tidak
disukai masyarakat. Hal ini menyusul makin maraknya pergelaran seni modern dan
penampilan kelompok musik luar negeri yang semakin digandrungi oleh kawula muda
Indonesia”.
Ungkapan Dirjen Kemenbudpar diatas memanglah benar
dikarenakan cepat atau lambat modernitas yang ada dalam bidang
kebudayaan,dikhawatirkan dapat membuat generasi muda semakin terbius dengan
virus budaya modern yang dianggap lebih bagus dan keren dibandingkan dengan
seni tradisi yang kuno, yang pada akhirnya akan membuat seni tradisi menjadi
hilang dari negeri ini dikarenakan lemahnya peran pemuda dalam menjaga dan
melestarikan budaya daerah masing masing.
Karena apabila kita menengok kembali definisi dari kata
modernisasi yang berasal dari bahasa
latin yaitu “modo” yang berarti akhir-akhir ini, dan “ernus” yang berarti
periode waktu masa kini, serta mendapatkan tambahan “isasi” yang mengandung
arti proses. Jadi, modernisasi berarti proses menuju masa kini atau akhir-akhir
ini. Kemungkinan untuk terjadinya perubahan pada masyarakat dalam memaknai
dan menghargai kebudayaan tradisi memanglah sangat memiliki peluang besar untuk
terjadi dan dapat menggeser kebudayaan lokal dikarenakan masyarakat masa kini
dengan pemikirannya yang modern lebih dapat menerima budaya modern yang mudah
diterima daripada kesenian tradisi .
Kesenian tradisi Gambang Semarang, merupakan salah satu
contoh seni tradisi yang mulai ditinggalkan dan dilupakan pemuda kotanya yang
sebagian besar berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa dikarenakan adanya
modernitas budaya yang mulai merasuk kedalam diri pemuda asli Semarang, Salah
satu bentuk modernitas budayanya adalah mulai dikenal dan dikaguminya seni-seni
hiburan modern yang berasal dari Korea , Jepang, dan Barat oleh pemuda Semarang
yang pada akhirnya dapat menggeser keberadaan kesenian tradisi Gambang Semarang
di era modern ini .
Penguatan
jati diri dan kecintaan para pemuda Semarang pada budaya Semarangan yang lebih
berorientasi pada tradisi leluhur, diharapkan dapat menjadi cara paling ampuh
untuk menangkal dampak negatif dari modernitas budaya asing di Kota Semarang .
PERAN TIONGHOA DAN JAWA DALAM DENDANG GAMBANG SEMARANG
J
|
ika dilihat dari sejarahnya
sebenarnya kesenian tradisional Gambang Semarang tidak sepenuhnya asli dari
kota Semarang. Semarang yang merupakan kota pesisir menjadi tempat persinggahan
para pedagang dari berbagai daerah, sehingga terjadilah akulturasi dan
inkulturasi kebudayaan yang menunjukkan ciri-ciri khusus sebagai lambang
keadaan psikologis seniman serta keadaan fisik, tradisi atau iklim budaya
masyarakat dalam lingkungannya .
Kesenian
Gambang Semarang merupakan hasil persebaran budaya Tionghoa dari Jakarta yang
di bawa sejumlah orang yang bermigrasi dan bermukim di tengah kota Semarang. Alunan
musik Gambang Semarang yang tidak lain turunan dari Gambang Kromong ini, dekat
dengan alunan musik masyarakat Tionghoa. Gambang Semarang sebagai kesenian khas
Semarangan memang sangat lekat dengan perbauran kesenian Tionghoa. Hal ini bisa
dilihat dari alat musik gesek yang di pakai pada kesenian musik ini,
menggunakan nama-nama dalam bahasa China seperti su kong, kong ah yan dan
the yan. Penyanyi dalam kesenian musik tradisional Gambang Semarang ini
juga mengenakan kebaya encim, kebaya khas kaum perempuan Tionghoa. Pada
Gambang Semarang, para penyanyi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Cio Kek , juga sering mendendangkan
lagu-lagu Jawa tapi dibawakan dengan cengkok Mandarin. Hanya saja dalam setiap
penampilan, para Cio Kek ini
menambahkan tari-tarian. Mereka tidak lagi mengenakan kerudung seperti yang
dikenakan biduanita Gambang Kromong.
Apabila
melihat dari perjalanan sejarah Gambang Semarang diatas, maka pihak yang paling
bertanggung jawab dalam pelestarian budaya tradisi Gambang Semarang adalah para
pemuda dari etnis Tionghoa dan Jawa yang tinggal di Semarang, hal itu
dikarenakan sudah selayaknya dan sudah menjadi kewajiban
para pemuda Semarang pada khususnya untuk terus berusaha dan berupaya terus melestarikan peninggalan
sejarah nenek moyang yang telah ditinggalkan dalam bentuk budaya tradisi
Gambang Semarang. Sebagai generasi penerus tradisi Semarangan, sudah seharusnya
jika para pemuda menggali lebih dalam potensi budaya Semarangan yang ada dan
berupaya untuk mengaktifkan lagi kebudayaan tradisi Gambang Semarang yang
sebagian besar sudah tergeserkan oleh nilai budaya asing yang secara
nyata bertentangan dengan budaya dasar daerah Semarang.
Pemuda
sebagai aset penerus eksistensi budaya daerah sudah menjadi kewajiban baginya
untuk berusaha dan berupaya untuk melestarikan kebudayaan daerah yang sebagian
sudah hampir punah, sehingga kebudayaan yang hampir punah itu bisa
dibangkitkan lagi.
Kecintaan mereka
pada budaya dan berusaha membentuk kelompok kelompok pecinta budaya daerah
serta bekerja sama dengan pemerintah untuk membantu berdirinya sarana dan
prasarana agar terwujudnya kelestarian budaya daerah tersebut. Dengan
berdirinya kelompok sanggar muda tersebut diharapakan dapat melestarikan budaya
Semarangan yang ada dan menumbuhkan kecintaan serta kesadaran generasi muda
Semarang akan pentingya untuk melestarikan budaya Semarangan. Sehingga apa yang
menjadi tradisi dan kekhasan budaya Semarangan berupa kesenian Gambang Semarang
akan tetap ada dan kejayaan dimasa lalu menjadi sejarah tersendiri yang bisa
dibanggakan oleh generasi penerusnya kelak.
UPAYA SEMARAK PEMUDA BANGKITKAN GAMBANG SEMARANG
S
|
esungguhnya, “ Seorang pemuda ibarat matahari yang tengah memancarkan cahaya
terang dan cahaya yang paling panas”. Mungkin ungkapan tersebutlah yang dapat dijadikan sebagai
semangat kebangkitan pelestarian budaya tradisi Gambang Semarang oleh para
Pemuda Semarang. Hal itu disebabkan karena seharusnya di masa modern seperti
sekarang ini, campur tangan para pemuda memanglah sangat dibutuhkan untuk
mempertahankan kesenian tradisi agar tidak hilang ditelan oleh gemerlap budaya
modern yang terkadang dapat membuat generasi muda terlena akan nilai-nilai
adiluhung budaya lokal yang sarat akan makna.
Salah satu
Upaya yang dapat mereka lakukan adalah dengan menerapkan konsep Nation Branding terhadap budaya semarangan
yang dapat diartikan suatu upaya besar yang dilakukan untuk meningkatkan
nilai seni khas Semarangan agar dapat dibangun dengan sesempurna mungkin dan
mengenalkannya kepada seluruh masyarakat yang tinggal di Kota Semarang maupun
di luar kota Semarang agar dapat diterima oleh semua pihak. Sederhananya,
apabila budaya Semarang semakin dikenal oleh masyarakat luas, maka sangatlah
mudah untuk mengembangkan budaya Semarangan tersebut dikarenakan upaya promosi
sudah dilakukukan dengan sebaik-baiknya oleh generasi muda Semarang masa kini .
Selain upaya Nation Branding, upaya lain yang dapat
dilakukan pemuda Semarang untuk melestarikan Gambang Semarang diantaranya
adalah dengan bekerjasama dengan pihak-pihak maupun program di bawah ini :
· Melalui Media Massa
Penggunaan Media
massa dianggap sebagai cara yang paling ampuh untuk mempromosikan suatu budaya
tradisi agar lebih dikenal khalayak luas. Misalnya saja : memperkenalkan
Kesenian Gambang Semarang melalui tayangan di televisi swasta nasional,menulis
artikel di surat kabar yang memperkenalkan kesenian Gambang Semarang,melakukan
siaran di radio dengan mewawancarai narasumber yang bergerak di bidang seni
tradisi Gambang Semarang,maupun memperkenalkannya melalui internet .
· Pementasan-Pementasan
Pementasan
kesenian Gambang Semarang ini dapat dilakukan dimanapun, yang paling terpenting
dari pementasan ini adalah keikutsertaan para pemuda Semarang dalam memainkan
instrumen Gambang Semarang , agar tidak muncul pandangan dari masyarakat bahwa
kesenian tradisi hanya untuk konsumsi golongan tua saja dikarenakan para pemain
instrumennya sudah sepuh-sepuh dan tidak energik lagi dalam memainkan instrumen
Gambang Semarang. Contoh nyata pementasan Gambang Semarang oleh generasi muda
adalah ketika ulang tahun Gedung Kesenian Sobokarti di Semarang yang para
penontonnya justru didominasi oleh kalangan pemuda yang berasal dari kalangan
akademisi dan umum.
· Melibatkan peran pemerintah
Beberapa tahun
belakangan ini, peran pemerintah dari Dinas Pariwisata dan Pemuda Kota Semarang
dalam menguri-uri budaya tradisi
Gambang Semarang sudah terlihat bergeliat dan gencar dalam mempromosikan
kesenian unggulan khas Semarangan lewat program ” Ayo Wisata ke Semarang” dan
program ”Visit Jateng 2013” yang memiliki visi dan misi untuk memberi dukungan
sepenuhnya kepada kesenian tradisi yang ada di Jawa Tengah agar berkembang dan
dapat mensukseskan program kunjungan wisata tahunan tersebut.
· memasukkan mapel karawitan Gambang Semarang dalam kurikulum sekolah
Upaya yang satu ini memang
perlu dilakukan Pemerintah Kota Semarang untuk lebih mengenalkan kesenian
Gambang Semarang ke kalangan pelajar yang notabene masih berada di usia muda
dan dapat dijadikan pewaris kesenian Gambang Semarang agar tidak musnah di
telan oleh modernitas zaman.
KESIMPULAN
S
|
etelah menganalisis peranan pemuda dalam
pelestarian Gambang Semarang, maka penulis dapat mengambil suatu benang merah
berupa simpulan. Ternyata penyebab keacuhan pemuda etnis Jawa dan Tionghoa
Semarang terhadap Kesenian Gambang Semarang disebabkan oleh modernisasi budaya
yang menggeser kesenian tradisi yang dianggap sudah kuno dan tidak sesuai
dengan dunia hiburan modern masa kini .Oleh karena dampak modernisasi itu, ada
baiknya para pemuda Semarang turut memberikan sumbangsih dalam pelestarian dan
pengembangan budaya Semarang lewat upaya nation branding dan kerjasama dengan
pihak pemerintah serta pihak terkait agar eksistensi Gambang Semarang dapat
dipertahankan di era modernisasi ini .
Selain mengupayakan untuk
melakukan perlindungan, Para pemuda etnis Jawa dan Tionghoa juga harus dapat
mencontoh dan menengok kembali perilaku nenek moyang mereka yang hidup di
Semarang pada era Kolonial Belanda, yaitu sikap kebanggaan mereka terhadap
kesenian tradisi Gambang Semarang yang dianggap sebagai kesenian pembauran yang
lebih merakyat dibandingkan dengan produk kesenian berbau Eropa tempo itu yang
dianggap kaku dan terkesan eksklusif. Padahal dalam kenyataannya,di waktu itu
derajat nilai kesenian Eropa memiliki kedudukan lebih tinggi daripada kesenian
rakyat pribumi yang masih dianggap tradisional. Rasa bangga pemuda etnis Jawa
dan Tionghoa terhadap kesenian tradisi Semarangan , pada akhirnya membuat
eksistensi kesenian Gambang Semarang tetap lestari dan digandrungi di era itu.
Intinya, rasa kebanggaan
terhadap budaya tradisi serta mau berkontribusi dalam pengembangannya merupakan
alat yang paling ampuh dalam menangkal efek negatif dari budaya asing yang
masuk ke Indonesia akibat adanya proses modernisasi budaya yang terjadi di era
ini.
DAFTAR PUSTAKA
, 2012. Akulturasi
Budaya Semarang di Festival Seni Pandanaran .
http: www.suara merdeka .co.id
( Di akses pada 16/04/2013).
http: www.suara merdeka .co.id
( Di akses pada 16/04/2013).
Widjajantie, Kusrina.2011.Musik
Gambang Semarang: Sebuah Bentuk Hibrida Budaya
Jawa dan Tionghoa
di Kota Semarang.http:www. etd.ugm.ac.id ( Diakses pada16/04/2013 )
Jawa dan Tionghoa
di Kota Semarang.http:www. etd.ugm.ac.id ( Diakses pada16/04/2013 )
Faisol, Edi. 2012. Kesenian Gambang Semarang Kembali
Dimunculkan.http:www.tempo.co.id
( Diakses 16/04/2013)
( Diakses 16/04/2013)
, 2009. Pertunjukan
Tradisional smakin tergeser.http: www.mediakontraktor.com
( Di akses pada 16/04/2013).
( Di akses pada 16/04/2013).
Pradita,Ana.2011.Definisi Modernisasi.http:www.anapradhita.blogspot.com
( Diakses 18/04/2013)
( Diakses 18/04/2013)
No comments:
Post a Comment