Saturday, October 5, 2013

PERANAN PEMUDA ETNIS JAWA DAN TIONGHOA  DALAM PELESTARIAN KESENIAN GAMBANG SEMARANG DI ERA MODERN

Sae Panggalih
Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS-UNNES


Abstrak
Tulisan ini mengkaji tentang peranan yang dilakukan oleh para pemuda Etnis Jawa dan Tionghoa yang tinggal di Semarang dalam melestarikan kesenian peninggalan leluhur mereka berupa kesenian Gambang Semarang yang harus tetap dilestarikan di era modernisasi budaya seperti saat ini yang rasanya mulai menggeser kepopuleran dan kegandrungan pemuda terhadap kesenian tradisi lokal yang seharusnya mereka jaga kelestariannya. Bentuk dari kebergeseran kesenian Gambang Semarang di era modern diantarnya adalah jarang dipentaskannya kesenian tradisi ini di setiap event hajatan besar baik yang diselenggarakan oleh masyarakat Semarang sendiri maupun Perangkat Pemerintahan Kota. Padahal dalam perjalanan sejarahnya, kesenian Gambang Semarang sempat menjadi idola kaum pemuda dan masyarakat luas di sekitar tahun 1930-an atau di era kolonial yang pada waktu itu sebetulnya juga memiliki budaya kesenian berbau Eropa yang lebih modern dari kesenian Gambang Semarang .Tetapi pada waktu itu, para pemuda pribumi Jawa dan Tionghoa lebih bangga kepada kesenian akulturasi tradisi leluhur mereka yang mereka anggap sebagai penyimbol rasa kerukunan antar etnis yang membaur dalam bentuk musik,tari,vokal,dan lawak Gaya Semarangan yang lebih menghibur ketimbang budaya kesenian Eropa yang lebih terkesan eksklusif untuk kalangan kaum kulit putih saja dan hanya terbatas pada gerak dansa-dansi yang kaku.

Kata kunci: peranan pemuda etnis Jawa dan Tionghoa, pelestarian kesenian Gambang Semarang di era modern.


PENDAHULUAN
K
edatangan masyarakat asing di suatu daerah tentunya membawa pengaruh besar terhadap perkembangan daerah itu sendiri. Salah satu daerah di pesisir Jawa yang menjadi daerah persinggahan emigran Cina di Indonesia adalah Kota Semarang. Hal ini diawali oleh kedatangan Laksamana Cheng Ho pada tahun 1412 Masehi , dengan membawa misi dagang yang terus berlanjut hingga abad ke 20. Sebagian besar perantauan Cina memiliki pengetahuan dan ketrampilan berdagang. Ketika pada masa Kolonial Belanda, kegiatan dagang etnis Cina dibatasi dengan cara memindahkan kehidupan etnis Cina ke Pecinan, kegiatan perdagangan tetap berjalan pesat. Terutama adanya interaksi etnis Cina dengan pribumi. Dari kenyataan inilah terjadi akulturasi budaya Cina-Jawa di Kota Semarang hingga sekarang.
Menurut sejarah, kota Semarang telah mampu berkembang sebagai transformasi budaya yang bersifat religi, tradisi, teknologi maupun aspirasi yang menjadi daya penggerak bernilai besar dalam memberi corak dan memperkaya kebudayaan. Kebudayaan, menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1974 : 16) adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Mengacu pendapat tersebut, maka karya masyarakat akan menghasilkan teknologi dan kebudayaan yang berwujud benda, misalnya rumah, makanan, senjata, pakaian dan sebagainya.
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri. (Koentjaraningrat, 1974 : 152). Dalam hal ini akulturasi merupakan proses pengambilan dan pemberian unsur kebudayaan tertentu dari dua jenis budaya, akibat adanya pertemuan kelompok-kelompok yang berlatar belakang budaya berbeda di tempat atau lokalitas yang sama.
Masyarakat Cina yang berada di Semarang, terdiri atas masyarakat Cina Totok dan masyarakat Cina Peranakan. Masyarakat Cina Totok adalah masyarakat Cina yang eksklusif dan tertutup dari pengaruh lingkungan sosialnya. Sementara masyarakat Cina Peranakan adalah masyarakat yang proses sosialnya telah membaur dengan kehidupan masyarakat setempat. Menurut aspek kebudayaannya, Cina Peranakan telah menjadi perantara timbulnya akulturasi budaya Cina dan Jawa. Sementara yang dimaksud wilayah masyarakat Jawa adalah masyarakat yang tinggal di Jawa Tengah, salah satunya di Kota Semarang.
Tetapi pada awal perkembangannya, Orang Jawa yang tinggal di Kota Semarang sulit menerima pembauran antara kesenian tradisi Jawa dan Tiongkok, dikarenakan muncul rasa khawatir yang berasal dari masyarakat Jawa Semarang yang menganggap bahwa pembauran antara kesenian Jawa dan Tiongkok dapat mengubah pakem kesenian Jawa yang kaya akan nilai-nilai kesakralan yang sarat dengan nilai-nilai adiluhung nenek moyang orang Jawa. Akan tetapi pada tahun 1932, Anggota Dewan Rakyat Semarang ( Volksraad) yang di wakili oleh Seniman Tiongkok bernama Lie Hoo Soen berhasil meyakinkan kepada orang Jawa yang tinggal Semarang bahwa perpaduan musik akulturasi tidak akan merusak budaya masing-masing etnis, tetapi justru akan memperkaya jenis kesenian pembauran yang akan merekatkan tali persaudaraan antara etnis Jawa dan Tionghoa yang tinggal di Semarang.
Setelah diadakan pertemuan antara Dewan rakyat Semarang dengan orang Jawa yang tinggal Semarang , maka sejak saat itulah kesenian Gambang Semarang mulai dapat diterima oleh Pemuda dan masyarakat luas Semarang sebagai perpaduan antara kesenian Tionghoa dan Jawa Pesisir yang memulai permentasan perdananya di tahun 1932 .
Tetapi seiring dengan berubahnya Zaman, kepopuleran kesenian Gambang Semarang yang sempat menjadi idola kawula muda Jawa dan Tionghoa Semarang di dekade abad 20-an telah digeser oleh kepopuleran kesenian berbau modern abad 21 yang berasal dari dunia barat dan Asia Timur ( khususnya Jepang dan Korea ) yang lebih mudah digandrungi generasi muda Semarang dikarenakan lebih dianggap keren dan gaul untuk konsumsi hiburan masa kini.
Permasalahan yang diangkat di sini adalah: Pertama, Mengapa di era modern, peranan pemuda Jawa dan Tionghoa Semarang dalam pelestarian budaya tradisi Gambang Semarang sangatlah kurang dan terkesan acuh ? Kedua, Mengapa keberadaan etnis pemuda Jawa dan Tionghoa Semarang sangatlah berperan besar dalam pelestarian Kesenian Gambang Semarang ? Ketiga, Bagaimanakah upaya yang seharusnya dilakukan oleh pemuda Jawa dan Tionghoa yang tinggal di Kota Semarang dalam pelestarian kesenian Gambang Semarang di era modern ?
Tujuan penulisan artikel ini adalah: Pertama, berusaha mendeskripsikan dan menganalisis penyebab keacuhan pemuda etnis Jawa dan Tionghoa Semarang terhadap kesenian tradisi Gambang Semarang di era modern. Kedua, berusaha untuk mendeskripsikan dan menganalisis peranan besar etnis pemuda Jawa dan Tionghoa Semarang dalam pelestarian kesenian Gambang Semarang. Ketiga, berusaha untuk mendeskripsikan dan menganalisis upaya yang seharusnya dilakukan oleh pemuda Jawa dan Tionghoa yang tinggal di Kota Semarang dalam pelestarian kesenian Gambang Semarang di era modern .


PENYEBAB KEACUHAN PEMUDA TERHADAP SENI TRADISI 
S
ungguh sangat memprihatinkan kondisi pemuda saat ini, adalah sebuah realita yaitu  mulai menurunnya rasa kecintaan dan rasa keinginan yang dimilki oleh generasi muda  untuk memajukan budaya daerah yang merupakan warisan leluhurnya sendiri. Penyakit dekadensi moral kini menyerang generasi tanpa kendali.
Kondisi seperti ini bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari di mana generasi muda sebagai cikal bakal harapan masa depan, kian akan pudar. Kondisi seperti ini apabila dibiarkan, cepat atau lambat akan berdampak luas dalam kehidupan masa depan baik generasi tua maupun muda. Kurangnya kesadaran untuk memahami budayanya sendiri akan berdampak besar, yakni hilangnya jatidiri. Fenomena ini akan menjadi bahaya laten bagi kita semua.
Dalam perjalanannya, rasa kekurang sadaran atau keacuhan pemuda pada kesenian tradisi yang disebabkan oleh modernitas budaya luar yang berlebihan pada akhirnya dapat membuat kesenian tradisi semakin tersingkir dari masyarakatnya yang seharusnya melestarikan kesenian tradisi lokal peninggalan leluhurnya . Hal ini juga senada dengan yang diungkapkan oleh Ukus Kuswara selaku Dirjen Nilai Budaya Kemenbudpar dalam suara karya.com yang mengatakan bahwa ” Seni pertunjukan tradisional kini sudah mulai tergeser keberadaannya dan tidak disukai masyarakat. Hal ini menyusul makin maraknya pergelaran seni modern dan penampilan kelompok musik luar negeri yang semakin digandrungi oleh kawula muda Indonesia”.
Ungkapan Dirjen Kemenbudpar diatas memanglah benar dikarenakan cepat atau lambat modernitas yang ada dalam bidang kebudayaan,dikhawatirkan dapat membuat generasi muda semakin terbius dengan virus budaya modern yang dianggap lebih bagus dan keren dibandingkan dengan seni tradisi yang kuno, yang pada akhirnya akan membuat seni tradisi menjadi hilang dari negeri ini dikarenakan lemahnya peran pemuda dalam menjaga dan  melestarikan budaya daerah masing masing.
Karena apabila kita menengok kembali definisi dari kata modernisasi yang berasal dari bahasa latin yaitu “modo” yang berarti akhir-akhir ini, dan “ernus” yang berarti periode waktu masa kini, serta mendapatkan tambahan “isasi” yang mengandung arti proses. Jadi, modernisasi berarti proses menuju masa kini atau akhir-akhir ini. Kemungkinan untuk terjadinya perubahan pada masyarakat dalam memaknai dan menghargai kebudayaan tradisi memanglah sangat memiliki peluang besar untuk terjadi dan dapat menggeser kebudayaan lokal dikarenakan masyarakat masa kini dengan pemikirannya yang modern lebih dapat menerima budaya modern yang mudah diterima daripada kesenian tradisi .
Kesenian tradisi Gambang Semarang, merupakan salah satu contoh seni tradisi yang mulai ditinggalkan dan dilupakan pemuda kotanya yang sebagian besar berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa dikarenakan adanya modernitas budaya yang mulai merasuk kedalam diri pemuda asli Semarang, Salah satu bentuk modernitas budayanya adalah mulai dikenal dan dikaguminya seni-seni hiburan modern yang berasal dari Korea , Jepang, dan Barat oleh pemuda Semarang yang pada akhirnya dapat menggeser keberadaan kesenian tradisi Gambang Semarang di era modern ini .
Penguatan jati diri dan kecintaan para pemuda Semarang pada budaya Semarangan yang lebih berorientasi pada tradisi leluhur, diharapkan dapat menjadi cara paling ampuh untuk menangkal dampak negatif dari modernitas budaya asing di Kota Semarang .

PERAN TIONGHOA DAN JAWA DALAM DENDANG GAMBANG SEMARANG
J
ika dilihat dari sejarahnya sebenarnya kesenian tradisional Gambang Semarang tidak sepenuhnya asli dari kota Semarang. Semarang yang merupakan kota pesisir menjadi tempat persinggahan para pedagang dari berbagai daerah, sehingga terjadilah akulturasi dan inkulturasi kebudayaan yang menunjukkan ciri-ciri khusus sebagai lambang keadaan psikologis seniman serta keadaan fisik, tradisi atau iklim budaya masyarakat dalam lingkungannya .
Kesenian Gambang Semarang merupakan hasil persebaran budaya Tionghoa dari Jakarta yang di bawa sejumlah orang yang bermigrasi dan bermukim di tengah kota Semarang. Alunan musik Gambang Semarang yang tidak lain turunan dari Gambang Kromong ini, dekat dengan alunan musik masyarakat Tionghoa. Gambang Semarang sebagai kesenian khas Semarangan memang sangat lekat dengan perbauran kesenian Tionghoa. Hal ini bisa dilihat dari alat musik gesek yang di pakai pada kesenian musik ini, menggunakan nama-nama dalam bahasa China seperti su kong, kong ah yan dan the yan. Penyanyi dalam kesenian musik tradisional Gambang Semarang ini juga mengenakan kebaya encim, kebaya khas kaum perempuan Tionghoa. Pada Gambang Semarang, para penyanyi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Cio Kek , juga sering mendendangkan lagu-lagu Jawa tapi dibawakan dengan cengkok Mandarin. Hanya saja dalam setiap penampilan, para Cio Kek ini menambahkan tari-tarian. Mereka tidak lagi mengenakan kerudung seperti yang dikenakan biduanita Gambang Kromong.
Apabila melihat dari perjalanan sejarah Gambang Semarang diatas, maka pihak yang paling bertanggung jawab dalam pelestarian budaya tradisi Gambang Semarang adalah para pemuda dari etnis Tionghoa dan Jawa yang tinggal di Semarang, hal itu dikarenakan sudah selayaknya dan sudah menjadi kewajiban para pemuda Semarang pada khususnya  untuk terus berusaha dan berupaya terus melestarikan peninggalan sejarah nenek moyang yang telah ditinggalkan dalam bentuk budaya tradisi Gambang Semarang. Sebagai generasi penerus tradisi Semarangan, sudah seharusnya jika para pemuda menggali lebih dalam potensi budaya Semarangan yang ada dan berupaya untuk mengaktifkan lagi kebudayaan tradisi Gambang Semarang yang sebagian besar sudah tergeserkan oleh nilai budaya asing yang secara nyata bertentangan dengan budaya dasar daerah Semarang.
Pemuda sebagai aset penerus eksistensi budaya daerah sudah menjadi kewajiban baginya untuk berusaha dan berupaya untuk melestarikan kebudayaan daerah yang sebagian sudah hampir punah, sehingga kebudayaan  yang hampir punah itu bisa dibangkitkan lagi.
Kecintaan mereka pada budaya dan berusaha membentuk kelompok kelompok pecinta budaya daerah serta bekerja sama dengan pemerintah untuk membantu berdirinya sarana dan prasarana agar terwujudnya kelestarian budaya daerah tersebut. Dengan berdirinya kelompok sanggar muda tersebut diharapakan dapat melestarikan budaya Semarangan yang ada dan menumbuhkan kecintaan serta kesadaran generasi muda Semarang akan pentingya untuk melestarikan budaya Semarangan. Sehingga apa yang menjadi tradisi dan kekhasan budaya Semarangan berupa kesenian Gambang Semarang akan tetap ada dan kejayaan dimasa lalu menjadi sejarah tersendiri yang bisa dibanggakan oleh generasi penerusnya kelak.



UPAYA SEMARAK PEMUDA BANGKITKAN GAMBANG SEMARANG
S
esungguhnya, “ Seorang pemuda ibarat matahari yang tengah memancarkan cahaya terang dan cahaya yang paling panas”. Mungkin ungkapan tersebutlah yang dapat dijadikan sebagai semangat kebangkitan pelestarian budaya tradisi Gambang Semarang oleh para Pemuda Semarang. Hal itu disebabkan karena seharusnya di masa modern seperti sekarang ini, campur tangan para pemuda memanglah sangat dibutuhkan untuk mempertahankan kesenian tradisi agar tidak hilang ditelan oleh gemerlap budaya modern yang terkadang dapat membuat generasi muda terlena akan nilai-nilai adiluhung budaya lokal yang sarat akan makna.
Salah satu Upaya yang dapat mereka lakukan adalah dengan menerapkan konsep Nation Branding terhadap budaya semarangan yang dapat diartikan suatu upaya besar yang dilakukan untuk meningkatkan nilai seni khas Semarangan agar dapat dibangun dengan sesempurna mungkin dan mengenalkannya kepada seluruh masyarakat yang tinggal di Kota Semarang maupun di luar kota Semarang agar dapat diterima oleh semua pihak. Sederhananya, apabila budaya Semarang semakin dikenal oleh masyarakat luas, maka sangatlah mudah untuk mengembangkan budaya Semarangan tersebut dikarenakan upaya promosi sudah dilakukukan dengan sebaik-baiknya oleh generasi muda Semarang masa kini .   
Selain upaya Nation Branding, upaya lain yang dapat dilakukan pemuda Semarang untuk melestarikan Gambang Semarang diantaranya adalah dengan bekerjasama dengan pihak-pihak maupun program di bawah ini :
·  Melalui Media Massa
Penggunaan Media massa dianggap sebagai cara yang paling ampuh untuk mempromosikan suatu budaya tradisi agar lebih dikenal khalayak luas. Misalnya saja : memperkenalkan Kesenian Gambang Semarang melalui tayangan di televisi swasta nasional,menulis artikel di surat kabar yang memperkenalkan kesenian Gambang Semarang,melakukan siaran di radio dengan mewawancarai narasumber yang bergerak di bidang seni tradisi Gambang Semarang,maupun memperkenalkannya melalui internet  .
·  Pementasan-Pementasan
Pementasan kesenian Gambang Semarang ini dapat dilakukan dimanapun, yang paling terpenting dari pementasan ini adalah keikutsertaan para pemuda Semarang dalam memainkan instrumen Gambang Semarang , agar tidak muncul pandangan dari masyarakat bahwa kesenian tradisi hanya untuk konsumsi golongan tua saja dikarenakan para pemain instrumennya sudah sepuh-sepuh dan tidak energik lagi dalam memainkan instrumen Gambang Semarang. Contoh nyata pementasan Gambang Semarang oleh generasi muda adalah ketika ulang tahun Gedung Kesenian Sobokarti di Semarang yang para penontonnya justru didominasi oleh kalangan pemuda yang berasal dari kalangan akademisi dan umum.
·  Melibatkan peran pemerintah 
Beberapa tahun belakangan ini, peran pemerintah dari Dinas Pariwisata dan Pemuda Kota Semarang dalam menguri-uri budaya tradisi Gambang Semarang sudah terlihat bergeliat dan gencar dalam mempromosikan kesenian unggulan khas Semarangan lewat program ” Ayo Wisata ke Semarang” dan program ”Visit Jateng 2013” yang memiliki visi dan misi untuk memberi dukungan sepenuhnya kepada kesenian tradisi yang ada di Jawa Tengah agar berkembang dan dapat mensukseskan program kunjungan wisata tahunan tersebut.
·  memasukkan mapel karawitan Gambang Semarang dalam kurikulum sekolah
Upaya yang satu ini memang perlu dilakukan Pemerintah Kota Semarang untuk lebih mengenalkan kesenian Gambang Semarang ke kalangan pelajar yang notabene masih berada di usia muda dan dapat dijadikan pewaris kesenian Gambang Semarang agar tidak musnah di telan oleh modernitas zaman.

KESIMPULAN
S
etelah menganalisis peranan pemuda dalam pelestarian Gambang Semarang, maka penulis dapat mengambil suatu benang merah berupa simpulan. Ternyata penyebab keacuhan pemuda etnis Jawa dan Tionghoa Semarang terhadap Kesenian Gambang Semarang disebabkan oleh modernisasi budaya yang menggeser kesenian tradisi yang dianggap sudah kuno dan tidak sesuai dengan dunia hiburan modern masa kini .Oleh karena dampak modernisasi itu, ada baiknya para pemuda Semarang turut memberikan sumbangsih dalam pelestarian dan pengembangan budaya Semarang lewat upaya nation branding dan kerjasama dengan pihak pemerintah serta pihak terkait agar eksistensi Gambang Semarang dapat dipertahankan di era modernisasi ini .
Selain mengupayakan untuk melakukan perlindungan, Para pemuda etnis Jawa dan Tionghoa juga harus dapat mencontoh dan menengok kembali perilaku nenek moyang mereka yang hidup di Semarang pada era Kolonial Belanda, yaitu sikap kebanggaan mereka terhadap kesenian tradisi Gambang Semarang yang dianggap sebagai kesenian pembauran yang lebih merakyat dibandingkan dengan produk kesenian berbau Eropa tempo itu yang dianggap kaku dan terkesan eksklusif. Padahal dalam kenyataannya,di waktu itu derajat nilai kesenian Eropa memiliki kedudukan lebih tinggi daripada kesenian rakyat pribumi yang masih dianggap tradisional. Rasa bangga pemuda etnis Jawa dan Tionghoa terhadap kesenian tradisi Semarangan , pada akhirnya membuat eksistensi kesenian Gambang Semarang tetap lestari dan digandrungi di era itu.
Intinya, rasa kebanggaan terhadap budaya tradisi serta mau berkontribusi dalam pengembangannya merupakan alat yang paling ampuh dalam menangkal efek negatif dari budaya asing yang masuk ke Indonesia akibat adanya proses modernisasi budaya yang terjadi di era ini.

DAFTAR PUSTAKA
              , 2012. Akulturasi Budaya Semarang di Festival Seni Pandanaran .
http: www.suara merdeka .co.id  
( Di akses pada 16/04/2013).
Widjajantie, Kusrina.2011.Musik Gambang Semarang: Sebuah Bentuk Hibrida Budaya
 Jawa dan Tionghoa 
di Kota Semarang.http:www. etd.ugm.ac.id ( Diakses pada16/04/2013 )
Faisol, Edi. 2012. Kesenian Gambang Semarang Kembali Dimunculkan.http:www.tempo.co.id 
( Diakses 16/04/2013)
              , 2012. Sejarah Gambang Semarang .http: www.gambangsemarang .com 
( Di akses pada 16/04/2013).
              , 2009. Pertunjukan Tradisional smakin tergeser.http: www.mediakontraktor.com 
( Di akses pada 16/04/2013).
Pradita,Ana.2011.Definisi Modernisasi.http:www.anapradhita.blogspot.com 
( Diakses 18/04/2013)
              , 2010. Selayang Pandang Kota Semarang. http: www.pamboedifiles.blogspot.com 
( diakses 19/04/2013)




No comments: