Sunday, October 27, 2013

BUDAYA NYANDU TEMPO DULU

Jaringan-museum » Gambaran Pengguna Narkoba di Jawa (Jogja) Masa Lalu

07 Feb 2012 07:56:00
Gambaran Pengguna Narkoba di Jawa (Jogja) Masa Lalu
Berikut ini adalah gambar atau foto dari orang-orang yang sedang menghisap opium atau candu. Dalam bahasa Jawa aktivitas semacam ini disebut dengan ”nyeret”. Alat penghisap candu di Jawa dikenal dengan nama ”bedudan”. Mungkin alat ini menjadi merupakan cikal bakal ”bong”, yakni alat menghisap candu generasi sekarang.

Menurut wikipedia.org candu dikenal dengan nama lain, yakni candu, apiun, atau dalam bahasa slang Inggris disebut ”poppy”. Tanaman opium yang menghasilkan getah opium sendiri memiliki nama latin ”Papaver somniferum L. Atau P. Paeonofllorum”. Bunga dari opium biasanya disadap getah putihnya untuk bahan utama candu. Jika getah itu diekstrak lagi dan akan menghasilkan morfin. Morfin yang diekstrak lebih lanjut akan menghasilkan heroin. Limbah heroin yang diekstraksi akan menghasil narkotika jenis sabu.
Getah opium ini marak dikonsumsi di Hindia Belanda pada tahun-tahun 1860-an seiring dengan pemasaran candu yang dimonopoli pemerintah Belanda serta sepertinya dilegalkan penjualannya. Sekalipun demikian, Belanda menyerahkan penjualan candu tersebut kepada bandar-bandar sebagai semacam agennya. Bandar-bandar yang mayoritas terdiri dari orang-orang Tionghoa (yang biasanya merangkap menjadi opsir) itu mendapatkan tender untuk menjadi bandar pada lelang tender yang terbuka dan diselenggarakn oleh pemerintah Belanda. Belanda bisa meraup utnuk banyak dari perdagangan candu ini. Demikian pula dengan para bandar.
Banyak bandar mendirikan rumah-rumah khusus untuk jual beli dan mengkonsumsi candu. Hingga saat itu keberadaan candu dianggap sebagai sesuatu yang ”biasa”. Mungkin malah seperti adanya rokok di zaman sekarang. Barang yang notabene dapat mengganggu kesehatan ini dikutuk sekaligus dibutuhkan karena menghasilkan pemasukan pada keuangan negara.

Roemah tjandoe paling tersohor seantero djawa tempoh doeloe 

terowongan candu
Terowongan kecil (ukuran asli lebih lebar) sebagai pintu keluar masuk candu untuk diangkut dari/ke perahu ke/dari dalam gudang penyimpanan rumah candu

jalur candu Lasem
Pintu belakang rumah candu dengan akses langsung ke sungai sebagai jalur transportasi candu

Banyaknya orang mengkonsumsi candi di Jawa waktu itu (termasuk Yogyakarta) telah mengakibatkan kerusakan di masyarakat. Masalahnya candu tidak hanya dikonsumsi oleh orang yang berlebihan dalam hal keuangan, namun juga dikonsumsi oleh orang-orang yang hidup secara pas-pasan. Akibatnya hidup mereka serta keluarga mereka menjadi tidak terurus. Orang pun sering teler dan bertingkah tidak wajar karena ketagihan candu. Tidak mengherankan juga jika kemudian muncul istilah ”kecanduan” dalam kahasanah bahasa Indonesia yang artinya kurang lebih sama dengan ketagihan. Artinya, orang yang bersangkutan menjadi sangat tergantung pada benda yang namanya ”candu”. Sebelum dapat menikmati apa yang membuatnya menjadi lepas atau ”terbang” (sejenak), ia akan terus merasa tersiksa, sakit, depresi, dan ketagihan pada benda (candu) tersebut. Itulah yang disebut sebagai kecanduan.
Pada masa lalu orang-orang yang madat atau menghisap candu di rumah-rumah candu umumnya juga ditemani dengan camilan berupa irisan hati ayam yang digoreng plus teh nasgithel (panas, legi, kenthel). Mungkin inilah bagian dari gaya hidup hedonis masa lalu yang disokong Belanda sekaligus sebagai media mereka untuk mengeduk uang di tanah koloninya.
Gambar berikut menunjukkan sebagian keadaan dari mereka ketika tengah ”terbang” dan mengawang-awang dalam pengaruh candu. Perhatikan ekspresi mereka. Demikian juga dengan keadaan tubuh mereka. Sikap santai dan tatapan kosong mereka seolah ingin mengatakan bahwa masa depan tidak perlu dipikirkan. Hal yang mereka pikirkan adalah kekinian. Saat ini. Detik ini: nikmat, nyaman, rileks, sekaligus tidak bertanggung jawab dan ”luweh” pada keadaan sekitar dan masa depan. Perlu diketahu bahwa foto atau gambar ini dibuat pada kisaran tahun 1897.
a.sartono
sumber: L. Th. Mayer, 1897, Een Blik in Het Javaansche Volksleven, Leiden: Boekhandel en Drukkerij.



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website http://www.tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya 

No comments: