Wednesday, October 2, 2013









Lokasinya berada di sebelah timur alun-alun Semarang dan kawasan Pasar Induk Johar. Tepatnya di sekitar kawasan Bubakan atau terminal lama, Semarang. Suasana kampung ini begitu tenang dan jauh dari kesan hiruk pikuk meski terbilang salah satu kawasan padat hunian di kota Semarang.
Akses utama kampung (gang) yang tak seberapa lebar dan lorong yang dipenuhi bangunan-bangunan rumah yang rapat, menjadi ciri khas kampung yang masuk dalam wilayah Kelurahan Rejomulyo ini. Sebagai penghasil kain batik, kampung ini mungkin memang tidak seterkenal Kampung Laweyan di Surakarta, tapi berkunjung ke Kampung Batik Semarang kita akan seperti dibawa ke masa lalu, karena memang banyak kisah sejarah di baliknya.

Saat memasuki kampung ini, selepas melewati gapura sederhana bertuliskan Jalan Batik, kita akan disambut dengan papan petunjuk bertuliskan Sentra Batik Semarangan. Tepat di jantung kampung ini terdapat Balai Batik. Balai ini berfungsi sebagai bengkel kerja para pembatik. Menurut cerita warga setempat, Kampung Batik ini memiliki sejarah yang panjang dan pernah melalui masa ‘tidur panjang’ sebelum akhirnya kembali menggeliat sejak tahun 2006.

Berdasarkan cerita sejarah yang ditularkan turun-temurun dari para orang tua di kampung ini, daerah ini memang sudah sejak lama terkenal sebagai kampung batik. Karena letaknya yang berada di sebelah timur alun-alun pusat kota, dekat dengan kawasan pusat perdagangan kota Semarang, maka daerah ini sering dijadikan tempat persinggahan para pedagang batik dan kain. Pada perkembangannya, akhirnya kampung ini tidak hanya sekedar menjadi tempat persinggahan para pedagang batik saja, tapi para pedagang batik itu juga mengembangkan keterampilan membatik untuk warganya.

Pengrajin batik di Kampung Batik Semarang merupakan warga asli Semarang yang sebagian besar merupakan generasi pewaris secara turun temurun. Sebagian lagi merupakan warga pendatang yang telah melalui proses pembelajaran membatik khas Semarangan.

Batik Semarangan pernah melewati masa kejayaan ketika Indonesia masih dijajah oleh bangsa kolonial Belanda. Saat itu kota Semarang memang baru tumbuh sebagai kota niaga. Hingga tahun 1942, saat era kekuasaan penjajah Jepang, batik Semarangan juga masih mengalami masa-masa ketenaran. Namun ternyata Jepang jugalah yang akhirnya membumi hanguskan kampung Batik ini. Saat pecah pertempuran lima hari di Semarang, kampung ini menjadi salah satu basis kekuatan pemuda yang gagah berani dalam mengobarkan pelawanan. Sehingga kampung ini pun menjadi sasaran pembakaran oleh pasukan tentara Jepang yang marah akibat gencarnya perlawanan para pemuda Semarang.

Sejak peristiwa tersebut, nama Kampung Batik Semarang pun seperti ikut hancur. Tidak terlihat lagi aktivitas membatik dan berdagang batik di kampung ini. Baru 64 tahun kemudian, atau tepatnya pada tahun 2006, upaya mengembalikan kejayaan Kampung Batik Semarang ini dilakukan untuk menopang industri pariwisata di kota Semarang.  Kini di Kampung Batik Semarang ada 15 pengrajin yang produktif mengembangkan karyanya. Sebagai pendukung pemasaran, juga sudah berdiri beberapa outlet dan gerai yang memajang batik-batik khas Semarangan.  Selain itu, siapa pun yang berkunjung ke kampung ini juga bisa belajar membatik denga biaya Rp 20.000.

Batik Semarangan memiliki ciri khas pada motif dan warna yang bertemakan alam yang begitu lekat dengan lingkungan di sekitarnya. Pada dasarnya Batik Semarangan nyaris tidak mengenal patron dan pakem tertentu, kecuali menuangkan ide-ide flora dan fauna, serta beberapa landmark kota Semarang. Misalnya yang paling menonjol adalah motif gambar pohon asam, burung bagau, bangunan Lawang Sewu, Tugu Muda, Wisma Perdamaian, hingga Gereja Blenduk.

Untuk motif tanaman pohon asam, ini berkaitan dengan sejarah nama Semarang  yang berasal dari kata ‘asem arang’ yakni pohon asam yang jarang. Biasanya visual asam dala motif batik ini dituangkan mulai dari bentuk pohon, daun, bunga, hingga buahnya. Dalam hal pewarnaan, umumnya juga menggunakan bahan-bahan warna alam yang banyak terdapat di lingkungan sekitar, seperti daun mahoni, kunyit, daun mangga, dan lain-lain.



No comments: