“Mahakarya dari Negeri Garuda”
Tunjukkan pada dunia bahwa Indonesia Bisa!!
Oleh: Sae Panggalih
Mungkin benar selama ini yang orang bilang
jika Indonesia adalah negri ibarat “mutiara yang tertutup debu”coba Anda
bayangkan keindahan kilauan putih mutiara yang begitu indah apabila tertutupi
oleh debu yang kotor maka akan menghasilkan warna mutiara yang terkesan usang
dan tidak memiliki nilai estetika dan seni,dan pepatah itu sangat cocok apabila
kita kaitkan dengan keadaan perkembangan produk ekonomi kreatif di Indonesia
yang seakan-akan pudar ditelan oleh produk-produk barat dan negara lainnya yang
hanya mengutamakan harga yang mudah dijangkau oleh masyarakat tanpa
memperhatikan kualitas serta mutu produk yang mereka hasilkan,seharusnya
Indonesia tidak boleh menyerah dalam mengembangkan produk kreatif negerinya
sendiri yang lebih berkualitas dan inovatif,selain itu Indonesia juga harus
membuktikan kepada dunia bahwa dibalik kekhawatiran kita terhadap perkembangan
produk-produk luar negeri yang berkembang begitu cepatnya di Indonesia ibarat jamur di musim hujan dapat kita lawan
dengan menghasilkan produk-produk dalam negeri yang memiliki mutu yang lebih
baik dan berkualitas.Melihat dari realita yang ada tersebut,seharusnya
masyarakat Indonesia yakin bahwa Negara ini memiliki potensi sumber daya yang
mendukung untuk perkembangan produk ekonomi kreatif dan menjadikan hal tersebut
sebagai titik awal kebangkitan ekonomi kreatif di Indonesia.
Apa sebenarnya ekonomi kreatif itu?
Perkembangan zaman memang hal yang tidak
dapat dipungkiri dan perubahan-perubahan yang terjadi memang harus diikuti,hal
itu jugalah yang terjadi pada perekonomian di dunia,ternyata menurut teori
Alvin Toffler bahwa gelombang peradaban manusia itu dibagi menjadi tiga
gelombang,gelombang pertama adalah abad pertanian,gelombang kedua adalah abad
industri dan gelombang ketiga adalah abad informasi.Sementara itu teori Toffler
baru berhenti pada gelombang ketiga padahal teori-teori terus berkembang dan
saat ini peradaban manusia telah memasuki masa gelombang keempat atau era
dimana ekonomi berorientasi pada kreativitas .Pada era inilah,manusia berlomba-lomba
atau saling berkompetisi untuk berinovasi dalam menciptakan produk-produk yang
dapat diterima di pasaran global.Dan hal itu sangat sesuai apabila kita
hubungkan dengan definisi Howkins yang
menganggap bahwa Ekonomi Kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input dan
outputnya adalah Gagasan. Benar juga, esensi dari kreatifitas adalah
gagasan. Bayangkan hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat
memperoleh penghasilan yang sangat layak. Gagasan seperti apakah yang dimaksud?
Yaitu gagasan yang orisinil dan dapat diproteksi oleh HKI. Contohnya adalah
penyanyi, bintang film, pencipta lagu, atau periset mikro biologi yang sedang
meneliti farietas unggul padi yang belum pernah diciptakan sebelumnya.
Mari bangga dengan produk anak negeri!!
Mungkin kalimat ajakan diataslah yang dapat dijadikan
semangat untuk memacu perkembangan produk ekonomi kreatif dalam negeri dan
meyakinkan para konsumen di Indonesia untuk mencintai produk ekonomi kreatif
dalam negerinya sendiri yang juga memiliki mutu dan kualitas yang tidak kalah
bersaing dengan produk luar negeri .Hal itu saya himbau karena selama ini
kebanyakan masyarakat Indonesia terutama generasi muda selalu berasumsi bahwa
produk dari luar negeri lebih berkualitas dan selalu mengikuti perkembangan
zaman dibandingkan dengan produk ekonomi kreatif buatan Indonesia yang mereka
anggap mutunya asal-asalan dan tidak mengikuti perkembangan zaman,karena kalau
bukan masyarakat Indonesia sendiri yang mencintai produk ekonomi kreatif dalam
negerinya lalu siapa yang akan mencintai produk ekonomi kreatif kita?
Siapa bilang produk ekonomi kreatif Indonesia
kurang berkualitas dan tidak dapat diterima di pasaran global,menurut informasi
yang berhasil saya kutip dari Indonesia kreatif.net mengatakan bahwa sebagian
besar produk ekonomi kreatif dalam negeri kita dapat diterima di pasaran
global,dan hal itu telah dibuktikan lewat keberhasilan Peter Firmansyah pemilik
usaha yang memproduksi busana yang sudah diekspor ke beberapa negara di dunia.
Tak butuh waktu relatif lama. Semua itu mampu dicapai Peter hanya dalam
waktu 1,5 tahun sejak ia membuka usahanya pada November 2008. Kini, jins, kaus,
dan topi yang menggunakan merek Petersaysdenim, bahkan, dikenakan para personel
kelompok musik di luar negeri. Sejumlah kelompok musik itu seperti Of Mice
& Man, We Shot The Moon, dan Before Their Eyes yang berasal dari Amerika
Serikat, dan I am Committing A Sin, Silverstein yang berasal dari Kanada, serta
Not Called Jinx dari Jerman sudah mengenal produksi Peter. Para
personel kelompok musik itu bertubi-tubi menyampaikan pujiannya dalam situs Petersaysdenim.
Pada situs-situs internet kelompok musik itu, label Petersaysdenim juga
tercantum sebagai sponsor. Petersaysdenim pun bersanding dengan merek-merek
kelas dunia yang menjadi sponsor, seperti Gibson, Fender, Peavey, dan Macbeth.
Menurut Peter Firmansyah Indonesia
mempunyai banyak peluang untuk melebarkan sayapnya dalam pengembangan produk
ekonomi kreatif di pasaran global”Pokoknya, saya mau ’menjajah’ negara-negara
lain. Saya ingin tunjukkan bahwa Indonesia, khususnya Bandung, punya produk
berkualitas,” ujarnya.
Melihat dari keberhasilan yang dicapai oleh
Peter Firmansyah dalam pengembangan produk ekonomi kreatif Indonesia ke pasaran
global ,seharusnya sebagai masyarakat Indonesia kita bangga karena ternyata
produk nasional kita dapat diterima di pasaran dunia sebagai produk inovasi
yang berkualitas dan berkelas,Dan seharusnya program 100% Cinta Produk
Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah dapat dijadikan sebagai acuan bagi
masyarakat luas untuk selalu bangga menggunakan produk ekonomi kreatif dalam
negeri yang memiliki keunikan tersendiri dan terjamin mutunya.
Inilah saatnya mencintai produk
nusantara!!
Seluruh umat manusia sedang berada dalam era globalisasi saat
ini. Setiap individu di berbagai belahan dunia dengan mudah dapat berkomunikasi
satu sama lain antarkota, pulau, negara, bahkan benua. Tak terkecuali negara
kita, Indonesia ,
meskipun ada pula beberapa daerah yang masih terbelakang. Namun tidak setiap
dampak globalisasi bernilai positif.Ternyata ada juga nilai negatif yang
ditimbulkan, dan yang paling utama bagi bangsa Indonesia
adalah semakin ditinggalkannya produk-produk dalam negeri oleh masyarakat Indonesia
sendiri.
Sebagian besar masyarakat Indonesia
yang termasuk dalam tingkat ekonomi menengah ke atas lebih memilih produk-produk
dari negara asing yang berkualitas. Bahkan mungkin bila seseorang yang kaya
raya disuruh memilih sebuah tas, antara tas bermerek asing dengan tas khas
kerajinan tangan Bali , orang tersebut akan memilih tas
bermerek asing, walaupun harganya bisa ratusan atau bahkan ribuan kali lipat
dari tas kerajinan khas Bali . Alasannya bemacam-macam,
tas branded lebih high-tech, lebih modern, keren, lebih gaya ,
sampai-sampai ada juga masyarakat yang ternyata hanya membeli barang tiruannya
dengan harga yang jauh lebih murah, saking besarnya rasa cinta terhadap produk
negara asing!
Sangat
memprihatinkan. Yang terjadi adalah justru pandangan rendah orang-orang
mengenai budaya Indonesia ,
yang dianggap kuno, tidak modern. Batik sempat menjadi trend, itupun karena ada
negara lain yang mengkalim batik. Sebelum diklaim, tetap saja merek-merek asing
yang berkuasa. Indonesia
seperti tidak punya tindakan yang sifatnya preventif. Ini sangat tidak baik
bagi kelangsungan hidup rakyat kita. Sudah terlalu banyak hal-hal yang
sebenarnya telah kita miliki, namun diklaim oleh negara lain.
Selain itu, masyarakatIndonesia
pun tidak percaya pada produk-produk inovasi buatan anak bangsa. Ada
seorang arsitek yang berasal dari Indonesia
yang memasarkan produknya ke Amerika dan Eropa, dan akhirnya produk tersebut
beredar di Indonesia
dengan merek asing, dan harganya menjadi mahal karena merek. Alasana arsitek
itu melakukan hal tersebut sangatlah jelas, jika tidak demikian maka produknya
akan sulit laku di Indonesia
(karena merek yang tidak terkenal) dan keuntungan yang dihasilkan akan lebih
sedikit karena pasti dijual murah. Toh, jika harganya mahal dengan mereknya
‘jelas’ hanya akan membuat produk semakin tidak laku.
Selain itu, masyarakat
Oleh sebab itu, sudah saatnya kita mencintai
budaya, mencintai produk dalam negeri sebagai upaya untuk mendukung
perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia .
Dan seharusnya pengalaman yang sudah terjadi, saat beberapa hal yang kita
miliki diklaim negara lain, dijadikan pelajaran bahwa tindakan-tindakan
preventif dari masyarakat Indonesia
sendiri sangat diperlukan, terutama pada masalah klaim. Kita yang memiliki,
seharusnya kita yang mengklaim. Jangan sampai akhirnya seluruh kebudayaan Indonesia
habis diambil negara asing dan jangan sampai kita sebagai masyarakat Indonesia
baru bangga terhadap produk inovatif kreasi anak bangsa ketika produk budaya
maupun kreatifitas bangsa kita sedang
direbut-rebutkan atau diakui oleh negara lain.
Dan mulai sekarang,tunjukkanlah pada dunia
internasional bahwa Indonesia
punya kemampuan untuk mengembangkan produk ekonomi kreatif nasional yang lebih
berkualitas dan bermutu agar rakyat lebih cinta pada produk kreatif buatan anak
negeri.
No comments:
Post a Comment